ilustrasi Bank DBS
Nasional

Pascakenaikan Harga BBM, DBS Group Research Taksir Inflasi Utama Akhir 2022 Bengkak ke Level 7 Persen

  • DBS Group Research memperkirakan BI memperketat kebijakan dengan menaikkan suku bunga acuan 25bp dalam masing-masing rapat tersisa tahun ini, untuk membawa suku bunga ke tingkat 4,75% pada akhir tahun sebelum mengambil jeda.

Nasional

Yosi Winosa

JAKARTA -DBS Group Research menilai langkah pemerintah memangkas subsidi BBM dengan menaikkan harga BBM sekitar 30% sudah tepat. 

Ekonom Senior untuk Eurozone, India, Indonesia Bank DBS, Radhika Rao menilai ada dua alasan utama langkah tersebut dinilai tepat. Pertama, keterlambatan kenaikkan harga akan menyebabkan subsidi ke BUMN Pertamina dan PLN bengkak sekitar Rp100-200 triliun.

“Alokasi subsidi dan kompensasi ke BUMN terkait (Pertamina dan PLN) sudah mencapai 16% dari total belanja 2022. Keterlambatan penyesuaian harga lebih lanjut akan membuat subsidi kian besar,” kata dia kepada TrenAsia, Selasa, 6 September 2022.

Apalagi, asumsi harga minyak mentah Indonesia dalam APBN 2022 telah dinaikkan dari US$63 per barel menjadi di atas US$100 dan kemungkinan akan bertengger di sekitar US$105. Itu mengharuskan subsidi 2022 dinaikkan tiga kali sejak perkiraan awal yang dianggarkan, memperkecil selisih antara dana yang dibutuhkan dan sumber dana yang tersedia.

DBS Group Research mencatat, dengan neraca fiskal Januari hingga Juli 2022 yang surplus 0,57% dari PDB jika dibandingkan dengan target yang dianggarkan setahun penuh, yaitu -4,85%. 

Pemerintah secara keseluruhan meyakini defisit fiskal 2022 dapat membaik menjadi -3,9% dari PDB (Rp732,2 triliun) jika dibandingkan dengan indikasi sebelumnya, -4,5%, dan yang dianggarkan, -4,85%. 

"Kenaikan harga BBM juga agar lebih mendukung keuangan 2023 ketimbang 2022," kata Radhika.

Alasan kedua, perbedaan yang signifikan antara harga BBM nonsubsidi dan BBM bersubsidi memengaruhi pola konsumsi. 

Lebih lanjut, perhitungan DBS Group Research menunjukkan bahwa skala penyesuaian harga akan memberikan dampak tidak langsung besar terhadap inflasi setahun penuh, sekitar 94-100bps, dengan dampak bersih tambahan sebesar 50-60bps karena kenaikan harga bahan bakar merembes ke sub-segmen lain, termasuk makanan, biaya transportasi dan segmen terkait lain, selama 3-6 bulan ke depan.

Dengan memperhitungkan pemotongan subsidi, DBS Group Research memperkirakan inflasi utama pada akhir 2022 mengarah ke angka 6,5-7% secara tahunan dan menaikkan rata-rata setahun penuh ke 5,0%. DBS Group Research juga menaikkan inflasi rata-rata 2023 menjadi 3,8% versus 2,7% karena indikasi tinggi pada paruh pertama 2023 dan penurunan didorong oleh unsur basis pada paruh kedua tahun ini. 

Hal tersebut tidak jauh berbeda saat menjelang kenaikan harga BBM terakhir pada 2014, dimana inflasi utama melonjak dari rata-rata 5,3% yoy dalam enam bulan sebelumnya menjadi 6,8% setelah kenaikan. 

 

Perkiraan Kebijakan Moneter

Saat kenaikan harga bahan bakar terakhir pada 2013 dan 2014, suku bunga acuan disesuaikan masing-masing 125bp (tahun Taper Tantrum) dan 25bp dalam waktu tiga bulan pasca kenaikan. 

Tahun ini, setelah kenaikan suku bunga 25bp sebagai langkah antisipasi pada Agustus (membuat suku acuan BI naik menjadi 3,75%), DBS Group Research memperkirakan BI memperketat kebijakan dengan menaikkan suku bunga acuan 25bp dalam masing-masing rapat tersisa tahun ini, untuk membawa suku bunga ke tingkat 4,75% pada akhir tahun sebelum mengambil jeda. 

Sentimen konsumen kemungkinan terpukul oleh kebijakan itu. Walau rumah tangga berpenghasilan rendah menerima bantuan dana tunai sebagai kompensasi, pemerintah berpendapat bahwa rumah tangga berpenghasilan tinggi selama ini turut menikmati subsidi tersebut dan dengan demikian akan mengimbangi permintaan mereka akan bahan bakar dengan penyesuaian harga ini. 

Bantuan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah telah diumumkan, berupa paket bantuan senilai Rp24,2 triliun (US$1,6 miliar), yang terdiri atas Rp12,4 triliun Bantuan Langsung Tunai Rp150.000 per bulan hingga akhir tahun; Rp9,6 triliun bantuan gaji bagi pekerja dengan pemasukan kurang dari Rp3,5juta per bulan dan Rp2,17 triliun subsidi biaya transportasi. Faktor pendorong lain, seperti, permintaan eksternal kuat dan pengeluaran modal, diharapkan mengimbangi risiko perlambatan tahun ini.

Menurut Radhika, pemotongan subsidi bahan bakar adalah solusi jangka menengah positif bagi pemerintah.  

“Dampak buruk apapun di pasar uang dan sentimen kemungkinan hanya bersifat sementara karena pengurangan subsidi, liberalisasi harga BBM, dan konsolidasi fiskal, yang sedang berlangsung, dilihat sebagai kebijakan baik,” kata Radhika.