Sejumlah warga dan aktivis menggelar aksi di depan Raffles Hotel, Jakarta, lokasi digelarnya RUPS Adaro Energy, Rabu, 15 Mei 2024.
Energi

Pembagian Dividen Adaro Diwarnai Protes Warga Sipil

  • Koalisi masyarakat sipil menggelar aksi di depan Raffles Hotel Jakarta, lokasi berlangsungnya rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), Rabu, 15 Mei 2024. Mereka menuntut Adaro segera menghentikan ekspansi batu bara dalam usahanya.

Energi

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Koalisi masyarakat sipil menggelar aksi di depan Raffles Hotel Jakarta, lokasi berlangsungnya rapat umum pemegang saham (RUPS) PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), Rabu, 15 Mei 2024. Mereka menuntut Adaro segera menghentikan ekspansi batu bara dalam usahanya. 

Dalam aksinya, sejumlah warga dan aktivis mengenakan topeng serta membawa kertas berlogo bank-bank internasional seperti BNP Paribas, OCBC, DBS, dan Standard Chartered. Sejumlah bank itu diketahui memutuskan hubungan dengan Adaro. 

Hal itu karena bisnis ADRO masih didominasi batu bara, tidak sejalan dengan komitmen perusahaan tersebut untuk berhenti mendukung industri kotor. Saat aksi berlangsung, Adaro diketahui memiliki agenda pembagian dividen dalam RUPS-nya. 

Emiten pertambangan itu menyepakati pembagian dividen tunai US$800 juta (Rp12,85 triliun). Rasio pembagian dividen sebesar 48,74% dari perolehan laba bersih tahun buku 2023.

 Baca Juga: Adaro Energy Indonesia (ADRO) Bukukan Laba Capai Rp6 Triliun hingga Kuartal I-2024

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menyerukan kepada Adaro agar segera melakukan transisi energi secara sungguh-sungguh. “Itu jika ingin kembali mendapatkan kepercayaan dari perusahaan global, baik perbankan maupun pembeli. Bukan hanya pencitraan hijau semata,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Rabu.  

Di saat tren global beramai-ramai meninggalkan bisnis batu bara dan beralih kepada energi bersih, Adaro justru memiliki rencana untuk melakukan ekspansi tambang batu bara di Kalimantan Tengah, bahkan di Kalimantan Selatan, tambang Adaro berpotensi menggusur komunitas Dayak Pitap. 

Tak hanya itu, Adaro diketahui akan membangun PLTU batu bara baru di Kalimantan Utara. Namun, hal ini diklaim sebagai citra hijau karena mendukung produksi baterai mobil listrik yang masuk ke dalam kategori industri hijau. 

Adaro sekarang dipaksa menghadapi konsekuensi dari aktivitas bisnis yang merusak iklim mereka. Kebijakan diversifikasi mereka yang lemah saat ini membuat Adaro kehilangan Hyundai. 

“Tanpa rencana transisi kredibel yang mencakup pembatasan ekspansi batu bara, Adaro harus menghadapi risiko keuangan yang meningkat,” ujar Juru Kampanye Energi dan Keuangan Market Forces, Nabilla Gunawan. 

Penerbit Obligasi Terkotor

Hyundai telah mengirim sinyal kuat bahwa Adaro harus transisi keluar dari batu bara konsisten dengan skenario net zero di tahun 2050. Belum lama ini, analisis Dirty 30 oleh Toxic Bond Initiative menempatkan Adaro Energy Indonesia sebagai salah satu penerbit obligasi terkotor sedunia, bersama jajaran perusahaan bahan bakar fosil raksasa lainnya, seperti Exxon dan Shell.

Adaro memiliki obligasi sebesar US$750 juta yang akan jatuh tempo di bulan Oktober tahun ini. Meskipun Adaro sudah mengeluarkan pernyataan akan mencapai net zero di tahun 2060, rencana tersebut tidak mencakup pembatasan ekspansi batu-bara termal maupun metalurgi. 

Sejak tahun 2022 dan hingga sekarang, Adaro telah ditinggalkan bank multinasional seperti Standard Chartered dan DBS karena banyak bank mengadopsi kebijakan coal exit. Belum lama ini, Hyundai membatalkan perjanjian pembelian aluminium dengan anak usaha Adaro.