Ongkosnya Mahal, Airlangga Cari Dana Transisi Energi Selain dari JETP
- Dana Just Energy Transition Partnership (JETP) disebut sebut tak cukup untuk membiayai program transisi energi di Indonesia pasalnya membutuhkan dana yang Jumbo.
Energi
JAKARTA - Dana Just Energy Transition Partnership (JETP) disebut tak cukup untuk membiayai program transisi energi di Indonesia yang nilainya mencapai Rp3.500 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko) Airlangga Hartarto mengungkapkan, pemerintah saat ini tengah mengkaji kebijakan terkait pendanaan melalui instrumen pembiayaan campuran atau blended finance.
"Blended finance adalah salah satu yang akan didorong sembari melihat perkembangan dan komitmen JETP," ungkap Airlangga saat ditemui di Raffles Hotel pada Rabu, 11 Oktober 2023.
- Gara-Gara OCA Milik Telkom, Pendapatan Pajak Kendaraan Kulon Progo Melesat 40 Persen
- Penting! 5 Hal yang Harus Dilakukan di WhatsApp Agar Terhindar dari Penipuan
- Tangani Sampah dari Hulu ke Hilir, Pasar di Banyuwangi Kini Dilengkapi dengan Bank Sampah
Airlangga menambahkan, inisiatif blended finance, yang menggabungkan modal komersial dengan bantuan atau sumbangan resmi, dianggap pilihan yang memungkinkan untuk diambil. Sebab, skema ini akan menyatukan pemerintah dan swasta untuk mempercepat proses transisi energi.
Sebagai informasi, tujuan utama pendanaan energi ramah lingkungan adalah untuk mendukung penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU). Serta untuk menciptakan pola pembagian risiko yang selanjutnya dapat membuka dan menggerakan modal untuk membantu mendorong pengurangan emisi di sektor-sektor padat karbon lainnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan ada satu program yang terealisasi dari dana JETP.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bisa lebih dari satu program, namun sayangnya Arifin belum merinci program yang dimaksud. Arifin menyebut ada dua program yang berpotensi dijalankan pada akhir tahun 2023, di antaranya pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau pembangunan infrastruktur listrik yang biasa disebut smart grid.
Adapun JETP memakai skema pembiayaan yang terdiri dari investasi ekuitas, hibah, dan pinjaman konsesi dari anggota Grup Tujuh (G7), bank multilateral, dan pemberi pinjaman swasta. Program ini bertujuan membantu negara-negara berkembang mempercepat peralihan mereka ke sumber energi yang lebih bersih di sektor energi listrik.
Selain itu, JETP mendorong mengurangi ketergantungan pada bahan bakar kotor seperti batu bara. Afrika Selatan menjadi negara pertama yang mencapai kesepakatan di bawah JETP, mendapatkan komitmen pendanaan sebesar US$8.5 miliar pada tahun 2021. Sementara itu, Indonesia mendapatkan US$20 miliar dan Vietnam sebesar $15.5 miliar dalam perjanjian yang dicapai pada akhir tahun 2022.