Ilustrasi uang rupiah (Foto:EmAji/Pixabay)
Makroekonomi

Pelemahan Rupiah Pengaruhi Subsidi Energi

  • Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terhadap beban subsidi yang ditanggung pemerintah.

Makroekonomi

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terhadap beban subsidi yang ditanggung pemerintah. Ini seiring dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang tengah tertekan.

Dia mengatakan, lemahnya rupiah paling berdampak pada beban biaya subsidi energi. Sebab, pembayarannya mayoritas menggunakan mata uang dolar AS karena dipenuhi dari impor.

Ia mengakui, saat ini beberapa indikator makro yang menjadi ukuran APBN 2024 mengalami penyimpangan. Dalam asumsi makro untuk tahun 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hanya dipatok di level Rp15.000/US$.

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan berdampak pada pos belanja negara yang menggunakan mata uang asing, seperti subsidi energi.

“Seperti subsidi listrik, subsidi BBM yang sebagian bahannya adalah impor. Maka, efek rembesan itu dari rupiah yang bergerak ke dalam,” ujarnya, dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, pada Senin, 24 Juni 2024.

“Jumlah belanja subsidi BBM, listrik, LPG, itu kalau tidak ada perubahan policy yaitu volume sesuai dengan yang ada dalam UU APBN, kurs menggunakan asumsi tapi sekarang deviasi, harga minyak sesuai asumsi tapi juga ada deviasi,” bebernya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, selisih penguatan dolar AS akan mempengaruhi jumlah belanja subsidi, yang disesuaikan dengan tagihan yang diajukan PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Tagihan ini akan dibayarkan usai diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Nanti akan ditagihkan oleh Pertamina dan PLN kepada pemerintah setiap kuartal. Kita kemudian akan meminta BPKP untuk mengaudit dan kami akan membayar sesuai kemampuan keuangan negara, seperti tahun lalu kita membayarkan sampai kuartal III karena kuartal IV baru diaudit sesudah tahun anggaran selesai,” tuturnya.

Ia memastikan, besaran belanja subsidi tetap sesuai dengan ketentuan Undang-Undang APBN 2024, yakni sebesar Rp300 triliun.

Sebagai informasi, tahun ini pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp189,1 triliun untuk subsidi energi, yang mencakup subsidi untuk BBM, elpiji tabung 3 kg, dan listrik. Hingga April lalu, realisasi belanja subsidi energi mencapai Rp42,41 triliun.

“Nanti kita akan lihat alokasi itu memenuhi berapa banyak dari volume yang sudah ditetapkan dengan perubahan harga maupun kurs yang terjadi. Ini yang kita sampaikan, sedapat mungkin kita akan membayar sesuai kemampuan keuangan negara,” tandasnya.

Sementara, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyatakan pihaknya tidak perlu menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-days repo rate (BI7DRR) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah mengingat tingkat inflasi di Indonesia masih tergolong rendah.

Hal ini diungkapkan dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR, pada Senin, 24 Juni 2024.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga BI pada level 6,255. Data dari Bloomberg menunjukkan, nilai tukar rupiah siang ini menguat sebesar 48,5 poin (0,29%) menjadi Rp16.401 per dolar AS. Nilai tukar rupiah yang menembus 16.400 per dolar AS, merupakan yang terendah sejak 4 tahun terakhir.⁠

Dan hingga pukul 14:47 WIB, berdasarkan data dari Bloomberg, rupiah menguat sebesar 52 poin (0,32%) menjadi Rp16.398 per dolar AS.

“Saat ini belum perlu menaikkan BI rate, cukup intervensi sama SRBI (Sekuritas Rupiah BI) karena inflasi rendah hanya 2,8% dan akhir tahun ini juga rendah. Supaya tidak menyebabkan dampak negatif ke pertumbuhan ekonomi,” ujar Perry.

Ia mengatakan, hampir semua mata uang negara melemah. Meskipun demikian, ia optimistis tren saat ini hanyalah sentimen jangka pendek dan nilai tukar akan kembali mengikuti fundamental.

“Itu trennya seperti itu. Ke depan kami memperkirakan nilai tukar bergerak stabil sesuai komitmen BI stabilkan nilai tukar rupiah,” paparnya.

BI menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui 3 instrumen. Pertama, BI akan melakukan intervensi di pasar valuta asing. Kedua, mengoptimalkan penggunaan instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SRBI) dan kenaikan suku bunga jika dianggap perlu.

Ia menambahkan, faktor jangka pendek yang menyebabkan volatilitas. “Tren nilai tukar mata uang di mana pun kalau faktor jangka pendek mereda, ya akan kembali ke fundamental,” kata dia.

Stabilitas nilai tukar rupiah ini diharapkan dapat mendukung aliran modal asing dan menarik imbal hasil Treasury. Selain itu, kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih tetap baik.

“Kami memperkirakan dalam tren akan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan juga penguatan nilai tukar rupiah,” jelasnya.