<p>Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar di kantor cabang Bank Mandiri, Jakarta, Senin, 22 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Pasar Modal

Pasar Keuangan Tertekan Yield Obligasi AS, Ini Strategi Bank Indonesia

  • Perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) berdampak terhadap kondisi pasar keuangan di dalam negeri. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bank sentral mengeluarkan kebijakan intervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.

Pasar Modal
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Perbaikan ekonomi Amerika Serikat (AS) berdampak terhadap kondisi pasar keuangan di dalam negeri. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bank sentral mengeluarkan kebijakan intervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.

Kenaikan imbal hasil atau yield obligasi AS menjadi salah satu aspek yang bisa mengancam stabilitas pasar keuangan Indonesia. Melansir Bloomberg, yield obligasi AS untuk tenor 10 tahun tercatat telah menguat hingga 101 basis poin (bps) secara year to date (ytd).

Kenaikan US treasury membuat BI terus melakukan stabilisasi nilai rupiah,” kata Perry dalam konferensi pers hasil rapat berkala II Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin 3 Mei 2021.

Sejumlah paket kebijakan telah ditempuh BI dalam menanggapi dampak dinamika ekonomi Amerika Serikat. Pertama, menjadi pembeli Surat Berharga Negara (SBN). BI hingga 19 April 2021 tercatat telah membeli SBN di pasar perdana sebesar Rp101,91 triliun.

“BI melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya dengan intervensi di pasar spot hingga DNDF (Domestic Non-Deliverable Forwards),” kata Perry.

Untuk diketahui, DNDF merupakan transaksi lindung nilai yang serupa dengan transaksi devariatif valuta asing terhadap rupiah yang standar. DNDF sendiri berupa transaksi forward dengan mekanisme fixing yang dilakukan di pasar domestik.

Perry mengungkap kebijakan BI-7 Days Reverse Repo Rate yang berada di angka 3,5% merupakan intervensi kebijakan moneter untuk mendongkrak perekonomian. Hal itu menjadi pemicu dalam meningkatkan kredit di perbankan.

Kebijakan itu ditopang oleh pelonggaran Loan To Value (LTV) untuk kredit properti dan diskon Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) hingga 0% untuk penjualan mobil baru.

“BI mendorong penurunan suku bunga kredit perbankan melalui transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK),” tegas Perry. (LRD)