Pemerintah Bakal Perketat Jastip Barang Impor
- Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan memperketat pengawasan layanan jasa titip (jastip) dari luar negeri. Upaya ini untuk menekan peredaran barang impor yang merugikan pengusaha dan UMKM lokal.
Makroekonomi
JAKARTA—Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan memperketat pengawasan layanan jasa titip (jastip) dari luar negeri. Upaya ini untuk menekan peredaran barang impor yang merugikan pengusaha dan UMKM lokal.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim, dikutip dari Antara, Rabu, 1 November 2023. “Jastip sedang dipelototin dengan keluarnya PMK 96 (Peraturan Menteri Keuangan 96/2023). Presiden (Joko Widodo) mengarahkan untuk pengetatan arus impor,” ujarnya.
Menurut Isy, pemerintah akan mengatur kembali berapa jumlah barang yang dapat dibawa oleh Warga Negara Indonesia (WNI) saat memasuki Tanah Air. Selain itu, akan diatur jumlah pengiriman barang yang dilakukan WNI dari luar negeri selama satu tahun.
- Profil Hamas, Kelompok Palestina yang Kobarkan Perang Lawan Israel
- Toyota, Daihatsu dan Hino Kompak Jual Lima Juta Kendaraan Semester Ini
- Indonesia Berpeluang Pasok Singkong ke Inggris Besar-Besaran
“Nanti ada pengaturan untuk warga yang di luar negeri, PMI (pekerja migran Indonesia). Akan diberikan satu tahun itu berapa frekuensinya boleh bawa barang. Termasuk juga diatur, orang kita yang di luar negeri dalam satu tahun boleh mengirim berapa kali,” jelas Isy.
Pihaknya mengatakan pengawasan terhadap jastip merupakan upaya memperketat arus barang impor yang mengganggu pelaku UMKM. Diketahui, layanan jastip saat ini begitu marak di media sosial. Para penjual menjadi perantara untuk membeli sejumlah produk luar negeri mulai dari tas, sepatu, pakaian hingga aksesoris.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini mengatur jumlah barang pribadi penumpang yang dibebaskan bea masuk sebesar US$500 per orang. Warga akan dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) dengan rincian, BM 10 persen (flat), PPN 11 persen dan PPh 0,5-10 persen (jika punya NPWP) atau 1-20 persen (jika tidak punya NPWP) jika nilainya melebihi angka tersebut.