<p>okezone.com</p>
Industri

Pemerintah, Tolong Perhatikan Nasib Petani Tembakau

  • Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat (NTB), Sahmihudin berkata pemerintah harus memperhatikan kesejahteraan petani yang terimbas kenaikan tarif cukai rokok 2019 silam. Tahun lalu, Kementerian Keuangan menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 35%. Praktis, kebijakan ini berdampak pada turunnya jumlah produksi dan penjualan rokok di […]

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat (NTB), Sahmihudin berkata pemerintah harus memperhatikan kesejahteraan petani yang terimbas kenaikan tarif cukai rokok 2019 silam.

Tahun lalu, Kementerian Keuangan menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 35%. Praktis, kebijakan ini berdampak pada turunnya jumlah produksi dan penjualan rokok di Indonesia.

“Jumlah penjualan tembakau masyarakat petani sangat tergantung dari banyaknya jumlah produksi dan penjualan produk rokok nasional. Sejak adanya kenaikan cukai rokok, jumlah pembelian tembakau oleh industri rokok kepada para petani menjadi turun,” kata Sahmihudin dalam keterangan persnya, Kamis, 28 Mei 2020.

Ia menyinggung bahwa pemerintah sudah selayaknya menaruh perhatian pada industru rokok. Pasalnya, industri ini menyerap jutaan tenaga kerja, mulai dari yang terlibat di perkebunan tembakau, industri rokok, dan industri pendukungnya. Selain itu, penerimaan cukai dan pajak dari industri hasil tembakau terbilang sangat tinggi bagi pemerintah, termasuk di masa COVID-19 ini.

“Saat ini di Propinsi NTB saja ada sekitar 150.000 hingga 200.000 tenaga kerja yang terlibat di sektor perkebunan tembakau. Karena itu pemerintah harus serius melindungi industri rokok dan perkebunan tembakau,” papar dia.

Padat Karya

Selain padat karya, industri hasil tembakau juga memerlukan biaya tinggi untuk membayar buruh tani tembakau dan pengolahannya. Sehingga, tembakau hasil perkebunan petani tembakau dapat diserap oleh industri rokok dalam setahunnya mencapai Rp800 miliar hingga Rp1, 2 triliun.

Sementara itu dari 110.000 ton hasil tembakaunya, yang terserap hanya sekitar 50.000 ton tembakau. Sisanya, diserap tetapi dengan harga di bawah pasar.

Dia juga meminta agar dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang diperoleh dari perpajakan perkebunan tembakau dan industri rokok di setiap daerah dikembalikan ke pemerintah daerah untuk digunakan bagi peningkatan kualitas produksi tembakau oleh masyarakat petani tembakau.

Dia menilai, selama ini pemanfaatan DBHCHT salah kaprah baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Artinya, kelompok petani tembakau justru menikmati DBHCHT, melainkan dinikmati kelompok masyarakat.