Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Pembiayaan Lender Fintech Lending Anjlok, OJK dan AFPI Soroti Masalah Tata Kelola

  • Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terjadi penurunan outstanding pinjaman perorangan dan IKNB sejak Januari hingga Agustus 2024. Outstanding pinjaman perorangan misalnya, mencatat kontraksi sebesar 14,23% year-to-date (ytd) dari Rp6,10 triliun di Januari menjadi Rp5,24 triliun pada Agustus 2024. Di sisi lain, outstanding IKNB juga menurun sebesar 23,84% ytd menjadi Rp1,46 triliun, sedangkan sektor koperasi mencatat penurunan sebesar 29,5% ytd menjadi Rp152,43 miliar.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Industri fintech lending di Indonesia mengalami tantangan besar sepanjang 2024. Penurunan outstanding pinjaman di sektor fintech peer-to-peer (P2P) lending hingga industri keuangan non-bank (IKNB) dan koperasi menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku industri serta regulator. 

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terjadi penurunan outstanding pinjaman perorangan dan IKNB sejak Januari hingga Agustus 2024. Outstanding pinjaman perorangan misalnya, mencatat kontraksi sebesar 14,23% year-to-date (ytd) dari Rp6,10 triliun di Januari menjadi Rp5,24 triliun pada Agustus 2024. 

Di sisi lain, outstanding IKNB juga menurun sebesar 23,84% ytd menjadi Rp1,46 triliun, sedangkan sektor koperasi mencatat penurunan sebesar 29,5% ytd menjadi Rp152,43 miliar.

Menanggapi kondisi tersebut, OJK dan para pelaku industri fintech akan membahas berbagai solusi dalam Indonesia Fintech Summit & Expo (IFSE) 2024 yang akan menjadi momentum penting bagi industri ini untuk memperkuat tata kelola dan manajemen risiko, serta meningkatkan kepercayaan investor.

Penyebab Penurunan Outstanding 

Penurunan outstanding pinjaman kemungkinan disebabkan oleh menurunnya minat investor terhadap fintech P2P lending dan kondisi ekonomi yang tidak mendukung. Hal itu disampaikan Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Djoko Kurnijanto dalam konferensi pers  Senin, 4 November 2024.

Faktor-faktor seperti risiko dan tata kelola perusahaan juga turut mempengaruhi daya tarik sektor fintech di mata investor.

"Apakah ini karena ketertarikan investor terhadap fintech peer-to-peer lending yang menurun atau mungkin karena kondisi ekonomi, serta terkait dengan tata kelola perusahaan?" ungkap Djoko. 

Ia menambahkan bahwa penerapan manajemen risiko dan tata kelola yang baik sangat penting bagi pertumbuhan industri fintech yang berkelanjutan di Indonesia.

IFSE 2024: Fokus Tata Kelola dan Manajemen Risiko

Salah satu tujuan dari IFSE 2024 adalah mempertemukan berbagai pemangku kepentingan untuk berdiskusi tentang penerapan tata kelola dan manajemen risiko di industri fintech

Djoko menjelaskan bahwa acara ini akan menjadi platform bagi para ahli, pengguna, dan pelaku industri untuk berbagi pandangan serta belajar dari praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan dan manajemen risiko.

"Di IFSE 2024, kami berharap dapat memperoleh pandangan dari para ahli, pengguna, dan penggiat industri terkait penerapan tata kelola dan manajemen risiko," jelas Djoko. 

Dengan adanya forum ini, industri fintech diharapkan dapat semakin memperkuat kredibilitas dan meningkatkan daya tarik di mata investor dan konsumen.

Tantangan Literasi dan Adaptasi Terhadap Perubahan

Di samping tantangan tata kelola dan risiko, Djoko juga menyoroti pentingnya literasi dalam menjaga daya saing perusahaan fintech di tengah berbagai tantangan pasar. 

Menurutnya, literasi sangat krusial bagi perusahaan fintech untuk dapat terus beradaptasi dengan perubahan kebutuhan pasar dan regulasi yang berlaku.

"Tantangan utama dalam industri fintech adalah literasi. Perusahaan harus mampu menyesuaikan produk dan layanan mereka sesuai perubahan pasar dan regulasi untuk tetap relevan," jelas Djoko.

Pentingnya Penerapan GRC dalam Industri Fintech

 Dalam kesempatan yang sama, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) juga menegaskan pentingnya penerapan prinsip tata kelola yang baik atau Governance, Risk, and Compliance (GRC) di platform fintech.

Sekretaris Jenderal AFPI, Tiar Karbala, menyebutkan bahwa penerapan GRC merupakan langkah penting dalam menjaga kredibilitas dan kelangsungan operasional platform fintech pendanaan bersama di Indonesia.

"OJK selalu menekankan pentingnya penerapan prinsip GRC kepada AFPI dan anggotanya. Tata kelola perusahaan yang baik harus diterapkan mulai dari struktur perusahaan, hingga susunan komisaris dan direksi yang tersertifikasi sesuai peraturan," kata Tiar.

Manajemen Risiko dan Kepatuhan sebagai Pilar Utama 

Menurut Tiar, manajemen risiko harus menjadi perhatian utama bagi platform fintech. Risiko yang dihadapi bisa datang dari berbagai sektor, seperti operasional, teknologi informasi, likuiditas, hingga keuangan. Ia juga menyoroti pentingnya kepatuhan yang ketat terhadap regulasi yang berlaku.

"Kami harus dapat memitigasi risiko-risiko agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari," tambahnya. "Kepatuhan atau compliance merupakan aspek yang ditekankan OJK untuk memastikan bahwa pelaku industri fintech beroperasi sesuai aturan."

Upaya AFPI Mendorong Implementasi GRC 

Sebagai asosiasi yang menaungi pelaku fintech lending, AFPI secara aktif memantau dan mengunjungi platform-platform fintech lending untuk memastikan penerapan prinsip GRC. Hal ini dilakukan agar industri fintech dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan.

"Kami dari AFPI selalu mengingatkan anggota untuk memperbaiki penerapan GRC. Kami juga melakukan pemantauan berkala dan kunjungan langsung ke platform-platform yang ada," jelas Tiar.

Roadmap Industri Fintech oleh OJK

Sebagai bentuk dukungan untuk industri fintech, OJK telah merilis roadmap yang diharapkan dapat membantu sektor ini berkembang secara lebih terstruktur dan sesuai peraturan. 

Roadmap tersebut bertujuan untuk menjadikan industri fintech di Indonesia lebih kuat dalam menghadapi berbagai tantangan.

"Dengan roadmap yang dirilis OJK, diharapkan industri fintech dapat berkembang dalam kerangka yang lebih baik, teratur, dan terarah," ujar Tiar.

Upaya Menjaga Stabilitas Industri Fintech

OJK berkomitmen untuk terus memantau perkembangan industri fintech, terutama di sektor pinjaman P2P lending dan IKNB, dengan memastikan adanya tata kelola yang baik serta manajemen risiko yang memadai. 

Melalui ajang seperti IFSE 2024, OJK berharap dapat mendorong pelaku industri untuk memperkuat tata kelola dan manajemen risiko, sehingga industri fintech di Indonesia dapat tumbuh secara lebih berkelanjutan dan menarik bagi investor serta konsumen.

Dengan pertemuan regulator dan pelaku industri di IFSE 2024, diharapkan ada solusi konkret untuk menangani penurunan outstanding, memperkuat tata kelola, dan meningkatkan daya tarik industri fintech Indonesia bagi para investor di masa depan.