Pakar Hukum: Kasus Donasi Rp2 Triliun Akidi Tio Tak Ada Unsur Pidana
- Menurut pakar hukum Universitas Indonesia Ganjar Laksmana Bonaprapta menilai bahwa kasus donasi Rp2 triliun tersebut tidak memiliki unsur tindak pidana.
Nasional
JAKARTA -- Percakapan publik seputar kasus sumbangan Rp2 triliun Akidi Tio dan keluarga terus menggelinding bahkan menimbulkan ledekan dan kontroversi di tengah masyarakat.
Namun pakar hukum Universitas Indonesia Ganjar Laksmana Bonaprapta menilai bahwa kasus donasi Rp2 triliun tersebut tidak memiliki unsur tindak pidana.
"Menurut saya tidak ada tindak pidana yang terjadi dalam peristiwa itu. Kalau dicari-cari pasalnya, jangan-jangan setiap perbuatan bisa dipidana," ujarnya dalam sebuah keterangan di Jakarta, Rabu, 4 Agustus 2021.
Menurut dia, kalaupun terbukti keluarga Akidi Tio berbohong mengenai sumbangan triliunan tersebut maka hal itu tidak termasuk dalam perkara pidana.
- Laptop for Schools Controversy in Indonesia (Serial 2): Wrong Timing and Corruption Opportunities
- Belanja Vaksin COVID-19 Capai Rp11,72 Triliun, Kemenkeu Optimistis 65 Juta Dosis Tersedia
- Kemenkeu Pastikan Telah Membayar Klaim Perawatan COVID-19 Sebesar Rp25,45 Triliun
Hal itu ditegaskan Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu, bahwa dalam kasus itu, kepolisian akan kesulitan menentukan unsur pidana.
Unsur pidana yang dimaksud dalam kasus ini adalah penyampaian berita bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Ihwal Penyebaran Berita Bohong.
Bunyi Pasal 14 demikian: "Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun."
Sementara Pasal 15 berbunyi: "Barangsiapa menyiarakan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun."
Menurut Erasmus, dalam kasus donasi Rp2 triliun, hampir tidak ada unsur pidana dimana keluarga Akidi Tio menyebarkan berita bohong karena sumbangan itu bersifat hibah untuk pribadi Kapolda Sumatra Selatan Irjen Pol Eko Indra Heri.
"Polisi akan sangat sulit membuktikan penyiaran berita bohongnya karena harusnya ada kewajiban untuk memverifikasi. Ini adalah sumbangan, orang batal menyumbang bukanlah berita bohong, karena tidak ada ketuntungan yang timbul. Kecuali ada hitam di atas putih, lantas hibah bersifat tidak wajib," ujar Erasmus dalam sebuah keterangan, Selasa, 3 Agustus 2021.
Sementara, lanjut dia, ketentuan keonaran dalam masyarakat tidak hanya menimbulkan kegaduhan, melainkan juga masalah besar di masyarakat. Dan dalam kasus sumbangan, keluarga Akidi Tio tidak menimbulkan masalah apapun di masyarakat.
"Pidana itu tidak bicara pembuat berita bohong, karena orang itu harus tahu atau menduga berita itu bohong. Dia menyiarakan berita bohong dengan konteks untuk menimbulkan keonaran," pungkasnya.
Erasmus justru menilai bahwa yang bertindak ceroboh dalam kasus ini adalah kepolisian. Pasalnya, mereka tidak melakukan verifikasi terlebih dahulu mengenai dana sumbangan itu, termasuk melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Tidak ada unsur pidana sama sekali. Kalau polisi malu, kembali lagi ke masalah verifikasi. Dalam kasus ini polisi sebagai penyebar informasi kepada publik perihal penyerahan bantuan secara simbolis. Kalau dia (polisi) mengklaim keonaran, yang dipidana adalah yang menyiarkan," tandasnya.
Adapun anak Akidi Tio, Heryanti, yang menyerahkan secara simbolis uang Rp2 triliun dikabarkan sedang sakit polip sejak Selasa, demikian informasi dari Disway.id.
Heryanti adalah anak bungsu Akidi Tio yang menyerahkan uang kepada Kapolda Eko bersama suaminya, dan disaksikan oleh Dokter Hardy Dermawan yang merupakan dokter keluarga mereka turun temurun.
Belum Tersangka
Pada Senin, 2 Agustus, Haryanti dipanggil Polisi untuk diperiksa di Mapolda Sumsel selama kurang lebih sembilan jam.
Heryanti, kata Polisi, untuk sementara belum ditetapkan sebagai tersangka, untuk menepis sejumlah isu yang beredar di media massa. Heryanti dipanggil untuk memberikan informasi mengenai proses pencairan uang.
Heryanti menyebut bahwa uang tersebut masih tersimpan di sebuah bank di Singapura dan sedang dilakukan pencairan.
Menurut informasi yang dihimpun Disway.id, anak Akidi Tio ini juga terlilit utang dengan seorang pengusaha di Jakarta sebesar Rp3 miliar. Katanya dipinjam untuk menjalankan binis pengadaan barang dan jasa.
Selain itu, Heryanti juga mengutang Rp6 miliar ke Ju Bang Kioh, seorang pengusaha Tionghoa di Jakarta, yang pernah mengadukan Heryanti ke Polda Metro Jaya.
Lagi-lagi, utang itu katanya dipakai untuk menjalankan bisnis pengadaan barang dan jasa, termasuk ke Istana.
Namun, menurut Dahlan Iskan, diduga kuat bahwa uang Rp9 miliar itu dipergunakan Heryanti untuk membayar pengacara agar uang ayahnya yang tersimpan rapi di bank Singapura bisa diambil segera.
Sayangnya, bertahun-tahun, harta karun keluarga Akidi Tio tak bisa diambil. Ada persoalan pelik yang membayangi uang itu.*