<p>Ilustrasi Mata Uang Kripto / Pixabay.com</p>
Fintech

Pasar Kripto Terpukul oleh Tekanan Inflasi, Apa Korelasi Antara Keduanya?

  • Pasar kripto terpukul setelah Amerika Serikat (AS) merilis data inflasi tahunan di akhir pekan lalu.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Pasar kripto terpukul setelah Amerika Serikat (AS) merilis data inflasi tahunan di akhir pekan lalu. Lantas, apa sebenarnya korelasi antara pasar kripto dan inflasi?

AS baru saja merilis inflasi tahunan di angka 8,6% per Mei 2022 dan menjadi level tertinggi sejak Desember 1981. Angka itu pun lebih besar dibanding estimasi analis yang memperkirakan level inflasi berada di kisaran 8,3%.

Trader Tokocrypto Afid Sugiono mengatakan, angka inflasi itu pun telah membuat para investor panik dan cenderung menghindari pasar kripto sehingga berdampak kepada kinerja aset-aset yang tergabung di dalamnya.

"Kepanikan investor bukan tanpa alasan. Tadinya, mereka meyakini bahwa siklus inflasi tinggi di AS sudah selesai pada Maret lalu sehingga mereka tak menduga bahwa inflasi Mei malah meroket," ungkap Afid melalui keterangan tertulis, Senin, 13 Juni 2022.

Afid pun menjelaskan soal korelasi antara pasar kripto dan inflasi. Menurut Afid, sebenarnya inflasi tidak berkorelasi secara langsung dengan kinerja pasar kripto.

Di masa lalu, kenaikan inflasi justru bisa berdampak positif untuk aset kripto semacam Bitcoin yang diperlakukan sebagai aset penyimpan kekayaan seperti emas. Namun, saat ini hal itu sudah tidak berlaku lagi karena banyaknya investor yang berasal dari institusi atau sering disebut sebagai whale.  

"Kondisinya sudah berbeda. Market kripto sudah banyak dimasuki oleh investor institusi yang melihat dinamika makroekonomi sebagai indikasi untuk keputusan di pasar," kata Afid.

Afid mengatakan, banyaknya investor institusi yang masuk ke pasar pada gilirannya membuat adanya korelasi antara kripto dan inflasi.

Ketika inflasi terjadi, investor institusi pada umumnya akan mengurangi porsi aset berisiko di portofolio. Berhubung dana kelolaan mereka cukup besar, aksi jual yang mereka lakukan akan sangat berdampak kepada performa aset-aset kripto.

Kemudian, kemerosotan yang terjadi pada pasar kripto karena aksi jual investor institusi akhirnya dapat membuat investor individu menjadi ragu untuk melakukan strategi buy the dip (membeli ketika harga aset sedang turun) karena besarnya penukikan harga yang terjadi dan belum ada sentimen positif yang bisa melampaui dampak inflasi kepada performa aset. 

Berdasarkan pantauan Coin Market Cap, Senin, 13 Juni 2022 pukul 11.50 WIB, Bitcoin (BTC) mengalami penurunan sebesar 6,36 dalam 24 jam terakhir dan menempati posisi harga US$25.736 atau setara dengan Rp374,9 juta dalam asumsi kurs Rp14.569 perdolar AS.

Minggu lalu, sebelum AS merilis data inflasi tahunan per Mei 2022, pergerakan Bitcoin masih berkutat di kisaran harga US$30.000 (Rp437,07 juta).