Ilustrasi fintech pinjaman online (pinjol) atau kredit online alias peer to peer (P2P) lending ilegal harus diwaspadai. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Paradoks, Guru Paling Banyak Jadi Korban Pinjol Ilegal

  • Rendahnya tingkat literasi keuangan menjadi salah satu faktor utama yang mengakibatkan lonjakan korban pinjaman online (pinjol) ilegal di Indonesia.

Fintech

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap guru ternyata menjadi kelompok paling besar yang menjadi korban pinjaman online (pinjol) ilegal.

Data OJK menunjukkan bahwa sebanyak 42% korban pinjol ilegal adalah guru. Ini sebuah paradoks menunjukkan bahwa profesional terdidik pun dapat menjadi sasaran praktik pinjol ilegal. 

Faktor-faktor seperti gaji rendah dan minim literasi keuangan menjadi penyebab utama terjerumusnya guru dalam praktik pinjol ilegal.

Selain guru, sebanyak 21% dari total korban pinjol ilegal adalah mereka mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Di sisi lain, 18% dari korban adalah ibu rumah tangga, yang mungkin mengalami kesulitan dalam mengakses pinjaman tradisional dan kemudian berpaling pada pinjol sebagai solusi keuangan yang cepat dan mudah. Selain itu, 9% dari pengguna pinjol ilegal adalah karyawan.

Selain itu, 28% korban juga mengakui bahwa mereka tidak mampu membedakan antara pinjol legal dan ilegal. 

Hal ini menegaskan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat tentang risiko yang terkait dengan penggunaan layanan pinjol.

Rendahnya Tingkat Literasi

Rendahnya tingkat literasi keuangan menjadi salah satu faktor utama yang mengakibatkan lonjakan korban pinjaman online (pinjol) ilegal di Indonesia. 

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap, meskipun inklusi keuangan di Indonesia cukup tinggi, dengan 85,1% dari populasi terlayani, namun indeks literasi keuangan masih tertinggal, hanya mencapai 49,68%. 

"Dari 100 orang, ini yang sudah akses (layanan keuangan) ada 85, tapi yang sudah paham baru 49 orang. Jadi inklusinya sudah ada, tapi literasinya masih belum," terang Deputi Direktur Pelaksanaan Edukasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),Halimatus Syadiah, di Jakarta. Hal ini menciptakan kesenjangan yang membuat masyarakat rentan terhadap praktik pinjol ilegal.

OJK telah menetapkan target ambisius untuk meningkatkan indeks literasi keuangan hingga 50% pada tahun 2023. 

Namun, upaya tersebut memerlukan pendekatan yang lebih mendalam, termasuk pendidikan literasi keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing kelompok masyarakat.

Edukasi literasi keuangan sejak dini di lingkungan keluarga dan sekolah juga dianggap penting. Dengan demikian, kesadaran tentang pentingnya pengelolaan keuangan yang bijaksana dapat ditanamkan sejak usia dini.

OJK telah memulai langkah-langkah untuk meningkatkan literasi keuangan, termasuk penerbitan buku seri literasi keuangan yang ditujukan untuk berbagai kalangan masyarakat. 

Selain itu, sinergi dengan kementerian/lembaga terkait, regulator, dan pelaku industri jasa keuangan juga diperkuat untuk memerangi praktik pinjol ilegal.

Masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam menggunakan layanan pinjol. Kesadaran akan risiko serta pengetahuan tentang bagaimana membedakan pinjol legal dan ilegal adalah langkah penting dalam melindungi diri mereka dari praktik penipuan keuangan.