<p>Pewarta mengambil gambar layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jum&#8217;at, 25 September 2020. Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bangkit dan ditutup menguat 103,03 poin atau 2,13 persen ke posisi 4.945,79 pada hari ini, setelah empat hari beruntun parkir di zona merah. Penguatan indeks hari ini ditopang kenaikan saham-saham berkapitalisasi jumbo alias big caps. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Pelaku Pasar Sambut Positif UU Cipta Kerja, IHSG Uji Level 5.000

  • IHSG berpeluang mengalami konsolidasi melemah dengan support di level 5.001 sampai 4.881 dan resistence di level 5.099 sampai 5.187.

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – Pengesahan Undang-undang Cipta Kerja disambut positif pelaku pasar dalam negeri. Sepekan ke depan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi bakal menguji level psikologis 5.000.

Direktur PT Anugrah Mega Investama Hans Kwee mengatakan IHSG berpotensi mengalami konsolidasi melemah pada pekan kedua Oktober 2020. IHSG dipengaruhi sejumlah sentimen baik eksternal maupun domestik.

Dia menilai, Omnibus Law UU Cipta Kerja yang telah disahkan memberikan banyak sentimen positif bagi dunia bisnis dan ekonomi Indonesia.

Dampaknya dinilai akan terasa dalam jangka panjang. Sektor manufaktur mendapatkan manfaat dan berpeluang mendapatkan realokasi pabrik dari China ke negara Asia Tenggara.

“Hal ini positif karena kemudahan investasi bagi pemodal asing akan mengurangi ketergantungan foreign inflow ke dunia keuangan. UU ini juga melindungi buruh dari potensi kehilangan pekerjaan akibat usaha pindah ke luar negeri, tutup karena kalah bersaing, dan investor asing tidak masuk untuk berusaha di Indonesia. UU juga dipandang positif bagi berbagai sektor usaha, meningkatkan investasi dan konsumsi domestik,” kata Hans dalam riset yang diterima TrenAsia.com pada Minggu, 11 Oktober 2020.

Sementara itu, aksi penolakan UU Cipta Kerja meski berlangsung anarkistis tidak membuat pelaku pasar panik. Pasar saham tetap positif karena demo berlangsung pendek dan tidak punya pengaruh besar pada perekonomian. Tetapi, di tengah pandemi COVID-19, aksi demo diprediksi akan menyebabkan klaster baru.

“Kami perkirakan akan terjadi lonjakan kasus positif COVID-19 satu minggu setelah demo yang terjadi. Pemerintah perlu bertindak tegas dengan menindak segala bentuk demo anarkistis dan terjadi pelanggaran protokol kesehatan untuk menekan peningkatan kasus,” ujar Hans.

IHSG berpeluang mengalami konsolidasi melemah dengan support di level 5.001 sampai 4.881 dan resistence di level 5.099 sampai 5.187.

Suasana Halte Transjakarta yang rusak dan dibakar massa saat aksi unjuk rasa menolak pengesahan UU Cipta Kerja yang berakhir ricuh di kawasan Thamrin, Jum’at, 9 Oktober 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Sentimen Global

Sementara itu, pasar keuangan masih akan dipengaruhi kemajuan perundingan stimulus fiskal di Amerika Serikat.

“Saat ini, ekonomi Amerika Serikat sangat membutuhkan stimulus fiskal menyusul perlambatan pemulihan ekonomi yang terjadi,” ujar Hans.

Pasar sempat bereaksi negatif ketika Presiden AS Donald Trump membatalkan negosiasi pada awal pekan. Tetapi, sesudah itu Trump memberikan dukungan stimulus terutama bantuan untuk maskapai penerbangan dan langkah-langkah stimulus lainnya.

Namun, Ketua DPR AS Nancy Pelosi menolak gagasan RUU mandiri untuk bantuan maskapai penerbangan tanpa kesepakatan stimulus yang lain. Pelosi dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin kembali gagal mencapai kesepakatan pada akhir pekan lalu.

Mnuchin mengajukan proposal baru, tetapi pembantu Pelosi mengatakan bahwa proposal tersebut tidak memiliki rencana luas dan rinci untuk mengatasi pandemi.

“Diperkirakan negosiasi paket stimulus fiskal untuk mengatasi COVID-19 akan terus berlanjut pada pekan ini. Biarpun kecil peluang tercapai kesepakatan sebelum pemilu AS, tetapi kemajuan perundingan menjadi sentimen positif bagi pasar,” kata Hans.

Pelaku pasar juga mulai mengantisipasi peluang kemungkinan kandidat presiden dari Demokrat Joe Biden pada pemilihan 3 November 2020.

Debat yang brutal pada bulan lalu berhasil menaikkan keunggulan Biden atas Trump dalam beberapa jajak pendapat nasional di Amerika Serikat.

Kemenangan Biden dan Demokrat akan membuka peluang stimulus fiskal yang lebih besar sehingga mempercepat pemulihan ekonomi.

“Kemenangan Biden diperkirakan akan membuat kebijakan ekonomi AS menjadi lebih pasti dan berbeda dengan Trump yang labil dan bisa berubah setiap saat tergantung mood. Hal ini juga berpeluang membuat dolar AS melemah dalam jangka panjang,” ujar Hans. (SKO)