Pajak Loyo, Cukai Rokok Bisa Jadi Harapan
JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan cukai hasil tembakau (CHT) masih berpotensi menyelamatkan penerimaan negara. Meskipun ikut loyo diterpa pandemi, pemerintah justru menaikan target penerimaan CHT sebesar 4,8% year on year (yoy) pada 2021 mendatang. Artinya, target CHT naik menjadi Rp172,8 triliun dari sebelumnya Rp164,9 triliun. “CHT […]
Industri
JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan cukai hasil tembakau (CHT) masih berpotensi menyelamatkan penerimaan negara.
Meskipun ikut loyo diterpa pandemi, pemerintah justru menaikan target penerimaan CHT sebesar 4,8% year on year (yoy) pada 2021 mendatang. Artinya, target CHT naik menjadi Rp172,8 triliun dari sebelumnya Rp164,9 triliun.
“CHT idealnya bisa jadi penyelamat anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN), minimal tidak minus,” kata Huda, dalam webinar secara virtual, Kamis, 3 Agustus 2020.
Padahal, Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan produksi rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) justru kontraksi masing-masing hingga 13,3% yoy dan 24% yoy.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Namun, produksi rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) mengalami pertumbuhan hingga 12,5% yoy.
Meskipun dinilai menghimpit industri hasil tembakau (IHT), DJBC mengaku telah mempertimbangkan empat hal terkait kenaikan tarif, yaitu konsumsi, penerimaan negara, serapa tenaga kerja, dan peredaran rokok ilegal.
Beban yang sama juga dikenakan pada pos penerimaan negara lain yakni perpajakan. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyatakan realisasi penerimaan pajak dalam Perpres 72/2020 senilai Rp1.404,5 triliun kemungkinan akan lebih rendah.
“Kemungkinan revisi dari pertumbuhan ekonomi 2020 yang menurun, maka kita juga perkirakan penerimaan pajak akan mengalami revisi sedikit di bawah, dibandingkan yang ada di dalam Perpres 72,” jelas Sri Mulyani dalam rapat dengan Banggar DPR, Selasa, 1 September 2020.
Sehingga, tahun depan, Sri Mulyani menargetkan peningkatan penerimaan pajak hingga 5,5% dari target dalam Perpres 72 Tahun 2020, menjadi sebesar Rp 1.481,9 triliun.