<p>gambaranfoto.blogspot.com</p>
Industri

Pelaku Industri Sepakat Tolak Revisi PP 109/2012

  • Jakarta- Keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) terancam dengan adanya wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 yang kian ketat, oleh sebab itu pelaku industri sepakat suarakan penolakan. Sulami Bahar, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya mengatakan pihaknya belum mendapatkan pernyataan langsung dari Kementerian Kesehatan sebagai pemrakarsa revisi ini. Akan tetapi, Sulami mengatakan […]

Industri

Ananda Astri Dianka

Jakarta- Keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) terancam dengan adanya wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 yang kian ketat, oleh sebab itu pelaku industri sepakat suarakan penolakan.

Sulami Bahar, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya mengatakan pihaknya belum mendapatkan pernyataan langsung dari Kementerian Kesehatan sebagai pemrakarsa revisi ini.

Akan tetapi, Sulami mengatakan jika revisi ini akan semakin membatasi ruang gerak IHT. Ia juga menilai sebaiknya pemerintah lebih terbuka dengan melibatkan pelaku industri dalam kajian sebelum mengambil kebijakan.

Salah satu rumusan perubahan yang diusulkan dalam revisi adalah perluasan Graphic Health Warning (GWH) menjadi 90% di tiap bungkus rokok.

Dengan berlakunya PP 109/ 2012, IHT dalam beberapa tahun terakhir sudah mengalami penurunan produksi yang cukup signifikan. Ditambah lagi dengan regulasi dan pengenaan cukai dan pajak yang sudah tinggi di industri ini.

“Mereka sudah dikenakan PPN 9,1%, kemudian pajak rokok 10% dari tarif cukainya, nah kalau tembakaunya impor itu mereka kena lagi biaya masuk 40%, kemudian ada tarif cukai maksimum 27%. Nah kalaupun mereka untung mereka juga harus membayar 25%, jadi intinya pajak-pajak untuk IHT ini sudah cukup banyak lah ya,” ujar Rofyanto Kurniawan, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Keuangan Fiskal (BKF).

Cukai tinggi

Untuk 2020 target penerimaan cukai naik 9% atau sekitar Rp173,45 triliun. Dengan nilai sebesar ini, pelaku industri berharap pemerintah lebih memperhatikan IHT yang telah menyerap lebih dari 6,1 juta orang.

“Dengan kondisi yang semakin menurun, sudah semestinya Pemerintah memberi perlindungan dalam hal kepastian usaha, dan tidak menetapkan berbagai peraturan eksesif yang selalu berubah-ubah yang tentunya juga berimpak negatif terhadap iklim investasi nasional sebagaimana yang selalu dipromosikan oleh presiden,” kata Sulami.

Sebelumnya tiga asosiasi telah lebih dulu menyatakan secara terbuka penolakan terhadap revisi PP 109/2012, di antaranya Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), dan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi).

“Kami merasa rencana perubahan pp 109 ini terkesan tergesa-gesa dan terburu-buru. Bahwa dari data umum IHT terjadi tren penurunan produksi sejak 2015. Kedepan kami berharap agar pemerintah dapat melibatkan Asosiasi secara aktif dan terbuka dalam perumusan instrumen regulasi terkait,” tutup Sulami.