Pastikan Likuiditas Berlebih, BI Imbau Perbankan Tak Agresif Naikkan Bunga Kredit
- Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan saat likuiditas berlebih maka suku bunga deposito belum tentu naik. Sehingga kenaikan bunga acuan tidak harus perbankan transmisikan ke suku bunga kredit.
Industri
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengimbau perbankan untuk tidak menaikkan suku bunga kredit terlalu tinggi. Hal ini lantaran likuiditas perbankan masih memadai di tengah pengetatan kebijakan moneter bank sentral Indonesia.
Berdasarkan pantauan BI, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap tinggi mencapai 31,20% per Desember 2022. Nilai itu meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 30,42%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan saat likuiditas berlebih maka suku bunga deposito belum tentu naik. Sehingga kenaikan bunga acuan tidak harus perbankan transmisikan ke suku bunga kredit.
Sementara suku bunga acuan BI sudah naik 225 bps, bunga deposito 1 bulan perbankan turut naik sebesar 108 bps pada Desember 2022. Adapun suku bunga kredit perbankan hanya naik 21 basis poin (bps) sejak Juli hingga Desember 2022 lalu.
- Prakiraan Cuaca Hari Ini dan Besok untuk Wilayah DKI Jakarta
- Emas Dunia Masih Berpotensi Menguat, Inilah Faktor-faktor Pendukungnya
- Fakta Anthony Salim, Konglomerat Pemilik Indomie yang Disebut Qarun oleh Cak Nun
“Kami mengimbau dan mengajak perbankan. Memang kami jamin dan pastikan likuiditas perbankan berlebih, itulah penyebab suku bunga kredit tidak naik tinggi,” kata Perry di sela konferensi pers hasil keputusan RDG BI, Kamis, 19 Desember 2023.
Ditambahkan Perry, lebih baik memberikan insentif dari sebagian GWM untuk penyaluran kredit bank. Lewat relaksasi ini, BI memperkirakan bakal ada tambahan likuiditas pada perbankan sekitar Rp118 triliun.
Relaksasi GWM akan diberikan kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit hijau, yang berlaku sejak 1 April 2023.
Jika dirinci, relaksasi GWM akan diarahkan untuk penyaluran kredit ke 46 subsektor prioritas yang mencakup tiga kelompok sektor usaha. Yakni kelompok yang berdaya tahan (resilience), kelompok penggerak pertumbuhan (growth driver), dan kelompok penopang pemulihan (slow starter).
Untuk kelompok resilience dan growth driver treshold insentif dinaikkan dari semula minimal 1% menjadi masing-masing minimal 5% dan 3%. Sementara untuk slow starter seperti angkutan udara, hotel restoran, dan juga berkait tekstil, maupun alas kaki tetap minimal 1%.