Pandemi Masih Berlanjut, Industri Keuangan Harus Tetap Cermati Risiko
JAKARTA – Meski ketahanan sistem keuangan dianggap tetap stabil, Bank Indonesia (BI) menyebut risiko dari berlanjutnya dampak pandemi mesti terus dicermati. Pada periode Oktober 2020, BI melaporkan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tetap tinggi, yakni 23,70%. Selain itu, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) juga rendah, yakni 3,15% secara […]
Nasional & Dunia
JAKARTA – Meski ketahanan sistem keuangan dianggap tetap stabil, Bank Indonesia (BI) menyebut risiko dari berlanjutnya dampak pandemi mesti terus dicermati.
Pada periode Oktober 2020, BI melaporkan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan tetap tinggi, yakni 23,70%. Selain itu, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) juga rendah, yakni 3,15% secara bruto dan NPL neto 1,03%.
Namun, jika lihat dari penyaluran kredit, pertumbuhannya masih lemah. Hal ini diakui oleh Gubernur BI Perry Warjiyo melalui data kredit perbankan per November 2020 yang terkontraksi 1,39% year-on-year (yoy).
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Fungsi intermediasi dari sektor keuangan masih lemah, tercermin dari penyaluran kredit yang masih terkontraksi,” kata dia dalam keterangan tertulis yang dikutip TrenAsia.com, Jumat, 18 Desember 2020.
Seperti diketahui, pertumbuhan kredit pada triwulan III-2020 hanya tercatat sebesar 0,12% year-on-year (yoy). Angka tersebut terkontraksi 0,47% yoy pada Oktober 2020.
Adapun untuk pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), meski tumbuh positif, tapi melambat dibandingkan Oktober 2020 yang sebesar 12,88% yoy. Per November 2020, DPK tercatat 11,55% yoy.
Perry pun memandang, rendahnya pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh sisi permintaan dari dunia usaha. Selain itu, persepsi risiko dari sisi penawaran perbankan juga dipandang masih sangat hati-hati.
Jika kredit bisa ditingkatkan, kata dia, ini akan berpotensi meningkatkan bisnis sejumlah sektor, seperti industri makanan dan minuman, logam dasar, serta kulit dan alas kaki.
“Sektor-sektor prioritas yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan ekspor juga bisa meningkat,” tambahnya. Meskipun demikian, Perry menilai ada sektor yang mengalami peningkatan, yakni usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Hal ini tercermin pada peningkatan indikator penjualan dan kemampuan bayar di dunia usaha.
Sektor industri perbankan dan dunia usaha pun diharapkan mampu mengatasi permasalahan, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Sebab, pengaruh utamanya akan berdampak pada penyaluran kredit/pembiayaan yang akan mendorong bangkitnya dunia, khususnya di sektor prioritas.