<p>Tanaman ganja. / Pixabay</p>

PBB Restui Penggunaan Marijuana, LGN Minta Pemerintah Bentuk Roadmap Industri Ganja Nasional

  • JAKARTA – Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini menghapus ganja sebagai daftar obat terlarang dan berbahaya sekaligus mengizinkan ganja untuk keperluan medis. Keputusan ini diambil dari hasil voting yang dilakukan PBB dari 53 negara anggota. Sebanyak 27 suara mendukung dan mengizinkan ganja untuk penggunaan medis, sedangkan 25 suara lainnya keberatan dan satu abstain. […]

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini menghapus ganja sebagai daftar obat terlarang dan berbahaya sekaligus mengizinkan ganja untuk keperluan medis.

Keputusan ini diambil dari hasil voting yang dilakukan PBB dari 53 negara anggota. Sebanyak 27 suara mendukung dan mengizinkan ganja untuk penggunaan medis, sedangkan 25 suara lainnya keberatan dan satu abstain.

Sejak awal tahun lalu, rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghapus ganja dari Jadwal IV Konvensi Tunggal 1961 tentang narkotika, yang memasukkannya ke dalam daftar opioid berbahaya dan adiktif seperti heroin.

Keputusan ini mendorong berbagai penelitian untuk mencari khasiat pengobatan ganja dan bertindak sebagai katalisator bagi negara-negara untuk melegalkannya. Tentunya ini untuk kepentingan medis dan mempertimbangkan lagi undang-undang tentang penggunaannya untuk rekreasi.

Terkait hal tersebut, asosiasi Lingkar Ganja Nusantara mengimbau pemerintah segera merespons kebijakan ini dengan cepat dan cermat.

Ketua LGN, Dhira Narayana secara khusus meminta pemerintah untuk meloloskan permohonan Judicial Review pasal 6 dan 8 UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 yang dimohonkan oleh Ibu-ibu yang memiliki anak penderita cerebral palsy.

Cerebral palsy merupakan kelainan gerakan, tonus otot, ataupun postur yang disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada otak yang belum matang dan berkembang. Menurutnya, penyakit ini bisa disembuhkan dengan penggunaan ganja medis.

“Mereka sangat membutuhkan pengobatan yang berasal dari ganja,” ujarnya saat dihubungi TrenAsia.com, Minggu 6 Desember 2020.

Ia juga mengungkapkan, selama ini ganja medis yang digunakan untuk mengobati penderita cerebral palsy adalah produk impor. Padahal, kata Dhira, Indonesia, khususnya wilayah Aceh memiliki potensi besar penghasil tanaman ganja berkualitas.

“Untuk itu, perlu segera dibentuk tim perancang peta jalan industri pemanfaatan ganja nasional,” tegasnya. (SKO)