Lokasi Konstruksi Terlihat di Sebuah Kawasan Pemukiman di Tokyo (Reuters/Kim Kyung-Hoon)
Dunia

Pasar Properti Jepang Dinilai Terlalu Ketat

  • Bank sentral Jepang mengatakan pasar properti di negara itu menunjukkan tanda-tanda terlalu sengit. Ini akibat aliran dana asing dan investasi yang semakin meningkat dari pengembang real estate.
Dunia
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Bank sentral Jepang mengatakan pasar properti di negara itu menunjukkan tanda-tanda terlalu sengit. Ini akibat aliran dana asing dan investasi yang semakin meningkat dari pengembang real estate.

Temuan ini muncul ketika bank sentral mempertahankan suku bunga sangat rendah selama beberapa dekade untuk mendukung perekonomian yang rapuh dan meningkatkan inflasi. Ini memicu peringatan dari beberapa analis, bahwa pencetakan uang besar-besaran bakal menabur benih gelembung aset di masa depan.

Menurut laporan triwulanan mengenai sistem keuangan yang dikeluarkan Bank of Japan, pinjaman terkait dengan sektor properti terus bertumbuh, terutama untuk memenuhi permintaan dari investor asing.

“Dalam peta yang mencerminkan sektor ekonomi yang sedang panas, rasio investasi oleh perusahaan properti ke produk domestik bruto (PDB) telah berubah menjadi merah, sebuah tanda pasar properti tengah mengalami kelebihan panas,” kata bank sentral.

“Kenaikan investasi perusahaan properti telah dipercepat oleh proyek pembangunan kembali perkotaan yang dilakukan oleh pengembang real estate besar,” tambahnya, dilansir dari Reuters, Senin, 23 Oktober 2023.

“Di beberapa daerah komersial terbatas di pusat Tokyo, transaksi di kisaran harga yang lebih tinggi telah mengalami peningkatan. Perkembangan dalam pasar transaksi properti terus memerlukan pemantauan yang ketat, ” katanya.

Mengenai sistem perbankan Jepang, laporan tersebut mengatakan secara keseluruhan tetap stabil. Tetapi tetap ada seruan kewaspadaan untuk lembaga keuangan terhadap risiko stres yang berkepanjangan karena bank sentral global terus memperketat kebijakan moneter.

“Dalam perspektif jangka panjang, jika profitabilitas inti bank stagnan dan akumulasi modal terhenti, intermediasi keuangan dapat terganggu karena berkurangnya kapasitas penyerapan kerugian,” kata BOJ.

“Bank-bank Jepang juga dapat menghadapi risiko dari kemungkinan tingginya suku bunga di luar negeri,” tambahnya. “Untuk saat ini, risiko kredit lembaga keuangan Jepang dari pinjaman luar negeri tetap rendah, meskipun kondisi keuangan global semakin ketat. Sebagian berkat upaya mereka untuk menyeimbangkan kembali portofolio mereka,” kata bank tersebut dalam laporannya.

Namun, peringatan biaya kredit dapat meningkat tiba-tiba, terutama untuk pinjaman ke Asia, jika suku bunga luar negeri tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.

Industri perbankan global mengalami gejolak tahun ini karena kejatuhan beberapa lembaga perbankan Amerika Serikat, termasuk Silicon Valley Bank, sebagian karena dampak kenaikan suku bunga agresif oleh Federal Reserve Amerika Serikat.