Minyak goreng kemasan dua liter seharga Rp28.000 di pasar ritel modern Transmasrt Pluit Village
Nasional

Pemerintah Gelontorkan Subsidi Minyak Goreng Rp7,6 Triliun, Ini Sumber Dananya

  • Untuk menciptakan minyak goreng satu harga sebesar Rp14.000 per liter di pasar, ini cara pemerintah.

Nasional

Muhammad Farhan Syah

JAKARTA – Pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp7,6 triliun untuk subsidi pada selisih harga minyak goreng. Kebijakan ini diterapkan karena harga minyak goreng terus melambung.

Subsidi ini akan dikucurkan dalam enam bulan untuk menciptakan minyak goreng satu harga sebesar Rp14.000 per liter di pasar. Lantas dari mana anggarannya?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan dana tersebut diambil dari dana abadi sawit di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) 

Sebelumnya keputusan tersebut telah diambil dalam rapat komite pengarah BPDPKS yang dipimpin dirinya.

“Dalam rapat ini diputuskan bahwa untuk selisih harga minyak goreng akan diberikan dukungan pendanaan dari BPDPKS dengan harga terjangkau Rp14.000 per liter,” ujar Airlangga dalam keterangan resmi dikutip Rabu, 26 Januari 2022.

Dana tersebut juga digunakan untuk melakukan subsidi pada minyak goreng dengan berat kemasan lain yakni 2 liter, 5 liter, dan 25 liter selama kebijakan berlangsung.

Kebijakan yang telah berlaku sejak 19 Januari 2022 ini dilakukan pemerintah dalam rangka upaya untuk menghadirkan harga minyak goreng kemasan yang dapat terjangkau oleh masyarakat, khususnya bagi industri usaha mikro dan kecil (UMK) dan kebutuhan rumah tangga.

Minyak goreng dengan harga khusus ini akan disediakan pemerintah selama enam bulan dengan total sebanyak 250 juta liter yang tersedia baik di pasar ritel modern maupun pasar tradisional. Dalam implementasinya pemerintah juga akan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin.

Pemerintah Gelontorkan Subsidi Minyak Goreng Rp7,6 Triliun, Ini Sumber Dananya

PUPR Garap 7 Proyek PSN Tahun 2022, Berikut Rinciannya

Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)

BPDPKS sendiri merupakan adalah lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

BPDPKS bertugas untuk melaksanakan pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit baik dana pengembangan maupun dana cadangan pengembangan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Lewat BPDPKS, pemerintah menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan atau lebih dikenal dengan CPO Supporting Fund (CSF) yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan atau replanting.

Program pengembangan kelapa sawit berkelanjutan memiliki beberapa tujuan, yakni pengembangan SDM perkebunan, mendorong litbang, promosi, peremajaan, pengembangan sarana prasarana, pengembangan perkebunan dan pemenuhan kebutuhan pangan, BBN (biofuel), dan hilirisasi industri perkebunan.

Dana tersebut dihimpun dari tarif layanan yang dikenakan terdiri atas tarif pungutan dana perkebunan atas ekspor kelapa sawit, CPO, dan/atau produk turunannya serta tarif iuran pelaku usaha perkebunan kelapa sawit.

Sayangnya, alokasi dana sawit lebih banyak masuk ke kantong subsidi biodiesel. Merujuk catatan SPKS, jumlah dana yang dihimpun BPDPKS sepanjang 2015-2019 mencapai Rp51 triliun. Rinciannya, sebanyak Rp47,28 triliun berasal dari pungutan ekspor sawit dan sebesar Rp3,7 triliun, dari pengelolaan dana.

Saat ini, dana tersebut juga digunakan untuk menambal subsidi minyak goreng.