Ahmad Luthfi (kiri) dan Taj Yasin Maimoen saat pendaftaran peserta Pilgub Jateng 2024.
Nasional

Pakar UNS: Kemenangan Luthfi Bukan Sekadar Faktor Jokowi

  • Sunny mengakui pengaruh Jokowi dapat memberikan “dorongan awal.” Namun faktor-faktor seperti kredibilitas kandidat, isu lokal, strategi kampanye, dan kebutuhan masyarakat setempat dinilai jauh lebih berperan dalam menentukan hasil akhir. 

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Pilkada Serentak 2024 telah dilaksanakan pada Rabu, 27 November 2024. Dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah 2024, terdapat dua pasangan calon yang bertarung, yaitu Andika Perkasa-Hendrar Prihadi dan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen.

Diketahui, Andika dan Hendrar mendapat dukungan dari PDIP untuk mencalonkan diri dalam Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2024. PDIP sendiri menguasai Jawa Tengah sejak Pemilu 1998 hingga Pemilu 2024. Pada Pemilu 2024, PDIP memperoleh 5.270.261 suara dan menguasai 33 kursi di DPRD Jateng.

Di sisi lain, Luthfi dan Yasin didukung oleh koalisi besar yang terdiri dari sembilan partai politik dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. Partai-partai tersebut meliputi Nasdem, PKS, PAN, PKB, Golkar, Gerindra, PPP, Demokrat, dan PSI. Gabungan suara partai pengusung ini mencapai 13.772.832 suara dalam Pemilu 2024, dengan total 87 kursi di DPRD Jateng.

Menariknya, pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen ini juga mendapat endorsement (pengaruh dukungan) dari mantan Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto.

Hasil hitung cepat atau quick count yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen unggul dibanding pasangan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi. Yang artinya, PDIP Perjuangan (PDIP) kalah dalam hasil quick count Pilkada 2024.

Pengamat politik Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sunny Ummul Firdaus, menilai kemenangan kandidat dalam Pilkada tidak semata-mata bergantung pada dukungan dari Jokowi atau Prabowo. 

Sunny mengakui pengaruh mereka dapat memberikan “dorongan awal.” Namun faktor-faktor seperti kredibilitas kandidat, isu lokal, strategi kampanye, dan kebutuhan masyarakat setempat dinilai jauh lebih berperan dalam menentukan hasil akhir. 

Dukungan dari Jokowi atau Prabowo hanyalah salah satu elemen dalam strategi yang lebih luas. Dari beberapa survei, Sunny melihat Andika-Hendi dinilai kurang dalam bersosialisasi dengan masyarakat. 

"Survei mencatat 2,1% responden menyatakan pasangan ini kurang bersosialisasi, 0,8% menganggap mereka kurang merakyat, dan 0,6% menyebutkan mereka kurang dikenal,” ujarnya kepada TrenAsia.com, Kamis, 28 November 2024. 

Selain itu, pasangan Luthfi-Yasin didukung oleh koalisi partai besar seperti Gerindra, PKB, Golkar, PPP, PKS, Demokrat, PAN, dan NasDem. Sehingga, ada keuntungan signifikan dalam mobilisasi pemilih dan penggalangan suara.

Faktor persepsi publik dan identitas kandidat juga jadi kekuatan. Sunny menyebut beberapa survei menunjukkan 16% responden menganggap Luthfi-Yasin memiliki kelebihan dalam hal identitas, seperti sebagai putra daerah dan afiliasi agama atau etnis tertentu. Sementara Andika-Hendi hanya 5%.

Partai pengusung Andika dan Hendrar menghadapi tantangan besar, terutama dalam konsolidasi internal dan dinamika politik internal partai. “Hal ini menurut saya bisa memengaruhi efektivitas kampanye dan mobilisasi pemilih. Kombinasi faktor-faktor menurut saya berkontribusi pada kekalahan Andika-Hendi dalam Pilkada Jawa Tengah 2024,” jelasnya. 

Adapun, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, menyampaikan kekecewaannya terhadap Pilkada Serentak 2024 dan kekalahan calon yang diusung di daerah basis massa. 

“Pilkada 2024 telah menjadi tontonan demokrasi yang kini terancam mati akibat menghalalkan segala cara dan alat negara. Hal ini terlihat di beberapa wilayah yang saya amati secara terus-menerus, seperti Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, hingga Sulawesi Utara dan provinsi lainnya,” ujarnya.

Diketahui, wilayah-wilayah ini telah menjadi basis massa PDI Perjuangan dalam beberapa pemilu terakhir, terutama di Jawa Tengah yang dikenal sebagai kandang banteng.

“Di Jawa Tengah misalnya, saya mendapatkan laporan betapa masifnya penggunaan penjabat kepala daerah, hingga mutasi aparatur kepolisian demi tujuan politik electoral. Ini tidak boleh dibiarkan lagi,” ungkap Megawati. 

Dia menyatakan dirinya sangat mengenal Jawa Tengah, di mana dia pernah terpilih sebagai anggota DPR sebanyak tiga kali.

 “Jawa Tengah bukan hanya kandang banteng, namun menjadi tempat persemaian gagasan nasionalisme dan patriotisme. Saya melihat energi pergerakan rakyat, simpatisan, dan kader yang militan dan seharusnya tidak akan terkalahkan jika pilkada dilakukan secara fair, jujur, dan berkeadilan,” katanya.