Pak Ahok, Kok Bisa Pertamina Rugi Sampai Rp11 Triliun Cuma 6 Bulan?
Sepanjang semester I 2020 Pertamina menghadapi triple shock sekaligus.
Industri
JAKARTA – Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok disorot warganet lantaran kinerja holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas itu rugi hingga Rp11 triliun.
Nama Ahok dan Pertamina menjadi trending topic di Twitter pada Selasa, 25 Agustus 2020. Netizen menyorot kinerja Pertamina setelah bekas Gubernur DKI Jakarta itu menjabat sebagai komisaris utama.
Kinerja Pertamina memang terjungkal. Pertamina harus menderita rugi bersih sebesar US$767,92 juta setara dengan Rp11,2 triliun (kurs Rp14.600 per dolar Amerika Serikat) pada semester I-2020.
Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya, operator migas nasional ini berhasil menorehkan laba bersih hingga US$659,96 juta setara Rp9,6 triliun.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, penurunan laba terjadi akibat pendapatan usaha yang merosot sekitar US$5 miliar. Penjualan Pertamina anjlok drastis hingga 19,84% menjadi hanya US$20,48 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya US$25,55 miliar.
Penyebabnya adalah lemahnya pembelian minyak dalam negeri yang tercatat turun hingga 20,9% menjadi US$16,56 miliar. Sedangkan, beban produksi hulu dan lifting melambung sampai US$50 juta atau setara Rp730 miliar. Hal ini tentu disusul dengan kenaikan beban operasional hingga US$157,3 juta atau sebanyak Rp 2,29 triliun.
VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan sepanjang semester I-2020 pihaknya menghadapi triple shock sekaligus. Tiga terpaan tersebut yakni penurunan harga minyak mentah dunia dan penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Ditambah adanya pergerakan nilai tukar dolar yang menyebabkan selisih kurs yang cukup signifikan.
“Pandemi COVID-19, dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina. Dengan penurunan demand, depresiasi rupiah, dan crude price yang berfluktuasi yang sangat tajam membuat kinerja keuangan sangat terdampak,” ujar Fajriyah dalam keterangan resmi di Jakarta.
Menurutnya, penurunan demand tersebut terlihat pada konsumsi BBM secara nasional sampai Juni 2020 hanya sekitar 117.000 kilo liter (KL) per hari. Nilai ini turun 13% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 yang tercatat 135.000 KL per hari. Bahkan, pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), beberapa kota besar mengalami penurunan demand mencapai 50%-60%.
Optimisme Perusahaan
Kendati berada di tengah tantangan pandemi, Fajriyah mengaku optimistis dan tetap konsisten menjaga operasional perusahaan serta ketahanan energi. Dengan begitu, target kinerja yang positif di akhir tahun dapat tercapai.
“Namun, Pertamina optimis sampai akhir tahun akan ada pergerakan positif sehingga diproyeksikan laba juga akan positif. Mengingat perlahan harga minyak dunia sudah mulai naik dan juga konsumsi BBM baik industri maupun retail juga semakin meningkat,” ujar Fajriyah.
Ia menambahkan, optimisme perusahaan pelat merah ini juga berdasarkan dari pencapaian kinerja positif pada laba operasi Juni 2020 sebesar US$443 juta dan EBITDA sebesar US$2,61 miliar. Baginya, itu menunjukkan kegiatan operasional perseroan tetap berjalan baik.
Untuk itu, lanjut Fajriyah, Pertamina telah melakukan sejumlah inisiatif untuk perbaikan internal dengan tetap melakukan penghematan sampai 30%. Tak hanya itu, operator migas milik negara ini juga melakukan skala prioritas rencana investasi. Lalu, renegosiasi kontrak eksisting serta refinancing juga akan diberlakukan.
“Pertamina juga terus meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) sehingga menurunkan tekanan kurs dan bisa menekan biaya secara umum,” imbuhnya. (SKO)