Pasca Stock Split, Saham BCA (BBCA) Tembus Rp10.000 per Unit
- Nominal ini menjadi angka tertinggi baru usai emiten perbankan swasta melakukan stock split beberapa kali.
Bursa Saham
JAKARTA – Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sukses menembus level Rp10.000 per lembar pada perdagangan Jumat, 16 Februari. Nominal ini menjadi angka tertinggi baru usai emiten perbankan ini pernah melakukan stock split beberapa kali.
Berdasarkan data IDX Mobile, sejak pembukaan perdagangan hari ini hingga pukul 10.26 WIB, saham BBCA berhasil menguat 1,52% dari harga pembukaanya Rp9.975 per saham. Adapun rentang harga bergerak konstan di level Rp9.925-10.000 per saham.
Sementara itu frekuensi transaksi saham BBCA berada di angka 6,37 ribu dengan volume saham yang diperdagangkan mencapai 47,0 juta lembar saham. Sedangkan nilai transaksi (turnover) saham mencapai Rp469 miliar dengan kapitalisasi pasar menembus Rp1.220 triliun.
- Adira Finance Targetkan Pertumbuhan Pembiayaan Baru 12-14 Persen
- IHSG Rawan Koreksi, Saham ACES Hingga WIIM Layak Dicermati
- Laba Bersih Adira Finance Naik 21 Persen pada 2023
Asal tahu saja, BBCA terakhir kali melakukan stock split pada Agustus 2021 lalu. Waktu itu emiten perbankan swasta memecah sahamnya dengan rasio 1:5 dari harga awal Rp30.725 per saham menjadi Rp6.145 per saham.
Adapun alasan perseroan melakukan stock split, yakni untuk meng-capture segmen investor ritel yang saat ini sedang bertumbuh sangat pesat pascapandemi Covid-19. Pasalnya, per Juni 2021 jumlah investor ritel sudah menyentuh angka 5,6 juta investor, angka ini telah tumbuh 96% secara secara tahunan.
Tercatat sejak melantai di Bursa Efek Indonesia pada 31 Mei 2000 silam di harga Rp 1.400/unit BBCA sudah memecah sahamnya sebanyak 3 kali. Pertama di tahun 2001 di mana saham BBCA dipecah 1:2 sehingga nominalnya turun dari Rp500 menjadi Rp250.
Kenaikan harga kumulatif selama 3 tahun pasca-stock split itu menyebabkan BBCA kembali memecah harga sahamnya dengan rasio 1:2 sehingga nominal kembali turun menjadi Rp125.
Terakhir, di tahun awal tahun 2008 BBCA kembali memecah sahamnya dengan nominal yang sama yakni 1:2 sehingga nominal sahamnya menjadi Rp 62,5 dan jumlah saham beredar kembali naik menjadi 24,65 miliar saham.
RUPST
Di sisi lain, manajemen BCA sendiri telah menjadwalkan rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) pada 14 Maret 2024. Acara digelar di Menara BCA, Grand Indonesia, Jakarta mulai pukul 09.30 WIB sampai dengan selesai.
“Direksi PT Bank Central Asia Tbk dengan ini mengundang para pemegang saham perseroan untuk menghadiri rapat umum pemegang saham tahunan perseroan,” jelas direksi BBCA dalam pemanggilan RUPST dikutip Jumat, 16 Februari 2024.
Adapun pemegang saham BCA (BBCA) yang berhak hadir atau diwakili dalam rapat perseroan adalah pemegang saham perseroan yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham pada hari Selasa tanggal 13 Februari 2024, pukul 16.00 WIB.
Adapun salah satu mata acara rapat adalah penetapan penggunaan laba bersih perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2023. “Penggunaan laba bersih perseroan akan diusulkan untuk disisihkan sebagai dana cadangan, pembagian dividen tunai, dan sisa laba bersih yang tidak ditentukan penggunaannya akan ditetapkan sebagai laba ditahan,” terangnya.
Laba
Diberitakan TrenAsia sebelumnya bahwa BCA sendiri berhasil mencetak laba bersih sebesar Rp48,6 triliun sepanjang 2023. Angkan ini bertumbuh tumbuh 19,4% secara tahunan (year on year/yoy).
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) BCA tumbuh 17,5% (yoy) menjadi Rp 75,4 triliun di sepanjang 2023.
Sementara itu, pendapatan selain bunga tumbuh 5,5% (yoy) menjadi Rp 23,9 triliun, sehingga total pendapatan operasional tercatat sebesar Rp 99,3 triliun atau naik 14,4% (yoy). Secara keseluruhan, laba bersih tumbuh 19,4% (yoy) mencapai Rp 48,6 triliun di sepanjang 2023," jelas Jahja dalam konferensi pers, Kamis, 25 Januari 2024.
Sebelumnya, BCA telah membayarkan dividen interim untuk tahun buku 2023 pada 20 Desember 2023. Dividen interim tunai tersebut senilai total Rp 5,23 triliun atau Rp 42,5/saham.