Ilustrasi lokasi pertambangan emas, tembaga, nikel, batu bara, dan mineral lain / Dok. Archi Indonesia
Energi

Pembatasan Izin Pembangunan Smelter Nikel Kelas II Dinilai Langkah Tepat

  • Langkah pemerintah untuk membatasi izin pembangunan pabrik pemurnian mineral atas smelter nikel kelas 2 dinilai adalah keputusan yang tepat.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Langkah pemerintah untuk membatasi izin pembangunan pabrik pemurnian mineral atas smelter nikel kelas 2 dinilai adalah keputusan yang tepat.

Dewan Penasihat Asosiasi Prometindo Arif S Tiammar mengungkapkan, langkah Kementerian ESDM yang akan memoratorium pembangunan smelter untuk nikel kelas II, baik untuk membatasi produksi yang berlebihan.

"Sejujurnya saya sendiri sangat mendukung dengan upaya untuk membatasi pembangunan feronikel atau pembangunan proyek yang berbasiskan ferometalurgi yang mengkonsumsi biji nikel saprolite menjadi FeNi ataupun NPI ataupun mate. Sekalipun kita memiliki cadangan yang sangat besar di sisi hydrometalurgi yang bersumberkan dari nikel limonite atau nikel yang kadar rendah," ujar Arif dilansir pada 19 Oktober 2023.

 

Tambahan informasi, untuk nikel berkadar rendah disebut dengan limonite sedangkan untuk nikel berkadar tinggi disebut saprolite.

Arif mengungkapkan alasan nya mengapa Pemerintah perlu melakukan pembatasan izin pembangunan smelter nikel kelas 2. Pertama untuk membatasi kapasitas produksi yang berlebihan dan menempatkan Indonesia menjadi produsen NPI terbesar di dunia.

Pasalnya, kapasitas produksi saat ini dinilai besar, bahkan jumlahnya berdasarkan data tahun 2022 sebesar 9 juta ton NPI (nikel pig iron) dengan kandungan nikel 1,1 juta ton per tahun. Hal ini menempatkan Indonesa sebagai produsan NPI terbesar dunia.

Alasan kedua, ketahanan cadangan yang dimiliki dan ketiga supply demand yang berdampak pada harga pasar NPI dunia. Jika melihat harga NP atau FeNi sendiri sekarang ini sangat rendah dibandingkan dua tahun depan karena jumlah NPI yang ada luar biasa berlimpah sehingga menyebabkan harga dari NPI itu turun.

Sehingga upaya moratorium harus segera didorong oleh pemerintah dalam waktu dekat untuk melindungi supply dan deman biji nikel itu sendiri di dalam negeri.

Melansir laman Kementerian ESDM, saat ini, terdapat 25 smelter yang sedang tahap konstruksi membutuhkan pasokan nikel sebanyak 75 juta ton per tahun. Sedangkan untuk arah proses baterai hydrometalurgi ada 6 smelter yang sedang konstruksi dengan kebutuhan biji 34 juta ton per tahun.

Pada tahap perencanaan ke arah pyrometalurgi, terdapat 28 smelter dan 10 smelter untuk hydrometalurgi dengan kebutuhan masing-masing 130 juta ton per tahun dan 54 juta ton per tahun.

Jika dirinci lebih lanjut, total smelter yang ada sampai dengan saat ini, belum lagi yang terbaru itu ada 116 smelter yang terdiri dari 97 smelter pyrometalurgi dan 19 smelter ke arah hydrometalurgi.