Pasar Kripto Diuntungkan Gejolak Krisis Perbankan, Bitcoin Berpotensi Sentuh Rp453 Juta
- Tatkala pelaku pasar menyoroti sektor perbankan di AS dan Eropa yang berada di ambang kekacauan, The Federal Reserve (The Fed) telah berinisiati untuk memompa likuiditas ke pasar.
Fintech
JAKARTA - Harga Bitcoin (BTC) berpotensi menyentuh kisaran US$30.000 atau setara dengan Rp453 juta dalam asumsi kurs Rp15.100 per-dolar Amerika Serikat (AS) saat pasar kripto diuntungkan oleh gejolak krisis perbankan.
Tatkala pelaku pasar menyoroti sektor perbankan di AS dan Eropa yang berada di ambang kekacauan, The Federal Reserve (The Fed) telah berinisiati untuk memompa likuiditas ke pasar.
Tim riset Tokocrypto melihat bahwa inisiatif dari The Fed ini telah menghasilkan respoin yang tidak terduga dari pasar kripto, khususnya Bitcoin.
- Sepekan Tayang, John Wick Chapter 4 Raup Pendapatan Rp1,1 Triliun
- Dirut BRI Sunarso Ungkap 5 Faktor Risiko Penyebab Kebangkrutan SVB yang Perlu Dicermati Perbankan dalam Negeri
- Kata Bos BRI Soal Tantangan Industri Perbankan Tahun Ini
Saat pemberitaan mengenai krisis perbankan di AS merebak, Bitcoin menembus level resistance di US$27.000 (Rp407,7 juta) yang sebelumnya tak kunjung tertembus pada dua bulan pertama 2023.
Saat ini, menurut pantauan Coin Market Cap, Rabu, 29 Maret 2023 pukul 11.00 WIB, Bitcoin menempati posisi harga US$27.379 (Rp413,42 juta).
Menurut tim riset Tokocrypto, di tengah kenaikan suku bunga dan serangkaian dana talangan bank sebagai tindakan penyeimbang dari The Fed antara pelonggaran dan pengetatan kebijakan moneter, telah membuat banyak investor mempertanyakan keamanan aset mereka.
Tren bullish pada pasar kripto dinilai Tokocrypto sebagai imbas dari langkah The Fed dan pemerintah AS yang mencairkan uang sebesar US$300 miliar (Rp4,6 kuadriliun) untuk menyelamati bank-bank yang mengalami krisis seperti Silicon Valley Bank, Silvergate, dan Signature Bank.
Kebijakan tersebut dinilai Tokocrypto dapat menyebabkan bertambahnya peredaran uang untuk terhindar dari deflasi. Akan tetapi, di sisi lain, bertambahnya peredaran uang baru ini dapat menurunkan nilai mata uang, terutama dolar AS.
"Dengan meningkatnya uang yang beredar di masyarakat, maka akan memicu skenario hiperinflasi serta adanya potensi untuk aset pengguna akan dialirkan ke kripto karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap bank," tulis tim riset Tokocrypto dikutip Rabu, 29 Maret 2023.
Sementara suku bunga terus meningkat, suntikan likuiditas secara besar-besaran yang dapat memicu hiperinflasi pun membingungkan pelaku pasar.
Akibat ketidakpastian ini, banyak investor yang beralih ke aset alternatif seperti Bitcoin, emas, dan real estate.
Kekhawatiran akan keamanan perbankan tradisional ini pun pada gilirannya menyebabkan kebangkitan psikologis di komunitas Bitcoin.
"Hal ini, dikombinasikan dengan keinginan untuk mendapatkan pengembalian yang lebih tinggi, telah menyebabkan masuknya dana ke dalam dana pasar uang dan aset non-deposit lainnya, yang semakin menekan sistem perbankan," tulis tim riset Tokocrypto.
- 5 Cara Memperpanjang Battery Life pada Ponsel Android Agar HP Tetap Awet
- Mau Kaya dari Saham Tanpa Harus Kerja? Begini Kata Lo Kheng Hong Sang Warren Buffet Indonesia
- 3 Menu Makan yang Tidak Boleh Dikonsumsi Saat Sahur, Salah Satunya Mie Instan!
Untuk diketahui, Bitcoin yang dikenal sebagai awal dari tren aset kripto sendiri dicanangkan oleh Satoshi Nakamoto sebagai alternatif dari alat transaksi yang terikat dengan sistem perbankan.
Dalam white paper yang dirilis Nakamoto, Bitcoin disebutkan sebagai solusi dari krisis ekonomi karena Nakamoto sendiri menilai bahwa krisis yang dialami dunia pada tahun 2008 adalah kesalahan dari sektor perbankan.
Dengan demikian, saat kepercayaan terhadap sektor perbankan menyurut akibat peristiwa yang terjadi baru-baru ini, pelaku pasar pun kembali melirik aset kripto sebagai aset safe haven alternatif di samping dolar AS.