<p>Perusahaan jasa pengantaran logistik PT Tri Adi Bersama (AnterAja), anak usaha PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) / Dok. AnterAja</p>
Fintech

Pakeeet! Kue Bisnis Start Up Logistik Kini Makin Legit

  • Setelah perusahaan e-commerce, teknologi finansial (fintech), dan berbagi tumpangan (ride-hailing) yang kebanjiran investasi, kini giliran start up logistik juga jadi primadona.

Fintech

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Industri e-commerce di Indonesia telah meningkat dengan pesat sejak pandemi COVID-19. Hampir setengah dari populasi Indonesia menggunakan teknologi digital untuk kebutuhan sehari-hari, menjadikan industri ini memiliki potensi tinggi untuk terus bertumbuh. 

Bank Indonesia (BI) memproyeksi nilai transaksi e-commerce mencapai Rp395 triliun pada 2021. Sementara konsultan manajemen McKinsey & Company memproyeksikan pasar e-commerce Indonesia pada 2022 akan tumbuh menjadi US$55 miliar hingga US$65 miliar atau setara dengan Rp808 triliun hingga Rp955 triliun.

Seiring tren belanja online yang terus tumbuh, salah satu sektor yang kecipratan berkahnya adalah industri ekspedisi. Ditambah lagi, industri ekspedisi dan logistik tergolong sektor esensial yang bebas menjalankan usahanya sekalipun di masa pembatasan aktivitas masyarakat.

Beberapa pemain besar di industri ekspedisi mengamini hal tersebut. PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir alias JNE menyatakan ikut kebagian berkah dari pesatnya perkembangan perdagangan daring melalui e-commerce di Indonesia.

Sejak menjamur pada 2010, e-commerce telah berhasil mengungkit jumlah pengiriman JNE hingga 30%. Pertumbuhan tersebut, kata VP of Marketing JNE Eri Palgunadi, berlangsung konsisten tiap tahunnya hingga saat ini.

“Ditambah lagi dengan adanya perubahan perdagangan elektronik tersebut maka pola berbelanja masyarakat dari offline ke online, maka distribusi barang akan tetap dibutuhkan,” kata Eri pada TrenAsia.com, Rabu 22 September 2021.

Sangking suburnya, industri ekspedisi berhasil memiliki satu unicorn yakni J&T Express. Seperti saudaranya JNE, J&T juga mengakui pertumbuhan bisnis e-commerce ikut mendongkrak volume pengiriman perusahaan.

CEO J&T Express, Robin Lo menyatakan, saat ini pengiriman J&T Express pun didominasi dari transaksi e-commerce hingga mencapai 70%. 

“Dikarenakan tren market saat ini lebih banyak berbelanja secara online dan menggunakan platform marketplace tentunya mitra e-commerce merupakan partner yang dapat menunjang kebutuhan satu sama lain,” kata Robin beberapa waktu lalu.

Manisnya bisnis ekspedisi tak hanya menggairahkan bagi pemain-pemain besar, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo) M. Feriadi menyampaikan, jumlah pelaku usaha jasa pengiriman cepat meningkat cukup pesat. 

Secara nasional, Asperindo tercatat memiliki 367 anggota. Ia melihat, perkembangan industri ekspedisi saat ini makin marak dan berimbas pada variatifnya perusahaan dan layanan yang bisa dipilih oleh konsumen. 

"Kami lihat dalam satu tahun ini terdapat penambahan jumlah menjadi anggota Asperindo lebih kurang sebanyak 50 perusahaan," jelas Feriadi.

Tentu saja, fenomena belanja online menjadi salah satu motor penggerak industri ini. Asperindo mencatat, volume pengiriman rerata nasional sepanjang semester I-2021 tumbuh 30% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

"Secara nasional tumbuh sekitar 30 persen. Artinya,  kue-nya menjadi lebih besar untuk kiriman lokal atau dalam kota," sambung dia.

Dilirik Konglomerasi dan Investor

Dengan prospek yang menjanjukan, tak heran jika konglomerat dan investor pun berbondong-bondong melirik bisnis ini. Setelah perusahaan e-commerce, teknologi finansial (fintech), dan berbagi tumpangan (ride-hailing) yang kebanjiran investasi, kini giliran start up logistik juga jadi primadona.

Investor pun merambah ke beragam model bisnis start up logistik, baik Business to Costumer (B2C), Costumer to Costumer (C2C), Business to Business (B2B) maupun gabungan (B2B2C). Konglomerasi bahkan telah membuktikan, bisnis jasa antar cepat mampu membuat kinerja emiten logistik positif. 

Contohnya, PT Tri Adi Bersama (Anteraja) menjadi kontributor terbesar terhadap pendapatan PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA). Emiten ini merupakan bagian dari Triputra Group milik konglomerat T.P. Rachmat.

Selain itu, PT SiCepat Ekspres Indonesia (SiCepat) juga diketahui menggenggam 4,5% saham PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX), anak perusahaan PT NFC Indonesia Tbk (NFCX), Grup PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS).

SiCepat tercatat punya sederet investor seperti Prajogo Pangestu, pemilik Grup Barito dan Pandu Sjahrir, Komisaris BEI dan Komisaris SEA Group Indonesia.  Ada pula PT Lion Express alias Lion Parcel milik Rusdi Kirana. Rusdi Kirana merupakan pemilik maskapai penerbangan Lion Air. 

Menghimpun dari berbagai sumber, berikut adalah kinerja sejumlah perusahaan ekspedisi di Indonesia: 

AnterAja

Sepanjang semester I-2021, bisnis AnterAja meroket 269,9%. AnterAja tercatat menyumbang pendapatan sebesar Rp982,3 miliar atau 47% dari total pendapatan perseroan senilai Rp2,11 triliun, tumbuh dobel digit sebesar 50,4% year on year (yoy) dari semula Rp1,40 triliun.

Pada 2019, volume pengirimannya baru mencapai 100 ribu paket per hari. Kemudian pada tahun berikutnya, 2020 volume pengiriman meningkat tiga kali lipat menjadi 300 ribu paket per hari. Tahun ini, AnterAja menargetkan pengiriman sebanyak 1 juta paket per hari.

Berkembangnya AnterAja kemudian menimbulkan pertanyaan, apakah ASSA telah menyiapkan langkah untuk melakukan penawaran umum saham perdana (intial public offering/ IPO) anak usahanya tersebut.

“Sudah banyak yang minat dan bertanya kapan AnterAja IPO, tapi kami tidak mau buru-buru. Kami mau bangun dulu volumenya,” kata Presiden Direktur ASSA, Prodjo Sunarjanto dalam Public Expose 2021, Selasa 7 September 2021.

Ia menjelaskan, target terdekat AnterAja saat ini adalah mencapai volume pengiriman 2 juta parcel per hari dalam dua tahun mendatang. Setelahnya, ASSA akan melihat bagaimana propspek AnterAja untuk IPO.

SiCepat

Ikut kebagian berkahnya, SiCepat Ekspres Indonesia mencetak pertumbuhan hingga 143% dan volume pengiriman 2 juta paket per hari selama pandemi. Chief Marketing Officer SiCepat Ekspress, Wiwin Dewi Herawati mengungkapkan, pada semester I-2021, pertumbuhan bisnis SiCepat melesat hingga 180% yoy. 

SiCepat juga mengklaim kini menguasai pangsa pasar 22% pada semester I-2021. Pangsa pasar SiCepat ditopang oleh sejumlah infrastruktur tambahan seperti sortation machines, perluasan 

TIKI

PT Citra Van Titipan Kilat (TIKI) turut mencetak kinerja positif sepanjang semester I-2021. Tercermin dari pendapatan TIKI yang naik sekitar 10%. Kenaikan pendapatan disokong oleh pertumbuhan volume pengiriman sekitar 10%-15% yoy. 

Tahun ini, TIKI menargetkan pendapatan perusahaan bisa naik sekitar 20%-25%. Selanjutnya, TIKI membeberkan, saat ini memiliki basis pelanggan di seluruh Indonesia. Dengan komposisi 40% adalah pelanggan korporat dan 60% adalah pelanggan ritel atau individu.

J&T

 

Memiliki pelanggan mencapai 100 juta, J&T Express meraih pertumbuhan pengiriman sekitar 25% yoy pada enam bulan pertama tahun ini.  Saat ini rata-rata pengiriman paket per hari J&T mencapai 2,5 juta paket.

“Pengiriman per hari saat ini mencapai rata-rata 2,5 juta paket. Bila ditotalkan per bulan rata-ratanya sekitar 75 juta paket,” terang Robin.

JNE

Tak mau kalah dengan pemain baru, JNE terbukti masih bisa mencatatkan pertumbuhan sekitar 20%-30% pada semester pertama 2021. 

Dalam meningkatkan pelayanan logistik, JNE saat ini sedang menyelesaikan pembangunan layanan mega hub di dekat Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Proyek tersebut ditarget rampung tahun ini dan pengerjaannya sudah sampai 75%. 

“Ini dilakukan agar proses pengiriman barang keluar Pulau Jawa akan lebih lancar,” kata Eri.

Inovasi lainnya adalah JNE telah bekerjasama dengan sejumlah penyediaan fasilitas digital payment seperti Gopay, OVO, DANA, dan yang lainnya untuk memudahkan pelanggan bertransaksi di JNE.

Lion Parcel

Chief Marketing Officer (CMO) Lion Parcel Kenny Kwanto menyampaikan, perusahaan mampu mencatatkan kenaikan transaksi sekitar 30% pada periode kuartal I-2021. Pada periode tersebut, pertumbuhan transaksi ditopang oleh meningkatnya transaksi dari aplikasi Lion Parcel. 

Tepatnya, transaksi Lion Parcel melalui aplikasi meningkat hingga 155% yoy dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk itu, Lion Parcel akan terus fokus mengembangkan aplikasi untuk memberikan kemudahan dan memenuhi kebutuhan pelanggan.

Pos Indonesia

Senior perusahaan ekspedisi di Indonesia dan satu-satunya perusahaan milik negara yakni, PT Pos Indonesia (Persero) turut mengalami pertumbuhan bisnis sejak COVID-19. Tercatat, pada semester I-2021, pertumbuhan bisnis Pos Indonesia mencapai 11% yoy.

Pendapatan bersih juga terbang sebesar 720% pada semester I-2021 dan pertumbuhan EBITDA pada periode yang sama mencapai 81%. Tahun ini, perusahaan pelat merah berusia 275 tahun ini menargetkan pertumbuhan pendapatan sebesar 22,3%.

Corporate Secretary Pos Indonesia Tata Sugiarta mengungkapkan, industri logistik adalah salah satu bisnis yang mengalami dampak positif dari pandemi COVID-19. Ia menaksir, bisnis logistik diprediksi bisa naik hingga 30% secara nasional karena COVID-19.

Pos Indonesia menjelaskan, salah satu penopang kinerja perseroan adalah transformasi digital produk dan layanan.  Seperti misalnya, peluncuran dua aplikasi mobile yaitu PosPay untuk layanan keuangan dan PosAja untuk layanan kurir.