Pemasangan PLTS Atap di SPBU Pertamina dapat menghemat operasional Rp4 miliar per tahun.
Industri

Outlook Sektor Energi 2022: Ruang Gerak Batu Bara Terbatas di Tengah Gelombang Transisi EBT

  • Outlook Sektor Energi 2022: Peningkatan permintaan yang terjadi pada batu bara berimbas kepada melonjaknya harga pada batu bara acuan (HBA) hingga mencapai angka tertingginya setelah lebih dari 10 tahun terakhir menjadi sebesar US$215,01 per ton atau naik 285,95% yoy.

Industri

Muhammad Farhan Syah

JAKARTA – Dalam perjalanannya, industri batu bara telah mengalami pertumbuhan yang masif dan signifikan sepanjang tahun 2021. Komoditas yang termasuk ke dalam kategori produk ekspor andalan nasional tersebut telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan negara.

Tercatat hingga periode November 2021, nilai ekspor dari pertambangan termasuk batu bara di dalamnya telah mengalami peningkatan tajam hingga sebesar 146,92% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi US$4,82 miliar dibandingkan dengan periode sebelumnya di tahun 2020 sebesar US$1,95 miliar.

Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir dalam keterangan resmi dikutip pada Kamis, 6 Desember 2021, juga menyebutkan bahwa nilai devisa kepada negara yang diberikan oleh ekspor yang berasal dari batu bara saat ini telah mencapai hingga US$3 miliar setiap bulannya.

Peningkatan nilai ekspor yang signifikan terjadi disebabkan oleh adanya peningkatan kebutuhan energi dunia akibat adanya krisis energi di sejumlah negara yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah masuknya musim dingin di sejumlah negara seperti China dan Eropa, hingga mulai menggeliatnya dunia industri yang mengakibatkan permintaan pada energi jadi melonjak.

Peningkatan permintaan yang terjadi pada batu bara berimbas kepada melonjaknya harga pada batu bara acuan (HBA) hingga mencapai angka tertingginya setelah lebih dari 10 tahun terakhir menjadi sebesar US$215,01 per ton atau naik 285,95% yoy.

Terbatasnya Pergerakan Industri Energi Fosil

Ilustrasi aktivitas pembakaran batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

Meski begitu, jika melihat strategi dan rencana pemerintah serta beberapa perusahaan yang bergelut pada sektor energi, diperkirakan bahwa pergerakan industri energi yang berbasis pada fosil termasuk batu bara didalamnya, akan mulai mengalami pergerakan yang mulai terbatas dimulai pada tahun 2022.

Pada bulan April 2022, pemerintah telah berencana untuk melakukan upaya disinsentif dengan memberlakukan pajak karbon bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) melalui mekanisme cap and tax. Melalui kebijakan tersebut, nantinya para perusahaan akan dikenakan tarif pajak sebesar Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COe2) atau satuan setara lainnya.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara juga menjelaskan bahwa pemberlakukan pajak karbon tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa Indonesia memang memiliki komitmen dalam bergerak maju menuju arah green ecnomoy dan net zero emission.

“Ini kita anggap sebagai langkah awal di dalam sektor yang sangat spesifik yang nantinya akan melebar sektornya di sektor yang bisa memberikan kontribusi kepada green economy Indonesia,” ujar Wamenkeu dalam keterangan resmi dikutip pada Kamis, 6 Januari 2022.

Selain itu, diperkirakan bahwa pembangunan pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil atau PLTU akan mulai semakin tersedak pada tahun 2022, hal tersebut dikarenakan adanya rencana pemerintah untuk melakukan pengurangan jumlah PLTU hingga bahkan pelarangan pembangunan PLTU baru yang akan dimulai pada tahun 2026 mendatang.

Pemerintah juga akan memensiunkan sejumlah PLTU dengan total kapasitas produksi sebesar 9,2 (Gigawatt/GW). Adapun rinciannya adalah sebanyak 5,5 GW akan diberhentikan, sedangkan sisanya 3,7 GW akan di konversi menjadi pembangkit listrik EBT yang ramah lingkungan.

Gelombang Transisi EBT

Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

Jika pemerintah telah mewacanakan berbagai aturan yang dinilai akan mulai membatasi aktivitas perkembangan pada bisnis usaha energi berbasis fosil, pada jenis energi yang bersumber dari non-fosil atau EBT, pemerintah telah merencanakan berbagai macam langkah strategis untuk mengakselerasi perkembangan pada sektor tersebut.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah meningkatkan anggaran investasi ESDM pada sektor EBT pada tahun 2022 sebesar US$5,6 miliar. Nilai tersebut tercatat melonjak hingga 79,69% dibandingkan dengan anggaran pada sektor EBT di tahun sebelumnya sebesar US$1,3 miliar.

Pemerintah juga telah memiliki roadmap secara jangka panjang hingga tahun 2060 dalam rangka menuju era bebas emisi melalui transisi penggunaan energi sesuai dengan rencana yang telah disepakati oleh sebagian besar negara-negara di dunia pada pertemuan Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) COP26 di Glaslow 2021 silam.

Adapun secara garis besar, rencana strategis yang akan dilakukan oleh pemerintah di tahun 2022 dalam upaya bertahap untuk memasuki masa transisi energi adalah dengan menargetkan pembangunan smelter hingga total 23 unit di tahun 2022.

Pembangunan smelter yang masif sangat dibutuhkan bagi Indonesia untuk meningkatkan angka produktivitas pengolahan raw material dalam negeri seperti tembaga, nikel, dan bauksit, sehingga diharapkan hal tersebut akan memberikan added value atau nilai tambah bagi negara ke depannya.

Selain itu, pemerintah juga optimistis dapat menjadi basis negara produsen baterai terbesar di ASEAN mengingat besarnya jumlah potensi sumber daya alam Indonesia pada nikel yang merupakan bahan dasar dari pembuatan baterai untuk electrical vehicle (EV) atau kendaraan listrik.

Dalam upaya mengakomodasi pertumbuhan kendaraan listrik pada roda empat (R4),  pemerintah telah menargetkan pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) hingga sebanyak 31.859 unit sampai 2030 nanti yang progresnya akan dimulai dari tahun 2022 ini.

Pemerintah juga berencana akan fokus untuk melakukan optimalisasi pengembangan terhadap pembangkit listrik non-fosil atau EBT seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah menargetkan pembangunan PLTS dengan total kapasistas sebanyak 3,41GW sampai dengan tahun 2025. Adapun potensi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari rencana tersebut ditaksir hingga sebesar 5,4 juta ton CO2.

Sedangkan hingga pada tahun 2030, pemerintah menargetkan pembangunan PLTS dalam skala besar dengan total jumlah kapasitas hingga sebesar 4,48 GW yang nantinya akan disalurkan untuk kebutuhan listrik pada Jawa-Madura-Bali (Jamali), Sumatra, dan Kalimantan

Adapun potensi reduksi atau pengurangan emisi GRK yang akan didapat dari rencana tersebut adalah hingga sebesar 6,97 juta ton CO2E.

Untuk realisasi jumlah kapasitas terpasang pada pengembangan PLTS per Juli 2021 adalah sebesar 35,56 Megawatt/MW, dengan kontributor terbesar berasal dari PLTS Atap Cola Cola di Cikarang yang merupakan PLTS terbesar di ASEAN saat ini.

Selain itu, dari sektor penggunaan listrik pada rumah tangga, pemerintah melalui PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN juga telah menyusun roadmap untuk melakukan konversi pada penggunaan kompor Liquified Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi dalam 10 tahun ke depan hingga sebanyak 15 juta pelanggan.

Sampai sejauh ini, capaian angka penggunaan kompor induksi pada tahun 2021 telah mencapai hingga 1 juta pelanggan dengan total konsumsi sebesar 984 (Gigawatt per Hour/GWh). Sedangkan untuk target menengah pada periode 2021 hingga 2025 mencapai 5 juta pengguna dengan konsumsi listrik sebesar 24,6 (Terawatt per Hour/TWh).

Selain dapat mengurangi jumlah produksi emisi GRK yang dihasilkan, upaya konversi dari kompor LPG menuju Kompor Induksi tersebut juga dinilai dapat memberikan manfaat secara ekonomis bagi negara. Hal tersebut mengingat pemerintah melakukan subsidi terhadap konsumsi LPG hingga sebesar Rp60 triliun per tahunnya.

Diharapkan, dengan dilakukannya sejumlah rencana dan langkah strategis pemerintah tersebut, Indonsia dapat mengakselerasi proses masa transisi yang saat ini dilakukan dalam menuju energi hijau sehingga dapat memberikan dampak yang juga positif terhadap lingkungan alam serta kelestarian bumi di masa yang akan datang.