Patroli Online ke e-Commerce, BPOM Catat Penurunan Produk di Bawah Standar
- Sebanyak 73 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di seluruh Indonesia melakukan intensifikasi pengawasan pangan secara serentak ke sarana peredaran online seperti gudang e-commerce maupun sarana peredaran konvensional seperti importir, distributor, dan ritel
Nasional
JAKARTA – Sebanyak 73 Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di seluruh Indonesia melakukan intensifikasi pengawasan pangan secara serentak ke sarana peredaran online seperti gudang e-commerce maupun sarana peredaran konvensional seperti importir, distributor, dan ritel.
Sidak online ini dilakukan dalam rangka menjamin keamanan pangan selama perayaan Natal dan Tahun Baru. Pasalnya, setiap tahun terjadi peningkatan belanja masyarakat, terutama produk pangan olahan (makanan dan minuman) di periode ini.
“Sebagai upaya memberikan keamanan dan ketenangan bagi masyarakat dalam berbelanja pangan olahan secara online, tahun ini intensifikasi pengawasan diperluas pada sarana gudang e-commerce, di samping pelaksanaan cyber patrol,” kata Kepala Badan POM RI Penny K. Lukito, mengutip siaran pers, Sabtu 25 Desember 2021.
Langkah BPOM ini juga menyesuaikan pergeseran tren belanja masyarakat dari konvensional/langsung menjadi serba online, dengan target pengawasan pangan Tanpa Izin Edar (TIE) atau ilegal, pangan kedaluwarsa, dan pangan rusak.
- Pacu Jaringan 5G, Indonesia Buka Peluang Investasi Teknologi Pita Lebar
- Antisipasi Lonjakan Mobilitas Saat Nataru, Pertamina Pastikan Stok BBM dan LPG Terpenuhi
- Terkoreksi Tipis 0,59 Persen, IHSG Pekan Ini Terparkir di Level 6.562,900
Hasil Temuan
Hasil intensifikasi pengawasan pangan olahan dari awal sampai minggu ketiga Desember 2021 meliputi pengawasan pada 1.975 sarana peredaran pangan olahan yaitu pada 49 importir, 406 distributor, 1.511 ritel, dan 9 gudang e-commerce.
Dari jumlah tersebut, sarana peredaran pangan yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) sebanyak 631 (32%) sarana peredaran, yang terdiri dari 0,3% importir, 1,7% distributor, dan 30% ritel yang mencakup ritel modern dan tradisional.
BPOM mencatat terjadi penurunan sebesar 5,2% proporsi temuan sarana peredaran TMK pada tahun 2021 dibandingkan 2020 (37,2% pada 2020 dan 32% pada 2021).
Pada periode ini juga ditemukan sebanyak 41.306 pcs produk yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK), dengan nilai keekonomian sebesar Rp867.426.000. Temuan produk didominasi oleh pangan kedaluwarsa (53%), dan diikuti oleh temuan produk Tanpa Izin Edar/TIE (31,3%) serta produk rusak (15,7%).
Jumlah temuan produk TMK dari tahun 2020 ke tahun 2021 secara signifikan mengalami penurunan. Penurunan temuan TMK tersebut mengindikasikan adanya peningkatan kepatuhan dan pemahaman pelaku usaha di bidang distribusi/peredaran pangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Grab, Emtek, dan Bukalapak Blusukan ke Solo, Siap Godok 1.500 UMKM Go Digital
- Gandeng Kiqani, BRI Ventures Bidik Investasi Rp500 Miliar di Consumer Brands
- Elang Media Visitama (Grup Emtek) Rampungkan Akuisisi 93% Saham Bank Fama
Produk kedaluwarsa merupakan temuan tertinggi baik di importir, distributor maupun ritel. Produk TIE yang merupakan temuan di sarana peredaran konvensional maupun hasil pengawasan cyber patrol menurun sebesar 4,3% dibandingkan dengan tahun 2020. Sepanjang bulan November sampai Desember 2021 juga ditemukan 3.393 link penjualan pangan olahan TIE.
“Temuan terbanyak adalah pangan kedaluwarsa, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya masih berada di wilayah timur Indonesia dan/atau lokasi terpencil. Tidak dapat dipungkiri, tantangan pengawasan pangan olahan di wilayah Indonesia yang sangat luas sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis,” jelas Penny.
Sedangkan untuk temuan hasil cyber patrol, Badan POM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dan idEA selaku asosiasi marketplaces untuk segera dilakukan pemblokiran utasan (link) penjualan produk TIE.