Pasien Cuci Darah Resmi Ajukan Judicial Review Perpres Kenaikan Iuran BPJS
Iuran BPJS Kesehatan kelas I naik 87,5% dari Rp80.000 menjadi Rp150.000 dan kelas II naik 96% dari Rp51.000 menjadi Rp100.000, sedangkan kelas III tetap Rp25.500 karena disubsidi pemerintah Rp16.500.
Nasional
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) secara resmi kembali mendaftarkan hak uji materiil (judicial review) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, pada Rabu, 20 Mei 2020.
Pengajuan uji materi ini menyusul kenaikan iuran BPJS Kesehatan Jilid II yang dinilai tidak sesuai dengan apa yang dimaknai dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang BPJS.
“Ini sangat tidak memiliki empati yang mampu menyikapi keadaan yang serba sulit bagi masyarakat saat ini, jelas merupakan suatu ketidakadilan dan kenaikan tersebut juga tidak sesuai dengan UU yang berlaku,” kata Kuasa Hukum KPCDI, Rusdianto Matulatuwa di Jakarta, Rabu, 20 Mei 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Menurut Rusdianto, KPCDI selaku warga negara berhak melakukan perlawanan di muka hukum sebagai bentuk pengontrolan kebijakan dan ini menjadi wajib ketika suatu ketidakadilan berubah menjadi suatu hukum positif.
Selain itu, KPCDI pun akan menguji apakah kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sudah sesuai dengan tingkat perekonomian masyarakat di tengah COVID-19.
“Saat ini kan terjadi gelombang PHK besar-besaran, tingkat pengganguran juga naik. Daya beli masyarakat juga turun. Harusnya pemerintah mempertimbangan kondisi sosial ekonomi warganya, bukan malah menaikkan iuran secara ugal-ugalan,” tambah dia.
Rusdianto juga mengingatkan pemerintah yang seharusnya mendengarkan pendapat MA bahwa akar masalah yang terabaikan yaitu manajemen atau tata kelola BPJS secara keseluruhan. Dia menyinggung perihal suntikan dana yang telah diterima BPJS untuk mengatasi defisit.
Untuk itu, Rusdianto mengusulkan untuk memperbaiki internal BPJS dan kualitas layanan, alih-alih langsung menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Sementara dia menyebut meski iuran dinaikkan tiap tahun, BPJS akan tetap defisit selama tidak memperbaiki tata kelola menajemen.
Rusdianto menegaskan bahwa gugatan uji materi kenaikan iuran ini dilakukan untuk menilai apakah kenaikan ini sudah sesuai dengan tanggungjawab BPJS Kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada seluruh pesertanya.
“Harus bisa dibuktikan adanya perubahan perbaikan pelayanan, termasuk hak-hak peserta dalam mengakses obat dan pengobatan dengan mudah,” tegasnya.
Seperti diketahui, iuran BPJS Kesehatan kelas I naik 87,5% dari Rp80.000 menjadi Rp150.000 dan kelas II naik 96% dari Rp51.000 menjadi Rp100.000, sedangkan kelas III tetap Rp25.500 karena disubsidi pemerintah Rp16.500.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. (SKO)