Screenshot_2022-11-24-13-10-18-422_com.google.android.youtube.jpg
Nasional

PPh 21 Terungkit di Tengah Badai PHK, Mengapa?

  • Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan realisasi penerimaan pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 justru mencatatkan pertumbuhan yang tinggi. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal belakangan ini.
Nasional
Debrinata Rizky

Debrinata Rizky

Author

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan realisasi penerimaan pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 justru mencatatkan pertumbuhan yang tinggi. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal belakangan ini.

Sri Mulyani merinci lebih jauh, dari sisi penerimaan maupun belanja, termasuk penerimaan pajak. Hingga Oktober 2022, penerimaan pajak telah mencapai Rp1.448 triliun atau bertumbuh 51,8% (year-on-year/yoy) dan telah memenuhi target sebesar 97,5% dari target.

Sedangkan PPh 21 atau pajak dari penghasilan orang pribadi berkontribusi sebesar 9,9% terhadap total penerimaan pajak, sehingga penerimaan PPh 21 pada Januari hingga Oktober 2022 itu tumbuh hingga 21% (yoy).

"PPh 21 mengalami pertumbuhan 21% dibandingkan tahun lalu yang hanya 2,7%. PPh 21 ini adalah PPh karyawan," katanya dalam konferensi pers APBN KITA, dilansir Jumat, 25 November 2022

Namun ditengah naiknya Pph Pasal 21 ditengah fenomena PHK diakui Sri Mulyani tidak sejalan. Alasannya, melihat dari setoran pajak yang meningkat menunjukkan bahwa para pekerja tetap ada yang bekerja dan perpenghasilan dan belum berdampak pada Pph pasal 21 di bulan Oktober 2022.

Menkeu menyebut kondisi ini memang menjadi sensitif dan kikuk jika membandingkan dengan beberapa isu mengenai PHK yang bergulir.

"Kalau kami lihat PPh 21 yang meningkat 21% berarti ada karyawan yang memang bekerja dan mendapatkan pendapatan, dan kemudian perusahaannya membayar PPh 21," lanjutnya

Badai PHK

Bendahara negara ini menyebut fenomena badai PHK disebabkan oleh negara maju yang menaikkan suku bunga secara agresif untuk mengendalikan permintaan.

Hal ini jelas mempengaruhi perusahaan yang mengandalkan ekspor terutama di Indonesia yang paling terdampak karena mengalami penurunan permintaan. Industri TPT, alas kaki, termasuk elektronik itu juga akan terpengaruh.

"Barang-barang ekspor Indonesia terutama TPT dan alas kaki itu yang biasanya menjelang akhir tahun meningkat di negara maju karena mau menjalani natal dan tahun baru, dengan adanya langkah agresif dari bank sentral memang demand-nya dikendalikan," katanya.

Langkah Pemerintah

Terkait PHK Menkeu mengaku mulai menyiapkan instrumen yang tepat untuk meringankan beban para karyawan yang terdampak badai PHK. Instrumen yang ia maksud misal pada buruh menggunakan Kemnaker atau BPJS Ketenagakerjaan.

Dari sisi korporasi apakah menggunakan Pph 25, Kemenkeu akan terus menggodok hal tersebut lebih dalam. Jika melihat data Kemenkeu sampai Oktober 2022 diakui terdapat tekanan terutama untuk TPT atau industri tekstil dan produk tekstil.

Hingga saat ini Menkeu akan berkomunikasi dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), serta BPJS Ketenagakerjaan.

Sebelumnya badai PHK terjadi dalam beberapa waktu terakhir di berbagai sektor usaha. Para pekerja di sektor padat karya, seperti tekstil, dilaporkan terkena PHK sebagai imbas dari kondisi ekonomi global yang berpengaruh ke permintaan ekspor.

Selain itu, sektor teknologi pun melanda sejumlah perusahaan. Misalnya, PT Shopee Indonesia, PT Goto Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO), hingga yang terbaru Ruangguru.