<p>Jajaran direksi dan komisaris PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. atau Telkom yang terpilih pada RUPS 2020. / Facebook @TelkomIndonesia</p>
Industri

Paling Banyak Dijual Asing, Yuk Bedah Prospek Saham Telkom

  • JAKARTA – Aksi investor asing di pasar saham Indonesia memang selalu menarik untuk disimak. Terlebih, investor asing kerap jadi acuan bagi investor dalam negeri untuk menentukan sikapnya terhadap keputusan investasi mereka. Sepanjang tahun ini hingga 26 Juni 2020, nilai transaksi investor asing memang masih kalah dari investor domestik. Dari total transaksi Rp915,6 triliun, investor asing […]

Industri

Issa Almawadi

JAKARTA – Aksi investor asing di pasar saham Indonesia memang selalu menarik untuk disimak. Terlebih, investor asing kerap jadi acuan bagi investor dalam negeri untuk menentukan sikapnya terhadap keputusan investasi mereka.

Sepanjang tahun ini hingga 26 Juni 2020, nilai transaksi investor asing memang masih kalah dari investor domestik. Dari total transaksi Rp915,6 triliun, investor asing memberi porsi 40% atau Rp364,7 triliun dan sisanya dikuasai lokal atau mencapai Rp550,9 triliun.

Meski begitu, investor asing mencatatkan net sell dengan nilai Rp14,55 triliun.

Lebih rinci, ada beberapa saham papan atas yang menjadi target aksi jual asing. Tiga besar di antaranya PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI).

Dari daftar itu, aksi jual investor asing lebih banyak berasal dari saham TLKM. Hingga hari ini, Senin, 29 Juni 2020, net sell asing pada saham TLKM mencapai Rp4,71 triliun.

Jika dibandingkan dengan total net sell asing terhadap pasar saham Indonesia, saham TLKM memberi kontribusi 32,37%.

Menutup perdagangan hari ini, saham TLKM melemah 0,31% ke level Rp3.180. Artinya, saham TLKM sudah anjlok 19,89% secara year to date dari posisi akhir tahun 2019 Rp3.970 per lembar.

Prospek Saham TLKM

Sejak awal tahun, nama Telkom memang menjadi sorotan di kalangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menteri BUMN Erick Thohir bahkan menyebut Telkom hanya mengandalkan pendapatan dan dividen dari anak usaha.

Bahkan, Erick sempat menyinggung untuk menghilangkan Telkom dan membuat anak usahanya yakni Telkomsel yang menjadi BUMN.

Selain soal sindirian Erick, Telkom juga berkutat dengan investasi anak usahanya yakni PT PINS Indonesia di PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk. (TELE). Investasi ini kuat sangkaan akan merugikan negara, dan mulai mendapat perhatian banyak pihak.

Di sisi lain, Telkom baru saja mengangkat Co-Founder Bukalapak Muhammad Fajrin Rasyid sebagai direktur bisnis digital. Sebelum resmi menjabat direksi, Fajrin bahkan digadang-gadang akan menjadi pucuk pimpinan Telkom.

Dengan beberapa isu yang muncul, Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, investor asing memang dalam posisi wait and see terhadap saham TLKM. “Asumsinya karena ada pergantian direktur yang masih usia muda. Investor asing menunggu hasil kerjanya, sehingga mereka mengurangi kepemilkan saham TLKM,” ujar William kepada TrenAsia.com, Senin, 29 Juni 2020.

Efek Tiphone Tak Besar

Di sisi lain, William melihat belum ada efek yang signifikan atas permasalahan investasi PINS Indonesia di Tiphone terhadap Telkom.

Untuk itu, William memperkirakan saham TLKM akan bergerak pada kisaran support Rp3.000 dan resistance Rp3.400.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee juga sependapat. Selama ini, kata Hans, sebagian besar kontributor kinerja Telkom berasal dari Telkomsel.

Untuk itu, dia juga melihat permasalahan investasi PINS Indonesia di Tiphone tidak berdampak signifikan. “Kalau Telkomsel yang bermasalah bisa jadi sangat berpengaruh ke Telkom. Investor akan lihat kontributor laba terbesarnya,” ungkap Hans dihubungi terpisah.

Diuntungkan PSBB

Hans juga menilai, bisnis Telkom melalui anak usahanya justru dalam posisi baik selama adanya work from home dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Terlebih, untuk bisnis data untuk layanan online yang membutuhkan kabel fiber optic.

Itu terlihat dari pergerakkan harga saham TLKM yang mulai rebound dari level terendahnya. “Penurunannya tidak banyak. Bisnis Telkom masih bagus, apalagi dibandingkan perusahaan sejenis,” imbuh Hans.

Dengan beberapa catatan tersebut, Hans memperkirakan saham TLKM ada pada kisaran support Rp2.450 sampai Rp2.970 dan kisaran resistance Rp3.550 sampai Rp3.880.

Adapun, laba bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk Telkom pada 2019 mencapai Rp18,66 triliun, naik naik 3,4% dari periode yang sama 2018 senilai Rp18,03 triliun. Pendapatan perseroan pada 2019 mencapai Rp135,56 triliun. Perolehan pendapatan itu juga hanya naik tipis 3,6% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp130,78 triliun. (SKO)