Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat 2 saham dan 3 obligasi pada pekan ini. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Obligasi

Pefindo: Sektor Bank dan Tambang Pimpin Penerbitan Obligasi Rp13,25 T

  • PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) telah diberi mandat untuk mengeluarkan surat utang (obligasi) korporasi senilai Rp53,17 triliun dari 48 penerbit hingga Maret 2024.
Obligasi
Alvin Pasza Bagaskara

Alvin Pasza Bagaskara

Author

JAKARTA - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) telah diberi mandat untuk mengeluarkan surat utang (obligasi) korporasi senilai Rp53,17 triliun dari 48 penerbit hingga Maret 2024. Penerbitan terbesar berasal dari sektor perbankan dan tambang yang ditotal sebesar Rp13,25 triliun.

Data Pefindo menunjukkan lima perusahaan di sektor perbankan berencana untuk menerbitkan surat utang korporasi dengan total nilai Rp7,65 triliun. Sementara itu, perusahaan tambang menempati posisi kedua dengan rencana penerbitan senilai Rp5,6 triliun dari lima perusahaan.

Peringkat berikutnya diduduki oleh perusahaan dari sektor jasa konstruksi dan multifinance yang berencana untuk menerbitkan surat utang sebesar Rp4,5 triliun dari masing-masing empat penerbit. 

“Sementara itu, dua perusahaan pembiayaan non-multifinance akan menerbitkan surat utang sebesar Rp4 triliun,” demikian pernyataan Pefindo melalui keterangan resmi pada Kamis, 17 April 2024.  

Dalam hal jenis surat utang, penawaran umum berkelanjutan (PUB) obligasi mendominasi dengan total nilai Rp21,67 triliun. Rinciannya, obligasi senilai Rp19,12 triliun, PUB sukuk Rp8,23 triliun, medium term note (MTN) Rp2,53 triliun, dan sukuk Rp1,59 triliun.

Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo Suhindarto mengatakan prospek penerbitan surat utang korporasi masih menjanjikan hingga kuartal 1-2024. Meskipun begitu, ada beberapa faktor baik pendorong maupun penghambat yang akan memengaruhi prospek ke depan.

Namun, aktivitas sektor riil yang tetap stabil merupakan salah satu faktor pendorong penerbitan surat utang pada tahun ini. Hal tersebut terjadi karena aktivitas kampanye politik, mulai dari Pilpres hingga Pilkada yang akan datang. 

Beragam agenda itu, kata dia, membuat permintaan tetap kuat dan stabil. “Dengan demikian, hal tersebut berdampak pada kinerja perusahaan yang kemudian mendorong penerbitan surat utang korporasi pada 2024,” ujar Suhindarto.

Faktor lain yang mendorong adalah sikap wait and see dari pelaku usaha yang mengalami penurunan setelah Pilpres, serta kemampuan adaptasi korporasi dalam menghadapi suku bunga yang tinggi, dan prospek penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) ke depan. 

Di sisi lain, Suhindarto menyoroti faktor-faktor yang menjadi beban bagi prospek penerbitan surat utang korporasi, seperti suku bunga yang tinggi yang tetap dipertahankan hingga awal semester I/2024, eskalasi risiko geopolitik yang berkelanjutan, dan potensi pelemahan konsumsi. 

"Kami juga memperhatikan bahwa jika suku bunga tinggi terus dipertahankan, premi risiko bagi perusahaan-perusahaan akan meningkat karena kewajiban keuangan perusahaan akan meningkat akibat bunga yang lebih tinggi," tambahnya.