Pemerintah Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I-2022 Tembus 5 Persen
- Di tengah lonjakan kasus COVID-19 varian Omicron, pemerintah tetap optimis pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2022 diperkirakan bisa mencapai 5% (yoy).
Nasional
JAKARTA -- Di tengah lonjakan kasus COVID-19 varian Omicron, pemerintah tetap menumbuhkan optimisme akan membaiknya perekonomian Indonesia tahun ini. Pada kuartal pertama 2022, pertumbuhan ekonomi diperkirakan bisa mencapai 5% (yoy).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan proyeksi tersebut dipatok untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi menjadi 5,2% yoy pada tahun 2022.
"Pemerintah meyakini bahwa koordinasi dan sinergi dengan seluruh stakeholders dalam menerapkan strategi pemulihan ekonomi akan membuat ekonomi tumbuh di kisaran 4,0-5,0 persen (yoy) di triwulan I-2022," katanya di Jakarta, Selasa, 8 Februari 2022.
- Dirut Aviata Ungkap Strategi Pemulihan Sektor Pariwisata pada 2023
- Dukung Transisi Energi, PLN Targetkan Pembangkit EBT 648 MW Beroperasi Tahun Ini
- Resmi! Adaro Energy (ADRO) Ganti Nama, Tunjuk Komisaris dan Direksi Baru
Pada tahun 2021, pertumbuhan perekonomian nasional sebesar 3,69% yoy. Dengan angka pertumbuhan tersebut, produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia meningkat menjadi Rp62,2 juta setara dengan US$4.349,5, lebih tinggi dari PDB per kapita sebelum pandemi yang sebesar Rp59,3 juta di 2019.
Sementara pada kuartal keempat 2021, pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan keyakinan pasar terhadap pemulihan ekonomi. Sejumlah sektor seperti investasi, ekspor, impor, konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah tumbuh positif.
Apabila dilihat dari sisi produksi, lima sektor kontributor utama yaitu industri pengolahan, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan, melanjutkan pertumbuhan positif dan menopang ekonomi.
Selain itu, sektor transportasi dan pergudangan, serta akomodasi dan makanan-minuman, yang sempat terkontraksi di kuartal III-2021 telah berhasil rebound dengan pertumbuhan positif di kuartal IV-2021.
Airlangga meyakini bahwa bangkitnya kepercayaan masyarakat untuk mengonsumsi barang ataupun jasa, telah mendorong pemulihan permintaan domestik serta menyebabkan peningkatan produksi sebagai respon dari dunia usaha.
Sepanjang 2021, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar 3,80% (yoy) dan menjadi sumber pertumbuhan tertinggi dari sisi pengeluaran. Sedangankan industri pengolahan yang menjadi sumber pertumbuhan tertinggi dari sisi produksi, berhasil tumbuh sebesar 3,39% (yoy).
"Kami meyakini momentum pemulihan ekonomi akan terus berlanjut di 2022. Peningkatan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia ke level 53,7 di Januari 2022 juga menjadi sinyal positif terhadap prospek ekonomi Indonesia di tahun ini," pungkas Airlangga.
Meski demikian, Ketua Komite Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ini tetap menggarisbawahi bahwa tantangan internal maupun eksternal masih menghantui bangsa Indonesia pada tahun ini.
“Ekonomi Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai risiko di tahun 2022, terutama dari penyebaran kasus COVID-19 varian Omicron. Untuk itu, Pemerintah telah mempersiapkan berbagai strategi dalam memitigasinya," katanya.
Sementara itu, Wakil Direktur Institute for Development Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mendorong pemerintah lebih fokus dalam mengeksekusi kebijakan terutama dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi 5,2% tahun ini.
"Caranya ini benar-benar harus fokus untuk mengakseslerasi perekonomian," katanya dalam konferensi pers Indef yang digelar virtual, Selasa, 8 Februari 2022.
Dia menyarankan agar pemerintah mengoptimalisasi kebijakan fiskal dengan fokus pada pemulihan ekonomi untuk memastikan akselerasi ekonomi terjadi di 2022 di tengah ketidakpastian global saat ini.
"Yang penting adalah mitigasi harus disiapkan dari daftar risiko yang ada saat ini, termasuk soal anggaran," ungkapnya.
Dia menyebut ada banyak tantangan yang bakal dihadapi Indonesia tahun ini. Selain tantangan geopolitik Rusia-Ukraina dan tappering off bank sentral Amerika Serikat, tantangan lainnya adalah lonjakan harga komoditas, terutama minyak, yang diprediksi bisa berdampak buruk terhadap ekonomi domestik.
"Kalau ini terus-terusan naik, implikasinya enggak mudah untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi," paparnya.