Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto.
Energi

Pemerataan Ekonomi, Pakar Dorong Tambang Dikelola Koperasi

  • Tata kelola tambang di Indonesia saat ini dinilai belum memberikan kesejahteraan yang merata pada masyarakat. Hal itu karena bisnis tambang dikuasai korporasi atau pemodal besar sehingga cenderung hanya berorientasi mengejar keuntungan. Koperasi hadir sebagai alternatif.
Energi
Chrisna Chanis Cara

Chrisna Chanis Cara

Author

JAKARTA—Tata kelola tambang di Indonesia saat ini dinilai belum memberikan kesejahteraan yang merata pada masyarakat. Hal itu karena bisnis tambang dikuasai korporasi atau pemodal besar sehingga cenderung hanya berorientasi mengejar keuntungan.  

Model bisnis koperasi yang dikelola masyarakat terdampak dinilai menjadi alternatif untuk perbaikan tata niaga tambang. Sehingga, manfaat industri ekstraktif ini dapat dirasakan warga secara merata. Hal itu disampaikan Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, kepada TrenAsia, Kamis, 11 Juli 2024. 

Menurut Suroto, tata kelola perusahaan tambang perlu dikelola secara demokratis agar dampak ekonominya mampu menghadirkan keadilan. Dia menyebut pelibatan warga atau komunitas, terutama warga di daerah tambang, penting untuk mencapai tujuan tersebut. 

“Komunitas atau masyarakat turut menjadi pengendali, jangan hanya diserahkan pada perusahaan yang semata berorientasi mengejar keuntungan,” ujar Suroto yang juga pakar koperasi itu. Dia menilai upaya pemerintah melibatkan organisasi masyarakat (ormas) untuk mengelola tambang baru-baru ini adalah langkah penting.

Menurut dia, keterlibatan bisnis tambang oleh masyarakat secara langsung adalah bagian dari perbaikan tata kelola tambang. Meski demikian, Suroto menyebut pemberian jatah tambang mestinya tidak hanya menyasar ormas tertentu seperti ormas keagamaan. 

Sebab jika demikian, Suroto menilai hal itu justru menjadi diskriminatif terhadap kelompok warga lain. “Dan secara tidak langsung lebih kental bernuansa politis,” ujarnya. Suroto mengatakan keterlibatan masyarakat yang sebenar-benarnya perlu didorong sehingga sumber daya alam dapat dimanfaatkan optimal untuk kemakmuran rakyat. “Bukan untuk kepentingan konglomerat atau agamawan.”

Koperasi jadi Opsi Solusi

Suroto mengatakan pengelolaan tambang oleh masyarakat dengan payung hukum koperasi dapat menjadi alternatif. Dalam regulasi, dia menjelaskan koperasi menjadi badan hukum yang sah untuk mengelola usaha seperti pertambangan. 

“Sebuah ormas atau komunitas tidak bisa serta merta mengelola tambang karena secara badan hukum peruntukannya bukan untuk bisnis. Jadi pilihannya kalau bukan perseroan ya koperasi,” ujarnya. 

Menurut Suroto, badan hukum koperasi sesuai dengan sifat dasar ormas yang biasanya bercorak demokratis. Dia menambahkan koperasi tambang juga memungkinkan untuk dimiliki jutaan orang secara terbuka. “Ini bisa menjadi jaringan konglomerasi sosial yang besar,” tutur CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) itu. 

Lebih lanjut, koperasi dinilai cocok mengelola tambang agar masyarakat tetap memiliki kendali atas aktivitas eksplorasi SDA di lingkungannya. “Badan hukum koperasi juga dapat menjadi relasi sosial yang bersifat setara. Ini tidak dapat ditemui di perseroan yang berbasis pada modal kapital,” ujar Suroto.

Baca Juga: 6 Tambang Buat Ormas, Ada Bekas Grup Bakrie Sampai Boy Thohir

Diketahui, pemerintah baru saja mengeluarkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk ormas keagamaan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024. Beleid itu langsung memicu kontroversi karena bisnis tambang dinilai tak sejalan dengan napas ormas keagamaan. 

Selain itu, ormas agama berbisnis tambang dinilai kontraproduktif dengan langkah-langkah mereka yang berorientasi menjaga lingkungan selama ini. Konflik sosial juga berpotensi meletus sewaktu-waktu apabila ormas keagamaan kukuh berbisnis tambang. 

Sejauh ini, PB Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis) dan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) menjadi ormas yang resmi menerima tawaran tambang pemerintah. Sementara itu, ormas agama lain seperti Kongres Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) menolak jatah tambang. 

Adapun ormas besar Muhammadiyah hingga kini masih menimbang apakah akan menerima atau menolak tawaran tersebut. “Tidak akan tergesa-gesa dan mengukur diri agar tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara,” ujar Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, belum lama ini.