<p>Pemilik toko yang juga Anggota APVI, Rhomedal (kanan) memasang stiker himbauan di toko Vapepackers, Jakarta, Rabu, 9 September 2020. Kegiatan ini merupakan sosialisasi mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba pada produk tembakau alternatif atau rokok elektrik melalui gerakan sosial bertajuk “Gerakan Pencegahan Penyalahgunaan Rokok Elektrik (GEPPREK)” yang juga telah dilakukan di Denpasar, Bali, dan Bandung, Jawa Barat. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Pasar Makin Besar, Rokok Elektrik Butuh Regulasi

  • JAKARTA – Sejak memasuki pasar di Indonesia, rokok elektrik mencatatkan pertumbuhan yang sangat cepat dan signifikan dari tahun ke tahun, mulai dari jumlah pengguna sampai pelaku usahanya. Untuk itu, sejumlah pihak mendorong pemerintah untuk segera mengatur terkait industri rokok elektrik. Menurut data riset kesehatan nasional (Riskesnas, 2016) dan riset kesehatan dasar (riskesdas, 2018) konsumsi rokok […]

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Sejak memasuki pasar di Indonesia, rokok elektrik mencatatkan pertumbuhan yang sangat cepat dan signifikan dari tahun ke tahun, mulai dari jumlah pengguna sampai pelaku usahanya.

Untuk itu, sejumlah pihak mendorong pemerintah untuk segera mengatur terkait industri rokok elektrik.

Menurut data riset kesehatan nasional (Riskesnas, 2016) dan riset kesehatan dasar (riskesdas, 2018) konsumsi rokok elektronik Tanah Air melesat 9,7%, dari 1,2% menjadi 10,9%.

“Sebanyak 98 negara di dunia sudah memiliki aturan yang ketat mengenai rokok elektronik, sedangkan di Indonesia masih berbentuk rekomendasi,” kata Ketua Pokja Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, dr. Riskiyana Sukandi Putra dalam diskusi secara virtual, Kamis, 16 Oktober 2020.

Data Riskesdas 2018 juga menunjukkan prevalensi pengguna rokok elektrik di Indonesia sebanyak 2.8% dengan beragam profil pengguna. Mulai dari pelajar, pendidikan tinggi, tinggal di daerah perkotaan, dan jumlah prevalensi laki-laki dan perempuan yang relatif sama.

Tercatat, lima provinsi tertinggi pengguna rokok elektrik di Indonesia adalah Yogyakarta (7,4%), Kalimantan Timur (6,0%), DKI Jakarta (5,9%), Kalimantan Selatan (4,9%), dan Bali (4,2%). Sedangkan berdasarkan kelompok umur, tertinggi pada usia 10-14 tahun (10,6%) dan 15-19 tahun (10,5%).

Akses Mudah Rokok Elektrik

Diketahui pula bahwa pengguna rokok elektrik menurun pada usia di atas 19 tahun. Sebab, remaja pengguna rokok elektronik malah beralih mengkonsumsi rokok konvensional atau bahkan mengkonsumsi keduanya.

Makin luasnya pasar rokok elektrik disebabkan oleh mudahnya akses masyarakat terhadap produk tersebut. Rokok elektrik dengan mudah ditemui di kios/kedai rokok elektrik, toko penjual alat elektrik/gadget, mal hingga minimarket, pameran, bazaar, hingga car free day.

Selain itu, penyebaran informasi secara visual terus meningkat, tercatat unggahan 2014 mencapai 2.504 meningkat menjadi 17.500 tahun 2017. Hal tersebut tentu ikut mendorong geliat industri rokok elektronik.

Menurut Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI, 2018), jumlah produsen cairan nikotin dalam negeri mencapai 300, produsen alat aksesoris lebih dari 100, distributor dan importir lebih dari 150.

Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan merekomendasikan produk rokok elektrik bernikotin/tanpa nikotin, dan produk tembakau yang dipanaskan dimasukkan dalam PP 109/2012.

Juga harus didukung dengan kajian terkait dampaknya terhadap kesehatan dari pihak terkait seperti BPOM, Organisasi profesi, rumah sakit, dan sebagainya.

“Setelahnya, ketentuan lebih lanjut dari rokok elektronik akan diatur kedalam Peraturan Menteri,” tambah dia.