<p>Ilustrasi.Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Pemerintah Target Tak Lagi Impor BBM dan LPG

  • Setelah memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM), pemerintah menargetkan tidak akan mengimpor BBM dan Liquified Petroleum Gas (LPG) pada 2030.

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – Setelah memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM), pemerintah menargetkan tidak akan mengimpor BBM dan Liquified Petroleum Gas (LPG) pada 2030.

“Memang dalam Strategi Energi Nasional ini kita rencanakan 2030 itu kita tidak lagi impor BBM dan diupayakan juga tidak impor LPG,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif di Kantor Presiden Jakarta, dilansir Antara, Selasa, 20 April 2021.

PT Pertamina (Persero) mengimpor banyak BBM, LPG, hingga minyak mentah tahun ini. Produk-produk impor itu digunakan untuk kebutuhan energi masyarakat di dalam negeri.

Total BBM yang diimpor mencapai 113 juta barel, naik 13,5% dari 2020. Rinciannya, impor BBM Premium 53,7 juta barel dan dan BBM Pertamax 53,3 juta barel. Sedangkan, total impor BBM tahun lalu sebesar 97,8 juta barel.

Harga BBM yang diimpor untuk Premium US$51,7 per barel dan Pertamax US$53,5 per barel. Tahun sebelumnya, harga kedua jenis BBM itu mencapai US$45 per barel.

Sementara itu, volume impor LPG Pertamina tahun ini juga bakal naik menjadi 7,2 juta metrik ton dari tahun lalu 6,2 juta metrik ton. Harganya pada kisaran US$411 per ton.

Arifin menyampaikan hal tersebut seusai menghadiri Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) yang dipimpin langsung Presiden Joko Widodo yang juga menjabat Ketua Dewan Energi Nasional serta dihadiri oleh para menteri Kabinet Indonesia Maju serta anggota DEN 2020-2025.

“Kami dari DEN menyampaikan beberapa hal terkait strategi energi nasional kita, kemudian rancangan peraturan presiden mengenai cadangan penyangga energi, serta rencana strategis rencana kerja dari Dewan Energi Nasional dari 2021-2025,” tambah Arifin.

Energi Baru Terbarukan
Panel surya milik konglomerasi India, Adani Group / Forbes

Sejumlah persoalan yang dibahas menurut Arifin adalah meningkatnya kebutuhan energi untuk jangka panjang dan terbatasnya pasokan sumber daya di dalam negeri.

“Kemudian kami juga menyampaikan dengan perkembangan saat ini terkait target-target pengurangan emisi, maka Indonesia perlu mengantisipasinya untuk bisa mendorong sumber-sumber energi baru dan terbarukan sebagai bauran energi nasional,” ungkap Arifin.

Arifin mengakui bahwa pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Indonesia masih sedikit.

“Pemanfaatan energi baru dan terbarukan kita baru 10,5 giga watt dan diharapkan meningkat pada 2025 sesuai target 23 persen menjadi 24.000 mega watt dan di 2035 kita upayakan bauran ini bisa meningkat mencapai 38.000 mega watt di mana backbone yang kita harapkan dari pembangkit listrik tenaga surya yang dalam perkembangannya dari hari ke hari makin ekonomis,” tambah Arifin.

DEN menurut Arifin, juga merumuskan sejumlah program untuk hilirisasi produk-produk batu bara.

“Dan kita juga harus segera menyelesaikan infrastruktur terkait energi antara lain untuk gas dan listrik yang sangat penting karena kita ingin mencapai target 100 persen elektrifikasi sehingga dengan 100 persen elektrifikasi diharapkan seluruh masyarakat dan di seluruh daerah mendapat pasokan listrik,” jelas Arifin.

Program lain yang dibahas adalah implementasi “Program BBM Satu Harga” agar dapat diimplementasikan dan dinikmati masyarakat sehingga dapat membangkitkan ekonomi kerakyatan.

“Arahan dari Bapak Presiden adalah agar kita dapat melihat momentum untuk mengambil kesempatan pandemi ini untuk bisa masuk ke arah green economy di mana semua negara maju sudah menuju ke green economy dan kita juga mengurangi risiko kerusakan-kerusakan lingkungan,” ungkap Arifin.

Arifin menyebutkan Presiden Jokowi memerintahkan agar strategi yang disusun oleh DEN dapat bersifat visioner dan implementasinya harus konsisten.

“Perlu upaya kita untuk mempercepat pemakaian energi baru terbarukan agar kita bisa mendukung target-target pengurangan temperatur 2 derajat Celcius sesuai dengan perjanjian kita di dalam Paris Agreement,” tambah Arifin.

Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta penyesuaian Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

“RUEN yang lemah dan RUEN yang didasarkan pada poin-poin yang telah disampaikan pada Strategi Energi Nasional yang telah kita susun dipertimbangkan lagi agar bisa dilaksanakan secara sistemik,” kata Arifin.

Investasi Jumbo
Ilustrasi ladang minyak dan gas lepas pantai. / Reuters

Sementara itu, Indonesia membutuhkan investasi besar untuk pengembangan industri migas agar bisa mencapai target lifting minyak 1 juta barel dan gas 12 miliar kaki kubik per hari pada 2030.

“Industri migas membutuhkan investasi besar dan teknologi tinggi karena industri ini memiliki resiko tinggi serta persaingan antar negara yang cukup keras,” kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto secara terpisah.

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa Indonesia memiliki 128 cekungan sedimen migas.

Cekungan yang sudah berproduksi berjumlah 20 cekungan sedimen dan 27 cekungan lain sudah ada temuan, namun belum produksi karena berkaitan dengan keekonomian.

Adapun sebanyak 68 cekungan yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia baik onshore maupun offshore masih belum dilakukan eksplorasi mengenai kandungan hidrokarbon.

“Potensi ini masih sangat besar dan menantang karena kita harus mengundang investor untuk bersedia melaksanakan eksplorasi,” kata Dwi.

Dalam upaya mencapai target lifting minyak 1 juta barel dan gas 12 miliar kaki kubik per hari pada 2030, Indonesia membutuhkan investasi sebesar US$250 miliar atau sekitar US$25 miliar setiap tahun. Nilai itu setara dengan Rp3.625 triliun atau Rp362,5 triliun setiap tahun (asumsi kurs Rp14.500 per dolar AS).

Pada 2021, pemerintah menargetkan investasi subsektor migas bisa meningkat 45% dibanding tahun sebelumnya. Investasi migas tahun ini diharapkan bisa mencapai US$17,59 miliar dengan kontribusi dari hulu sebesar US$2,38 miliar dan hilir mencapai US$5,2 miliar.

Pemerintah memberikan sejumlah insentif untuk menarik investasi industri migas. Khusus di hulu migas, pemerintah menyiapkan peraturan terkait pengembangan wilayah kerja (WK) migas konvensional dan non konvensional yang diharapkan dapat mempermudah investor.

Insentif lainnya adalah penerapan fleksibilitas cost recovery atau gross split, tax holiday, investment credit, serta akses data hulu migas.

Sedangkan strategi meningkatkan investasi hilir migas terutama dilakukan melalui upaya kerja sama pemerintah dan badan usaha untuk pembangunan kilang baru (GRR) dan peningkatan kapasitas kilang (RDMP).

Selain itu, penyederhanaan perizinan hilir migas, harga gas bumi yang affordable, promosi pembangunan infrastruktur migas terintegrasi, serta terus mendukung implementasi Keputusan Menteri ESDM Nomor 13 tahun 2020 terkait perubahan bahan bakar diesel ke bahan bakar gas. (SKO)