<p>Paparan Susiwijono dalam konferensi pers di kantor BPNP, Jakarta. Kamis 26 Maret 2020</p>
Industri

Pemerintah Berjibaku Tangkal Dampak COVID-19 di Sektor Ekonomi

  • Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di sektor keuangan untuk mengatasi dampak ekonomi krisis virus corona (COVID-19) sejak Februari hingga hari ini.

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di sektor keuangan untuk mengatasi dampak ekonomi krisis virus corona (COVID-19) sejak Februari hingga hari ini.

Kebijakan tersebut berupa stimulus ekonomi I, II, dan lanjutan guna mendukung upaya percepatan penanganan COVID-19, baik untuk dunia usaha maupun para pekerja.

“Stimulus ekonomi ini juga untuk membangun kepercayaan diri dan optimisme kita bersama di tengah kondisi sulit ini. Pemerintah akan terus mendampingi,” tegas Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono saat konferensi pers di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis 26 Maret 2020.

A. Stimulus Ekonomi I

Stimulus I diterbitkan pada 25 Februari 2020. Ada delapan kebijakan yang disasar, yaitu kartu prakerja, kartu sembako, stimulus perumahan, insentif untuk wisatawasan mancanegara, insentif untuk wisatawan domestik, implementasi harga avtur, hibah daerah untuk dukungan wisata, dan tarif pajak hotel-restoran. Dana yang dialokasikan pemerintah dalam Stimulus Ekonomi I ini adalah sebesar Rp10,3 triliun.

“Stimulus pertama kita terbitkan saat belum ditemukan kasus COVID-19 di Indonesia, sekitar 10 hari sebelumnya. Maka dari itu, fokusnya adalah ke sektor ekonomi yang menangani lalu lintas barang dan kebijakannya lebih banyak diberikan ke sektor pariwisata dan akomodasi,” terang Susiwijono.

B. Stimulus Ekonomi II

Seiring dengan perkembangan kasus COVID-19 di Indonesia, pemerintah kembali merespons situasi dengan meluncurkan stimulus ekonomi II pada 13 Maret 2020.

“Ada delapan kebijakan dalam stimulus ekonomi kedua ini. Empat kebijakan terkait sektor fiskal perpajakan, empat lainnya terkait non fiskal mengenai percepatan lalu lintas barang, ekspor impor, dan logistik barang-barang yang dibutuhkan untuk penanganan COVID-19 ini,” urainya.

Kebijakan yang disasar tersebut antara lain:

  1. Relaksasi PPh Pasal 21, relaksasi diberikan melalui skema PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 100% atas penghasilan dari pekerja dengan besaran sampai dengan Rp200 juta pada sektor industri pengolahan, termasuk Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor–Industri Kecil dan Menengah (KITE IKM).
  2. Relaksasi PPh Ps 22 Impor, relaksasi diberikan melalui skema pembebasan PPh Pasal 22 Impor kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak KITE, dan wajib pajak KITE IKM.
  3. Relaksasi Pengurangan PPh Ps 25, Relaksasi diberikan melalui skema pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30% kepada 19 sektor tertentu, wajib pajak KITE, dan wajib pajak KITE-IKM.
  4. Restitusi PPN Dipercepat, bagi 19 sektor tertentu, wajib pajak KITE, dan wajib pajak KITE-IKM.
  5. Penyederhanaan/Pengurangan Lartas Ekspor, Penyederhanaan/Pengurangan Lartas Impor, Percepatan Proses Ekspor-Impor untuk Reputable Trader, dan Percepatan Proses Ekspor-Impor melalui National Logistics Ecosystem (NLE).

Selain fiskal dan non fiskal, ada pula Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Counter cyclical Dampak Penyebaran COVID-19. Adapun alokasi stimulus kedua berkisar Rp22,9 triliun.

C. Stimulus Ekonomi Lanjutan

Tak berhenti di situ, pemerintah pun menggulirkan stimulus ekonomi lanjutan yang diumumkan pada Kamis, 26 Maret 2020.

Dari sisi tujuan, di stimulus lanjutan ini pemerintah fokus menjaga dua hal. Pertama, daya beli masyarakat dan sektor korporasi. Kedua, kelangsungan usaha dan pengurangan pemutusan hubungan kerja (PHK).

1. Pemberian BLT

Untuk meningkatkan daya beli, yang pertama disasar adalah masyarakat rumah tangga termiskin. Pemerintah akan mengalokasikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 40% dari masyarakat rumah tangga termiskin yaitu sekitar 29,3 juta orang.

2. Kredit Khusus

Sementara mengenai kelangsungan usaha dan pengurangan PHK, ada beberapa kebijakan yang disiapkan pemerintah.

Pertama, pemerintah tengah menjajaki satu bentuk surat utang baru, yaitu recovery bond. Ini adalah surat utang pemerintah dalam rupiah yang nanti akan dibeli oleh Bank Indonesia maupun swasta yang mampu. Dana dari penjualan surat utang tersebut akan dipegang pemerintah untuk kemudian disalurkan kepada seluruh dunia usaha melalui kredit khusus.

“Kredit khusus ini akan kita rancang seringan mungkin sehingga pengusaha bisa mudah mendapatkan. Syaratnya, perusahaan tidak boleh melakukan PHK atau kalau pun harus PHK, 90% karyawannya diberi gaji yang tidak boleh berkurang dari sebelumnya,” kata Susiwijono. (SKO)