Pemilu Curang Akibatkan Bentrok Besar, Bagaimana Ekonomi Venezuela Bisa Runtuh?
- Ekonomi Venezuela memiliki ketergantungan yang sangat besar pada penerimaan di sektor ekspor minyak. Situasi ini berubah menjadi krisis politik, dan diperburuk dengan berbagai tuduhan korupsi yang meluas oleh pemerintah.
Dunia
CARACAS – Protes besar-besaran meletus di Venezuela menyusul keluarnya hasil pemilihan presiden yang dianggap penuh kecurangan. Pemilihan presiden kali ini dianggap sangat penting bagi masa depan demokrasi dan ekonomi negara tersebut yang saat ini berada di ambang kehancuran.
Selama protes berlangsung hingga Rabu, (31/7) enam orang dilaporkan telah tewas, selain itu lebih dari 700 orang ditahan selama aksi demonstrasi. Sementara itu hilangnya salah satu tokoh oposisi penting secara misterius memperkuat dugaan praktik penculikan yang dilakukan oleh aparat keamanan.
"Kami muak dengan ini, kami menginginkan kebebasan, kami ingin bebas demi anak-anak kami," terang pengemudi ojek, Fernando Mejia kepada Reuters, dikutip Rabu 31 Juli 2024.
Militer Venezuela juga telah menegaskan kembali dukungannya terhadap Presiden terpilih Nicolás Maduro. Maduro yang kini juga menjabat sebagai Presiden, sebelumnya menjanjikan pemilu yang adil dan bebas. Namun, dalam prakteknya berbagai pelanggaran mencuat, termasuk penangkapan tokoh oposisi dan larangan bagi pemimpin utama oposisi untuk mencalonkan diri.
Banyak kalangan juga menuding dipersulitnya akses oposisi ke proses penghitungan suara, serta banyaknya warga Venezuela di luar negeri yang tidak dapat memberikan suara, menambah ketegangan dan ketidakpercayaan terhadap hasil pemilu. Banyak pendukung oposisi, terutama generasi muda, mengancam akan meninggalkan Venezuela jika Maduro terpilih kembali.
Hasil pemilu yang keluar secara resmi telah ditolak oleh oposisi dan tidak diakui oleh sejumlah negara Amerika Latin. Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) menyatakan hasil pemilu tidak dapat diakui karena kurangnya transparansi dan bukti kecurangan. Dalam pernyataannya, OAS menuduh rezim Maduro mengkhianati rakyat Venezuela dengan memanipulasi dan mengabaikan keinginan mereka.
"Kami memiliki kekhawatiran serius bahwa hasil yang diumumkan tidak mencerminkan keinginan atau suara rakyat Venezuela," ujar menteri luar negeri AS Antony Blinken, dilansir media Australia ABC.
Argentina, Chili, Kosta Rika, Peru, Panama, Republik Dominika, dan Uruguay secara resmi menyatakan tidak mengakui hasil pemilu tersebut. Sikap tegas ini menambah tekanan diplomatik terhadap rezim Nicolás Maduro.
Sebagai respons terhadap penolakan ini, pemerintah Venezuela mengusir staf diplomatik negara-negara tersebut pada hari Senin (29/7). Tindakan ini semakin memperburuk hubungan diplomatik Venezuela dengan negara-negara tetangganya dan menciptakan ketegangan baru di kawasan tersebut. Pengusiran ini menunjukkan semakin besarnya isolasi internasional yang dihadapi oleh pemerintahan Maduro.
Runtuhnya Eknomi Venezuela
Venezuela pernah menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Amerika Latin, negara tersebut kini menghadapi krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Venezuela mengalami kemerosotan ekonomi yang dramatis, oleh banyak pengamat, krisis ekonomi ini dianggap sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah modern untuk negara yang tidak sedang berperang.
Akar masalah krisis tersebut dapat dilihat dari jatuhnya harga minyak global. Diketahui, ekonomi Venezuela memiliki ketergantungan yang sangat besar pada penerimaan di sektor ekspor minyak. Situasi ini berubah menjadi krisis politik, dan diperburuk dengan berbagai tuduhan korupsi yang meluas oleh pemerintah.
Dampak krisis ini terasa luas di seluruh negeri, kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok telah menjadi fenomena sehari-hari, disisilain inflasi melonjak tak terkendali.
Harga-harga barang yang masih tersedia didalam negeru meningkat drastis, kondisi ini membuat sebagian besar penduduk kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Akibatnya, ratusan ribu penduduk melakukan eksodus, banyak warga Venezuela mencari kehidupan yang lebih baik di negara-negara tetangga bahkan hingga ke perbatasan Amerika Serikat.
Menanggapi situasi ini, Amerika Serikat dan Uni Eropa telah menerapkan sanksi yang ketat terhadap pemerintahan Presiden Nicolás Maduro. Namun, Maduro bersikeras krisis yang dialami negaranya sebagai akibat dari "perang ekonomi" yang dilancarkan oleh kekuatan asing melalui beragam sanksi-sanksi tersebut.
Tahun lalu, untuk meredakan ketegangan didalam negeri, Maduro berjanji untuk mengadakan pemilihan yang bebas dan adil sebagai syarat pelonggaran sanksi. Namun, hasil pemilihan yang baru saja diselenggarakan Minggu lalu kembali menuai kontroversi.
Situasi ini menimbulkan keraguan serius tentang kemampuan Venezuela untuk memulihkan reputasinya di kancah internasional dan memperbaiki hubungan diplomatik serta ekonominya yang telah hancur.
Hingga kini, dunia terus mengawasi perkembangan di Venezuela, masih belum jelas apakah negara ini akan mampu keluar dari krisis berkepanjangan ini dan kembali mengalami pertumbuhan ekonomi.