<p>Kantor OJK</p>
Fintech

P2P Lending 2022: Tak Ada Lagi Status Terdaftar dan Direksi Harus Lulus Fit and Proper Test

  • Perkembangan industri fintech peer to peer (P2P) lending tak bisa dipandang sebelah mata. Hingga kini, fintech P2P lending telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp272,4 triliun sejak 2016
Fintech
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Perkembangan industri fintech peer to peer (P2P) lending tak bisa dipandang sebelah mata. Hingga kini, fintech P2P lending telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp272,4 triliun sejak 2016.

Tergolong sebagai industri baru, P2P lending sudah memiliki 71 juta peminjam (borrower) dan 789.000 pemberi pinjaman (lender) hingga saat ini. Dengan perkembangan yang signifikan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat industri ini sudah mampu untuk dibawa ke level selanjutnya.

“Kami sedang siapkan sejumlah aturan main baru. Masa belajar (P2P lending) sudah cukup, waktunya untuk menjadi lebih mapan,” kata Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Tris Yulianta dalam Fintech Lending Outlook 2022, Jumat 10 Desember 2021.

Ia membocorkan, beberapa aturan yang tengah digodok OJK antara lain terkait status perusahaan P2P lending. Saat ini, status P2P lending legal masih terbagi dua yaitu terdaftar dan berizin. Tahun depan, OJK akan mewajibkan seluruh penyelenggara P2P lending untuk mendapatkan status berizin.

Selain itu, OJK juga akan mengatur ulang perihal modal inti minimum. Tak hanya memperketat urusan administrasi dan permodalan, Tris juga mengatakan bahwa pengurus P2P lending harus lulus fit and proper test

“Saya yakin jajaran direksi sudah siap dengan semua aturan ini nantinya,” tambah dia.

Sepakat dengan wacana itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah mengatakan industri tak merisaukan seberapa jumlah pemain yang ada. Justru, AFPI melihat lebih baik jumlahnya tak banyak tetapi semua sudah berstatus berizin.

Saat ini, dari 104 yang sudah berizin dan terdaftar, masih ada 3 perusahaan yang berstatus terdaftar. Ia berharap, ketiga perusahaan bisa mendapatkan kepastian perizinan dari OJK akhir tahun ini.

“Kita membutuhkan kategori penyelenggara P2P lending itu kalau bisa satu saja, yang berizin saja. Jadi kita di masyarakat tinggal bilang berizin atau tidak berizin. Kalau sekarang kan ada status berizin, terdaftar, ilegal. Apa bedanya ilegal dengan terdaftar, terdaftar dan berizin? Itu cukup membingungkan,” ujar Kus beberapa waktu lalu.

Kategori berizin dan tidak berizin dinilai lebih sederhana untuk edukasi dan juga sebagai upaya pemberantasan pinjaman online (pinjol) ilegal. Untuk itu, AFPI bersama industri mendorong adanya regulasi melalui Undang-Undang yang mengatur ketentuan perizinan penyelenggara P2P lending.

“Kalau bisa dimasukkan satu pasal yang menyatakan hanya fintech yang berizin OJK yang boleh menjalankan usaha pinjam meminjam online. Kalau tidak ada, tindak pidana dengan hukuman penjara dan seterusnya,” ujar Kus.