otak.jpg
Sains

Otak Kanan vs Otak Kiri, Fakta atau Mitos?

  • Penelitian terbaru menggunakan teknologi pencitraan otak belum menemukan bukti konkret yang mendukung gagasan bahwa ada dominasi otak kiri atau kanan pada individu tertentu.

Sains

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Selama ini kita sering diberitahu bahwa separuh otak kanan kita adalah pusat kreativitas, sementara separuh otak kiri mengendalikan logika dan analisis. Konsep ini telah mendominasi psikologi populer, buku pengembangan diri, tes kepribadian, terapi, dan bahkan materi pendidikan. Namun, apakah konsep ini sebuah fakta atau hanya mitos?

Penelitian terbaru menggunakan teknologi pencitraan otak belum menemukan bukti konkret yang mendukung gagasan bahwa ada dominasi otak kiri atau kanan pada individu tertentu. Ide bahwa seseorang adalah "orang berotak kanan" atau "orang berotak kiri" tampaknya terlalu sederhana untuk menjelaskan kompleksitas otak manusia.

Salah satu kelemahan besar mitos ini adalah bahwa konsep ini mengandalkan konsepsi yang kabur tentang kemampuan yang ingin dijelaskan. Otak manusia adalah organ yang luar biasa kompleks, dan fungsi-fungsi kreatif, analitis, emosional, dan lainnya tidak dapat disederhanakan menjadi hanya dua kompartemen.

Jadi, dari mana asal mitos ini? Sebenarnya, mitos "berotak kanan" vs. "berotak kiri" berasal dari penelitian ilmiah yang nyata. Pada tahun 1960-an dan 1970-an, penelitian tentang korpus kalosum, struktur yang menghubungkan kedua belahan otak, mengungkapkan bahwa setiap sisi otak memiliki peran fungsional yang berbeda. Namun, ini tidak sama dengan konsep sederhana "kreatif vs. analitis" yang sering kita dengar.

Faktanya, otak bekerja secara terintegrasi dan kompleks. Fungsi-fungsi seperti kreativitas dan analisis tidak dapat dibagi begitu sederhana. Konsep ini telah diambil sebagai cara "ilmiah" untuk membicarakan karakteristik individu, tetapi kita harus berhati-hati dalam mengikuti mitos ini tanpa kritik.

Sebagai gantinya, kita seharusnya melihat otak sebagai organ yang penuh dengan potensi yang beragam. Setiap orang memiliki keunikan dalam cara mereka berpikir, merasa, dan bertindak. Memahami kompleksitas otak manusia dan menghormati keragaman individu adalah langkah yang lebih konstruktif daripada mengikuti klise "berotak kanan" atau "berotak kiri."