Ilustrasi seorang menjahit bendera
Nasional

Para Perempuan di Lingkaran Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

  • Selain Cut Nyak Dien dan Rohana Kuddus, masih banyak perempuan lain yang berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Bahkan dari mereka ada sangat dekat sekali dengan momen bersejarah yakni Proklamasi Kemerdekaan.

Nasional

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan hasil dari perjuangan yang melibatkan tidak hanya kaum laki-laki, tetapi juga banyak tokoh perempuan yang berperan penting dalam menghapus belenggu penjajahan.

Salah satu pahlawan perempuan yang terkenal adalah Cut Nyak Dien dari Aceh. Setelah suaminya, Teuku Umar, gugur dalam pertempuran pada 1899, ia lantas memimpin perang gerilya melawan pasukan Belanda. Ia dengan tegas mengambil alih komando dan terus melancarkan perlawanan dari pedalaman Aceh hingga akhirnya ditangkap pada 1901.

Di Sumatera Barat, Rohana Kuddus juga memainkan peran yang signifikan sebagai jurnalis pada awal abad ke-20. Ia dikenal sebagai salah satu jurnalis perempuan pertama di Indonesia dan mendirikan surat kabar yang berfokus pada pendidikan serta pemberdayaan perempuan. 

Tulisan Rohana Kudus menjadi sumber inspirasi bagi para pemuda dan pemudi, membangkitkan semangat juang mereka dalam melawan penjajahan dan memperjuangkan kemerdekaan. Selain Cut Nyak Dien dan Rohana Kuddus, masih banyak perempuan lain yang berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia.

Lewat artikel ini, TrenAsia.com berusaha mengumpulkan informasi dari berbagai sumber mengenai sejumlah perempuan yang terlibat langsung dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang terjadi 79 tahun lalu.

Fatmawati

Fatmawati, yang lahir di Bengkulu pada 5 Februari 1923, memainkan peran penting dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ia terkenal sebagai tokoh perempuan yang menjahit bendera Merah Putih yang dikibarkan pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Bendera ini menjadi simbol kemerdekaan bangsa Indonesia.

Selain perannya dalam menjahit bendera, Fatmawati juga membuka dapur umum di rumahnya. Melalui inisiatif ini, ia menyediakan makanan pagi bagi rakyat yang hadir dalam acara Proklamasi Kemerdekaan, menunjukkan komitmennya dalam mendukung peristiwa bersejarah tersebut.

Oetari Soetarti

Oetari Soetarti lahir di Surabaya, pada 19 Februari 1923. Ia memainkan peran penting dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Oetari hadir secara langsung menyaksikan detik-detik Proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. 

Pada saat itu, Oetari adalah mahasiswi Ika Daigaku, sebuah sekolah kedokteran pada masa pendudukan Jepang. Selama periode kemerdekaan, Oetari juga bertugas sebagai anggota Palang Merah Indonesia (PMI) di Bidara Cina, di mana ia memberikan kontribusi dalam menyediakan bantuan medis dan logistik.

Setelah Proklamasi, Oetari menikah dengan Cr. Suwardjono Surjaningrat, seorang teman kampusnya, yang kemudian menjabat sebagai Menteri Kesehatan pada era Soeharto dari tahun 1978 hingga 1988.

SK Trimurti

Surastri Karma Trimurti, dikenal sebagai SK Trimurti, memiliki peran penting dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 11 Mei 1912, SK Trimurti lebih dikenal sebagai  jurnalis yang sangat kritis terhadap kolonialisme dan aktif dalam menyuarakan isu-isu perempuan serta kebebasan sebagai warga negara.

Selama penjajahan, ia ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Hindia Belanda karena menyebarkan pamflet anti-kolonialisme. Setelah bebas, SK Trimurti terus menulis dengan nama samaran dan menjadi terkenal dengan sikapnya yang kritis serta anti-kolonialisme. Ia bekerja di koran Pikiran Rakyat dan bersama suaminya menerbitkan koran Pesat, yang kemudian dilarang oleh pemerintah Jepang.

Dalam Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, SK Trimurti diminta untuk mengibarkan Bendera Pusaka Merah Putih. Namun, ia menolak permintaan tersebut dan merekomendasikan Latied Hendraningrat dari Peta (Pembela Tanah Air) untuk melakukannya. Setelah kemerdekaan, SK Trimurti menjabat sebagai Menteri Perburuhan pertama Republik Indonesia.

Retnosedjati

Retnosedjati memainkan peran penting dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sebagai salah satu mahasiswi Ika Daigaku, ia hadir langsung pada detik-detik Proklamasi di Jakarta pada 17 Agustus 1945.

Lahir di Den Haag, Belanda pada 29 Maret 1924, Retnosedjati sudah terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia sebelum Proklamasi. Selama perang kemerdekaan, ia menjadi anggota Palang Merah Indonesia (PMI) dan bertugas mengurus obat-obatan untuk prajurit di Solo, Yogyakarta, serta Klaten.

Setelah kemerdekaan, Retnosedjati melanjutkan perannya sebagai anggota PMI di bawah Prof. Soetojo, memperkuat kontribusinya dalam mendukung upaya kemerdekaan dan pelayanan kesehatan.

Yuliari Markoem

Yuliari Markoem lahir di Padang, Sumatera Barat, pada 23 Agustus 1923. Ia juga berperan penting dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagai mahasiswi Ika Daigaku. Pada saat Proklamasi, ia bertugas dalam penaikan Bendera Pusaka.

Selama perang kemerdekaan, Yuliari juga memiliki kontribusi signifikan sebagai penghubung untuk pengiriman kebutuhan medis ke daerah-daerah gerilya, membantu mendukung perjuangan kemerdekaan melalui logistik dan suplai medis.

Gonowati Djaka Sutadiwira

Gonowati Djaka Sutadiwira, perempuan asal Semarang, berperan penting dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Pada hari tersebut, ia bertugas sebagai anggota pengamanan, memastikan kelancaran proses proklamasi.

Gonowati juga merupakan mahasiswi Sekolah Tinggi Kedokteran Ika Daigaku dan anggota Palang Merah Indonesia (PMI). Selama perang kemerdekaan, ia berkontribusi dengan membantu mengumpulkan obat-obatan dan dukungan medis lainnya, memperkuat upaya perjuangan kemerdekaan di berbagai daerah.

Zuleika Rachman Masjhur Jasin

Zuleika Rachman Masjhur Jasin berperan penting dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada 17 Agustus 1945, ia hadir sebagai pemimpin mahasiswi Ika Daigaku dan menyaksikan detik-detik proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

Setelah Proklamasi, Zuleika bergabung dengan PMI Mobile Colonne, di mana ia terlibat dalam berbagai kegiatan kemanusiaan dan pelayanan medis. Perannya di PMI Mobile Colonne memperkuat kontribusinya dalam mendukung kemerdekaan dan membantu masyarakat pada masa-masa awal republik.