Pedagang Pasar Tanah Abang Girang TikTok Dilarang Jualan
- Usai pemerintah memutuskan akan melarang TikTok sebagai social commerce berjualan. Hal ini turut mendapat respon dari para pedagang di Pasar Tanah Abang.
Industri
JAKARTA - Para pedagang di pusat perbelanjaan pasar Tanah Abang menyambut suka cita keputusan pemerintah yang melarang transaksi jual beli online di platform TikTok Shop.
Firda (28), salah satu penjual baju di Pasar Tanah Abang Blok A mengakui kebijakan ini sangat disambut baik oleh para pedagang lantaran penjualan di TikTok Shop merusak harga pasar untuk produk UMKM.
"Kami nggak ada TikTok Shop aja masih sepi, apalagi ini digempur TikTok Shop yang merusak harga. Untung pemerintah bertindak," katanya kepada TrenAsia.com di Pasar Tanah Abang pada Selasa, 26 September 2023.
- Tak Mau Kalah, Getty Images Luncurkan AI Image Generator dengan Stok Fotonya Sendiri
- Pelita Air Tambah Armada Baru
- Libatkan 20 Investor, Groundbreaking Tahap II IKN Ditarget November
Firda mengaku, seharusnya pemerintah bukan cuma melarang TikToK Shop namun sekaligus menutupnya. Lantaran pedagang UMKM di lingkup Tanah Abang diakui masih belum sepenuhnya bangkit dari pasca pandemi COVID-19.
Lebih lanjut menurut Firda, jika pun pemerintah memisahahkan antara social commerce dan e-commerce tetap harus diawasi penjulannya. Sebab dikhawatirkan para platform ini juga membuat promo sehingga barang yang dijual menjadi lebih murah dari harga sebenarnya.
Namun hal berbeda diungkap Mamat (40) penjual gamis di Pasar Tanah Abang Blok A, menurutnya pelarangan TikTok Shop tidak sepenuhnya bisa membalikkan keadaan dan omset para pedagang lantaran kondisi ekonomi yang kian tak menentu.
Menurut Mamat Tanah Abang mulai sepi sejak tahun 2021 karena waktu itu Pemprov DKI Jakarta memberlakukan pembatasan kegiatan berskala besar (PSBB) dan menutup pasar selama hampir empat bulan. Ditambah pada tahun 2022 saat pemerintah mengakhiri kebijakan PSBB — pasar tekstil terbesar se Asia Tenggara ini kembali ramai meski belum bisa kembali dari zaman sebelum pandemi.
Mamat menjelaskan biasanya toko miliknya dapat memperoleh sebesar Rp20 juta hingga Rp30 juta per bulan. Namun sekarang untuk mendapat Rp1 juta saja ia harus membuka tokonya lebih pagi dan menutupnya lebih sore.
Baik Mamat hingga Firda mengaku saat ini para pedagang konvesional mulai beradaptasi dengan teknologi termasuk mengencarkan penjualan online meski toko offline tetap buka.