Pelonggaran PSBB Tidak Angkat Ekonomi Secara Signifikan
JAKARTA – Ekonom Chatib Basri menyatakan terjadi pelambatan mobilitas masyarakat sesaat setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilonggarkan pada Juni 2020. Merujuk big data dari Google, pergerakan orang menuju kantor, ritel, hiburan menurun, sementara jumlah orang yang tetap di rumah meningkat. “Data Google ini berimplikasi pada bukti bahwa benar ekonomi kita rebound tapi tapi lalu […]
Industri
JAKARTA – Ekonom Chatib Basri menyatakan terjadi pelambatan mobilitas masyarakat sesaat setelah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilonggarkan pada Juni 2020.
Merujuk big data dari Google, pergerakan orang menuju kantor, ritel, hiburan menurun, sementara jumlah orang yang tetap di rumah meningkat.
“Data Google ini berimplikasi pada bukti bahwa benar ekonomi kita rebound tapi tapi lalu datar, jadi tidak bisa berbentuk V,” kata Chatib dalam diskusi media secara virtual, Selasa, 13 Oktober 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Chatib menjelaskan mengapa reopening aktivitas hanya berdampak pendek pada pertumbuhan ekonomi.
Pertama adalah daya beli yang tergerus, sebab masyarakat terpaksa tidak beraktivitas atau melakukan kegiatan ekonomi secara terbatas.
“Ketika pelonggaran PSBB terjadi, ada permintaan yang tertunda. Begitu dibuka naik lalu flat lagi,” tanbah
Kedua, bisa jadi ada perubahan kebiasaan di mana masyarakat menengah atas lebih menjaga kesehatan sehingga lebih berhati-hati membelanjakan uangnya.
Sementara masyarakat menengah ke bawah akan cenderung menunda atau membatalkan pengeluaran, seperti membeli properti atau kendaraan.
Vaksin Jadi Harapan Terbesar
Dengan kondisi seperti ini, satu-satunya harapan pulihnya perekonomian adalah vaksin. Namun, kehadiran vakin tidak serta merta membuat keadaan berbalik dengan mudah dan cepat.
Katakanlah vaksinasi bisa dilakukan pada Desember 2020 dan dengan merujuk kelompok rentan (prioritas) berjumlah 20 juta orang, maka perlu ada 68.000 vaksinasi per hari dalam setahun.
“Enggak usah hitung rencana vaksinasi ratusan juta orang, anggaplah 25 juta orang saja. Pertanyaannya kita punya SDM untuk vaksinasi 68 ribu orang per hari enggak?”.
Jika memang SDM Indonesia mampu menyuntikkan 68.000 vaksin tiap hari selama setahun, durasi vaksinasi ini berimplikasi pada lamanya proses pemulihan ekonomi.
Sehingga, selama belum adanya vaksinasi ataupun belum meratanya distribusi vaksin, mantan Menteri Keuangan ini menegaskan bahwa menurunkan kurva kasus COVID-19 adalah mutlak. Sebab, Chatib sepakat bahwa tidak akan ada pemulihan ekonomi selama virus masih tak terkendali.
“Lihat Vietnam, karena virusnya terkendali maka ekonominya tumbuh. Sebab investor mau masuk ke sana. Jadi, selama kita masih berkutat dengan virus, jangan harap ekonomi pulih,” tegas dia.