Paceklik BUMN (Serial 2): Jatah Kursi Komisaris bagi Pendukung Jokowi
Laporan khusus bagi-bagi kursi direksi dan komisaris saat terjadi paceklik BUMN.
Nasional
JAKARTA – Tidak lama setelah Abdee Negara Nurdin alias Abdee “Slank” menduduki posisi komisaris di PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), media sosial Twitter diramaikan dengan tanda pagar (tagar) alias hashtag #BismillahKomisaris.
Kelakar berbalut sarkastis itu dilontarkan warganet usai mengetahui Abdee Slank secara terbuka mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada kontestasi pemilihan presiden 2019 lalu. Abdi diketahui bergabung sebagai Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin.
Hal ini memunculkan pertanyaan soal bongkar pasang kursi direksi-komisaris di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang gencar dilakukan sang menteri, Erick Thohir. Mantan Bos Inter Milan ini menuai kritik tajam akibat dituding menerapkan politik balas budi.
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
- Pemberdayaan Perempuan di Perusahaan Jepang Masih Alami Krisis Pada Tahun 2021
Erick juga menyisakan kursi untuk “anak buahnya” Arya Sinulingga sebagai komisaris Telkom Indonesia. Meski sorotan politik balas budi ini baru mencuat beberapa waktu ini, namun kursi komisaris-direksi di tubuh BUMN yang diberikan kepada relawan Jokowi sudah lama terjadi.
Obral Kursi
Penelusuran TrenAsia.com, fenomena ini terjadi tidak lama setelah Jokowi resmi menjabat sebagai Presiden Indonesia di awal periode pertama. Pada awal kepemimpinannya, Jokowi menunjuk Fadjroel Rachman yang merupakan anggota tim pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla menjadi Komisaris di PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI).
Fadjroel tidak sendiri, Ketua Umum Barisan Relawan Jokowi (Bara JP) Viktor S. Sirait pun tidak lama mengisi kursi komisaris PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) tidak lama setelah Jokowi dilantik.
Kemudian, tiga politikus pendukung Jokowi, antara lain Ramin Nasution, dan Cahaya Dwi Rembulan menyusul untuk duduk di kursi komisaris PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) pada tahun yang sama.
Masih dari klaster perbankan, ada Rizal Ramli, Pataniari Siahaan, Revrison Baswir, dan Anny Ratnawati yang sempat menempati komisaris PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).
- Tidak Mampu Bayar Kupon Global, BEI Gembok Saham Garuda Indonesia
- Basis Investor Ritel Menguat, Kemenkeu Optimis SBN Ritel Diburu Investor
- 23 Perusahaan Antre IPO: Pak Erick, Masih Belum Ada BUMN di Daftar BEI
Sejumlah pengamat yang mendukung rancangan kebijakan Jokowi juga mendapat tempat di perusahaan pelat merah. Pengamat hukum Refly Harun diketahui menempati komisaris PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) dan ekonom Hendri Saparini di Telkom Indonesia.
Di periode keduanya, bongkar pasang kursi komisaris BUMN ini kembali terjadi. Selain Abdee Slank dan Arya Sinulingga, sejumlah alumnus TKN Jokowi-Maruf kini duduk di kursi sejumlah perusahaan pelat merah.
Ada nama Ulin Ni’am Yusron yang mengisi kursi PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero), Eko Sulistyo di PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, Kristia Budiyarto di PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni.
Lalu, Mustar Bona Ventura yang mengisi kursi PT Dahana (Persero), Ketua Umum Sedulur Jokowi Paiman Raharjo di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS), hingga Budiman Sudjatmiko di PT Perkebunan Nusantara V (Persero) atau PTPN V. Ada pula nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero).
Kilau Gaji Komisaris
Menanggapi fenomena lama yang berulang ini, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai mekanisme pemutusan komisaris BUMN banyak yang sudah bermasalah sejak awal. Pasalnya, penunjukan komisaris yang berasal dari pendukung Jokowi ini tidak berdasarkan prinsip good corporate governance (GCG).
“Komisaris BUMN ini, terutama yang tidak Tbk, banyak yang penjualannya hanya lewat sepucuk surat terus bisa jadi pejabat BUMN. Enggak sedikit juga yang hanya melalui telepon, langsung ditunjuk, ini kan tidak ada prinsip GCG (good corporate governance)-nya,” kata Agus dalam diskusi virtual, Rabu, 16 Juni 2021.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- Tandingi Telkomsel dan Indosat, Smartfren Segera Luncurkan Jaringan 5G
- Bangga! 4,8 Ton Produk Tempe Olahan UKM Indonesia Dinikmati Masyarakat Jepang
Agus menilik sejumlah alasan yang melatar belakangi menjamurnya pendukung Jokowi di kursi BUMN. Menurutnya, faktor gaji yang tinggi di perusahaan pelat merah menjadi daya tarik utama yang sulit dielakkan.
Berikut penelusuran, nilai gaji, tunjangan, dan tantiem dari sejumlah BUMN yang menjadi penyumbang tertinggi dividen ke penerimaan negara melalui laporan keuangan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun buku 2020.
BUMN | Jumlah Komisaris | Total Pengeluaran Gaji + Tunjangan | Rata-rata gaji per orang/ per tahun | Total Tantiem | Rata-rata Tantiem per orang/ per tahun |
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) | 10 | Rp43,74 miliar | Rp4,3 miliar | Rp103,58 miliar | Rp10 miliar |
PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) | 9 | Rp96,0 miliar | Rp10,6 miliar | Rp6,06 miliar | Rp673 juta |
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) | 10 | Rp57,02 miliar | Rp5,7 miliar | Rp113,63 miliar | Rp11,63 miliar |
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) | 10 | Rp19,97 miliar | Rp1,9 miliar | Rp55,41 miliar | Rp5,41 miliar |
Dengan nilai gaji serta tantiem selangit, Arif menyebut tidak heran bagi pihak yang telah “berkorban” saat pemilihan presiden ingin menduduki kursi komisaris BUMN. “Sampai miliaran itu, makanya kursi ‘empuk’ ini jadi incaran,” ujarnya.
Tidak Sesuai Kompetensi
Bongkar pasang komisaris BUMN yang tidak sesuai kompetensinya ini meninggalkan implikasi negatif terhadap kinerja perusahaan. Oleh karena itu, Arif mendorong Erick Thohir untuk tidak mengobral kursi komisaris dan lebih mengutamakan kapabilitasnya.
“Di BUMN itu ada yang komisarisnya galak banget karena ingin menunjukkan kemampuannya, padahal kemampuannya nol. Ada juga yang jadi komisaris, terima gaji, tapi enggak pernah rapat, bagaimana bisa kita meng-upgrade BUMN?” keluh Arif.
Tidak cukup sampai di sana, rangkap jabatan masih jadi permasalahan yang mengakar di tubuh BUMN. Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko menyebut rangkap jabatan pejabat publik di kursi komisaris BUMN ini semakin memperkeruh keadaan.
Selain kinerja yang tidak akan maksimal, rangkap jabatan ini berpotensi menghadirkan konflik kepentingan di tubuh BUMN. Menurut catatan TII, terdapat 249 birokrat yang juga duduk sebagai komisaris BUMN. Birokrat itu paling banyak berasal dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian BUMN, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Tidak akan jelas fungsi pengawasan dari seorang komisaris bila menjabat juga di kementerian. Selain double salary, ini jadi masalah yang bisa menimbulkan konflik kepentingan pada pengambilan aksi korporasi BUMN atau kebijakan pemerintah,” kata Danang dalam sebuah dialog, Rabu, 16 Juni 2021.
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- Cegah Ledakan Kasus COVID-19, Pemerintah Geser dan Hapus Hari Libur Nasional Ini
- Penyaluran KPR FLPP: BTN Terbesar, Tiga Bank Daerah Terbaik
Danang mengambil contoh konflik kepentingan dari rangkap jabatan kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang juga mengisi posisi komisaris Bank Mandiri. Dua tempat bekerja yang selaras itu dinilai Danang memiliki potensi konflik kepentingan yang tinggi.
Danang pun mendorong Kementerian BUMN lebih transparan dalam proses rekrutmen komisaris perusahaan pelat merah. Rekrutmen yang selama ini dijalankan, kata Danang, tidak transparan sehingga berakibat pada banyaknya pejabat BUMN yang tersandung kasus korupsi.
Menurut catatan, sebanyak 156 pejabat BUMN tersandung kasus korupsi pada 2015-2020. Hal inilah yang kemudian harus diperbaiki Kementerian BUMN dengan lebih selektif serta transparan dalam menunjuk komisaris perusahaan pelat merah. (SKO)
Artikel ini merupakan serial terakhir laporan khusus bersambung sebelumnya berjudul “Paceklik BUMN.“