<p>Ilustrasi bank / Gradesingapore.com</p>
Industri

Outlook Perbankan 2023: Menilik Prospek Bank Digital dan Penyaluran Kredit yang Diperkirakan Masih Positif

  • Di tengah kondisi makroekonomi yang masih dipenuhi ketidakpastian, inflasi, tren suku bunga, dan konflik geopolitik, industri perbankan diperkirakan masih akan mencatat kinerja positif walaupun mengalami pelambatan.
Industri
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Memasuki tahun 2023,  perbankan masih menghadapi beberapa tantangan yang sudah berlangsung sejak 2022, dan hal itu pun akan berdampak kepada beberapa aspek di industri ini, seperti prospek bank digital dan penyaluran kredit. 

Di tengah kondisi makroekonomi yang masih dipenuhi ketidakpastian, inflasi, tren suku bunga, dan konflik geopolitik, industri perbankan diperkirakan masih akan mencatat kinerja positif walaupun mengalami pelambatan pada 2023.

Bank Indonesia Masih Akan Mengerek Suku Bunga

Ilustrasi suku bunga acuan. Sumber: Pixabay

Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih akan mengerek suku bunga karena bank sentral Amerika Serikat (AS) alias The Federal Reserve (The Fed) pun diprediksi masih akan menempuh langkah serupa. 

Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) Faisal Rachman memaparkan bahwa suku bunga BI masih akan dinaikkan setidaknya hingga penghujung semester I-2023. 

“Tekanan datang dari sisi eksternal dan domestik, kami percaya BI melanjutkan kenaikan BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) untuk menjamin stabilitas,” papar Faisal dikutip dari keterangan resmi, Senin, 9 Januari 2023. 

Menurut Faisal, BI masih akan terus mengerek suku bunga demi menjaga stabilitas nilai rupiah dan ekspetasi inflasi di tengah tekanan eksternal dan internal. 

Indonesia sendiri pun masih dibayangi ketidakpastian di pasar keuangan global sehingga dapat mendorong keluarnya arus permodalan yang berisiko terhadap stabilitas mata uang Garuda dan tekanan inflasi impor. 

Dalam rapat pembahasan Rencana Anggaran Tahunan BI (RATBI) 2023 antara BI dan Komisi XI DPR RI, Gubernur BI Perry Warjiyo memaparkan bahwa pihaknya akan turut berupaya mengendalikan inflasi di tahun 2023, dan salah satu upayanya adalah dengan menaikkan suku bunga.

“Sasarannya adalah bagaimana mengendalikan inflasi secara lebih cepat sehingga memerlukan kenaikan suku bunga. Itu pengaruhnya ke pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah,” kata Perry, dikutip Senin, 9 Januari 2023.

Walaupun Perry menegaskan bahwa BI masih akan mendongkrak suku bunga, namun ia memastikan bahwa kenaikan yang diterapkan tidak akan berlebihan. 

Kepastian tersebut didukung oleh proyeksi bahwa inflasi di Indonesia, termasuk untuk yang inti, akan mulai memasuki tren menurun pada semester I-2023. 

“Kami tidak harus menaikkan suku bunga berlebihan atau seagresif di AS atau negara lain," kata Perry dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023 di Ritz Carlton beberapa waktu lalu.

Menurut Perry, inflasi mulai semester II-2023 diperkirakan akan menurun ke bawah 4%, turun dari proyeksi tingkat inflasi hingga akhir 2022 di level 5,4%, sedangkan inflasi inti diperkirakan sudah akan bisa di level bawah 4% mulai semester I-2023.

Penyaluran Kredit Perbankan Diperkirakan Akan Tumbuh Positif

Ilustrasi kredit perbankan. Sumber: Pixabay

Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, penyaluran kredit perbankan pada tahun 2023-2024 diperkirakan akan tumbuh sekitar 10-12%.

BI juga memprediksi perkembangan yang positif baik untuk penawaran kredit, kebutuhan kredit, maupun likuiditas perbankan. 

BI pun akan meningkatkan insentif makroprundensial untuk mendorong pertumbuhan kredit dan menjaga stabilitas keuangan. 

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan bahwa penyaluran kredit diperkirakan masih akan tetap positif, bahkan angkanya bisa mencapai 1,5 kali dari produk domestik bruto (PDB).

“Kami memperkirakan pertumbuhan kredit 2023 mestinya bisa sedikit di atas 1,5 kali dari pertumbuhan PDB tahun depan,” ujar Mahendra dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) beberapa waktu lalu.

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) Diperkirakan Melambat

Ilustrasi menabung. Sumber: Freepik

Berdasarkan laporan likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pertumbuhan kredit perbankan memang diperkirakan masih akan meningkat, namun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) diprediksi akan melambat pada 2023. 

Kondisi tersebut pun dinilai oleh LPS dapat menjadi tantangan tersendiri bagi industri perbankan. Pasalnya, ketika pertumbuhan DPK melambat dan beriringan dengan kredit yang meningkat, tentunya diperlukan upaya ekstra bagi perbankan untuk menjaga likuiditas.

“Berlanjutnya peningkatan permintaan kredit akan menjadi tantangan bagi bank dalam mengelola likuiditasnya sekaligus tetap menjaga pertumbuhan kredit yang sehat,” tulis LPS dikutip dari laporan resmi, Senin, 9 Januari 2023. 

Menurut LPS, DPK perbankan pada tahun 2023 diperkirakan akan tumbuh 8%, angka tersebut lebih rendah dari pencapaian pertumbuhan DPK pada 2021 yang mencapai 12,1%. 

Pertumbuhan Kredit Macet Akan Sedikit Tertahan

Ilustrasi kartu kredit. Sumber: Shutterstock

OJK telah memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 secara menyeluruh hingga Maret 2023. 

Sementara itu, relaksasi restukturisasi untuk segmen-segmen khusus seperti Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk seluruh sektor, sektor penyediaan akomodasi serta makanan dan minuman, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar seperti industri tekstil dan produk tekstil serta industri alas kaki.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit ini telah berdampak positif kepada segmen-segmen tertentu. Akan tetapi, masih ada beberapa segmen yang memerlukan waktu tambahan untuk pemulihan.

Per Oktober 2022, OJK mencatat rasio kredit macet (nonperforming loan/NPL) gross mencatat penurunan drastis secara tahunan dari 3,22% menjadi 2,72%. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae memaparkan bahwa kualitas kredit memang mengalami perbaikan, namun ia tidak bisa memungkiri bahwa industri perbankan akan menghadapi tantangan dalam menjaga rasio kredit macet di tengah ancaman resesi global. 

Oleh karena itulah kebijakan relaksasi ini ,diterapkan untuk menjaga kualitas kredit perbankan ketika beberapa sektor belum benar-benar pulih dalam menghadapi tantangan perekonomian di tahun 2023. 

BI pun baru saja mengumumkan memperpanjang kebijakan pelonggaran kartu kredit hingga Juni 2023 demi menjaga stabilitas sistem keuangan. 

Departemen Komunikasi BI menyampaikan, saat ini efek domino dari pandemi mulai terasa di masyarakat.

Kenaikan bahan pangan, bahan bakar minyak (BBM), gas LPG, hingga tarif dasar listrik, adalah beberapa hal yang saat ini membayang-bayangi masyarakat dalam negeri.

BI pun selalu mengamati pola konsumsi, utang, dan pembayaran utang dari setiap individu agar ketahanan sistem keuangan Indonesia tetap kokoh dan stabil, termasuk dalam kaitannya dengan penggunaan kartu kredit oleh masyarakat.

"Walau saat ini, pengawasan mikro mengenai kartu kredit mengenai kartu kredit telah berada di tangan Otoritas Jasa keuangan (OJK), namun BI melalui kebijakannya terus memastikan penggunaan dan pembayaran kartu kredit agar tetap lancar sehingga tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan," tulis Departemen Komunikasi dikutip dari pengumuman di laman BI, Senin, 9 Januari 2023.

Sektor-sektor Prospektif dalam Penyaluran Kredit

 Makanan dan minuman menjadi salah satu sektor yang dinilai potensial untuk penyaluran kredit. Sumber: Haus!

Beberapa bank melihat adanya sektor-sektor yang cukup prospektif untuk penyaluran kredit pada tahun 2023. 

Chief Financial Officer PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang mengatakan bahwa pada tahun 2023, pihaknya akan fokus pada nasabah top tier atau region champion di industri yang dinilai paling prospektif.

Selain itu, BNI juga akan fokus pada segmen kecil, termasuk mendorong kredit usaha rakyat (KUR) untuk mendorong akselerasi UMKM.

"Industri yang prospektif pada tahun depan di antaranya manufaktur, agribisnis, barang konsumen yang bergerak cepat (fast moving consumer goods/FMCG), petrokimia, dan konstruksi," ujar Novita dalam Laporan Kinerja BNI Kuartal III-2022 beberapa waktu lalu.

Sementara itu, SVP Credit Card Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) erin Young mengatakan bahwa sektor-sektor potensial yang masih memiliki ruang untuk tumbuh pada 2023 di antaranya makanan dan minuman, perjalanan, dan utilitas.

Ketiga sektor tersebut dinilai Bank Mandiri masih prospektif karena dicabutnya Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada akhir tahun 2022.

Kebijakan relaksasi yang diterapkan oleh OJK dan BI pun diharapkan dapat menjadi pendongkrak pertumbuhan pada penyaluran kredit. 

“Kami meyakini, kebijakan ini dapat mendorong nasabah meningkatkan jumlah transaksi Mandiri Kredit,” ujar Erin dikutip dari keterangan resmi, Senin, 9 Januari 2023. 

Kemudian, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Sunarso sempat menyampaikan pula bahwa dalam menjaga kualitas NPL, perseroan akan berfokus pada sektor-sektor yang yang memiliki potensi kuat serta minim eksposur terhadap gejolak ekonomi, seperti pertanian, industri bahan kimia, serta makanan dan minuman. 

“Upaya lain yang dilakukan BRI untuk menjaga NPL yakni selektif dalam menentukan kelayakan nasabah restrukturisasi dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi bisnis nasabah, serta menerapkan soft landing strategy dengan menyiapkan pencadangan yang cukup untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan kualitas kredit nasabah restrukturisasi,” ujar Sunarso dalam laporan kinerja perseroan beberapa waktu lalu. 

Direktur Kepatuhan BRI Ahmad Solichin Lutfiyanto pun mengatakan, perseroan terus mengakselerasi penerapan prinsip lingkugan, sosial dan tata kelola usaha (ESG) dalam menjalankan bisnis.

"Kami akan terus menerapkan strategi role modeling untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat terutama pelaku UMKM, melalui penerapan prinsip-prinsip ESG," kata Solichin dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 9 Januari 2023.

Prospek dan Tantangan Bank Digital

Ilustrasi bank digital. TrenAsia/Deva Satria. 

Analis PT MNC Sekuritas Widi Tirta Gilang Citradi menilai bahwa prospek bank digital pada tahun 2023 masih cukup menjanjikan walaupun ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi seperti pelemahan daya beli masyarakat, inflasi, dan tren suku bunga. 

Ada sejumlah syarat yang dinilai Widi harus dipenuhi oleh industri bank digital pada tahun 2023 untuk bisa lebih “tahan banting”, di antaranya kemampuan bank digital untuk berkolaborasi dan mengendalikan potensi risiko. 

Menurut Widi, kemampuan dalam berkolaborasi pada gilirannya dapat memperbanyak hubungan kemitraan antara bank digital dengan industri lain, namun tingkat risikonya pun akan turut meningkat. 

“Ada risiko peningkatan NPL, risiko pasar, dan risiko hukum jika ternyata integrasinya gagal. Tapi, jika berbagai risiko itu bisa dikendalikan dan dimitigasi, mereka (bank digital) akan menikmati pertumbuhan bisnis yang luar biasa,” ujar Widi dikutip dari keterangan resmi, Senin, 9 Januari 2023.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja menilai bahwa tantangan bagi bank digital ke depannya akan semakin berat. 

 Menurutnya, di tengah lanskap persaingan bank digital tanah air yang ketat, diperlukan kreativitas dalam memelihara dan meningkatkan nasabah yang aktif bertransaksi. Karena tanpanya, profitabilitas sulit dikerek. Pada akhirnya, jumlah transaksi lah yang menentukan laba, bukan jumlah pengguna aktif.

Menurut Jahja, tantangan lain yang tidak kalah pelik bagi bank digital adalah mengantisipasi perubahan perilaku nasabah saat ini, dimana mereka kerap mendiversifikasi simpanannya. Jika abai dan tak mampu menangkap peluang, bak digital tak akan mampu bertahan. 

Menurut Jahja, secara alami landskap pemain di industri bank digital akan tersaring dengan sendirinya, tak ubahnya dengan sejarah perbankan di tanah air. 

Terkait dengan prospek bank digital, BI memperkirakan transaksi perbankan digital (digital banking) akan menembus angka Rp67 kuadriliun pada tahun 2023. 

Angka tersebut meningkat pesat dari realisasi transaksi perbankan digital per Oktober 2022 yang angkanya menyentuh Rp5,18 kuadriliun dengan kenaikan 38,38% secara tahunan.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, proyeksi ini didasari oleh pesatnya perkembangan digitalisasi keuangan di Indonesia. 

"Yang sangat membanggakan di Indonesia adalah begitu cepatnya perkembangan digitalisasi ekonomi dan keuangan. Kami perkirakan ini akan terus meningkat pada tahun 2023," kata Perry dalam acara Seminar Nasional Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) yang ditayangkan secara virtual beberapa waktu lalu.