KKP Kaji Fenomena Pemutihan Karang Waspadai Naiknya Suhu Air Laut. (Dok. KKP)
Nasional

Pemutihan Karang Terjadi di Perairan Indonesia, Apa Penyebabnya?

  • Hasil evaluasi awal menunjukkan rata-rata tingkat pemutihan karang keras hidup di seluruh pertumbuhan karang di Kawasan Konservasi Pulau Gili Matra mencapai sekitar 75%.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Pemutihan karang, atau yang dikenal sebagai coral bleaching, telah terjadi di beberapa perairan Indonesia. Penyebab utama fenomena ini adalah peningkatan suhu permukaan air laut.

Coral bleaching adalah kondisi di mana karang menjadi putih akibat beberapa faktor, termasuk perubahan suhu, iklim, cahaya, dan nutrisi. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang telah melakukan penilaian terhadap fenomena pemutihan karang ini.

Penilaian ini dilakukan secara bertahap mulai Januari hingga pertengahan Februari 2024 di Kawasan Konservasi Pulau Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan (Gili Matra), serta Kawasan Konservasi Laut Banda dan Taman Nasional Perairan Laut Sawu.

Kepala BKKPN Kupang, Imam Fauzi, menyatakan penilaian tersebut menggunakan metode citizen science yang melibatkan partisipasi masyarakat dan penyelam. Hasil evaluasi awal menunjukkan rata-rata tingkat pemutihan karang keras hidup di seluruh pertumbuhan karang di Kawasan Konservasi Pulau Gili Matra mencapai sekitar 75%.

“Fenomena ini terjadi di Bounty Wreck (Sebelah Barat Pulau Gili Meno) dan Sunset Reef (Sebelah Selatan Pulau Gili Trawangan),” kata Imam melalui keterangan tertulis dikutip Jumat, 8 Maret 2024.

Hasil penilaian cepat di Site Lava Flow dan Miniatur Banda menunjukkan kondisi pemutihan karang secara umum berada di bawah 25%. Pada tingkat tersebut, karang bercabang masih dalam tahap memucat akibat pemutihan karang. Selain terumbu karang, biota lain yang juga mengalami pemutihan termasuk Anemone dan Sponge.

Sementara, penilaian cepat pemutihan karang di Taman Nasional Perairan Laut Sawu, yang dilakukan di Pantai Oesina, Desa Lifuleo, Kabupaten Kupang, menunjukkan pemutihan karang masih sangat rendah, dengan nilai persentase kejadian di bawah 5%.

“Survei pemantauan dibagi ke dalam 3 fase yaitu survei cepat, survei puncak pemutihan dan survei pasca pemutihan. Fenomena pemutihan karang masih perlu ditindaklanjuti dengan melakukan survei detail puncak pemutihan karang dalam waktu dekat,” ujar dia.

Sesuai dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dalam pengelolaan kawasan konservasi, KKP terus bersinergi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan.

Tujuannya adalah memberikan respons yang cepat dan efektif untuk menjaga kelestarian ekosistem laut dalam jangka panjang, yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan memperkuat ekonomi nasional.

Bahaya Pemutihan Karang

Menanggapi bahaya pemutihan karang, Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Victor Gustaaf Manoppo, menyatakan penelitian tersebut merupakan langkah lanjutan berdasarkan prediksi National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Coral Reef Watch.

NOAA memperkirakan adanya peningkatan suhu air laut pada awal tahun 2024. Menurut Manoppo, penilaian fenomena coral bleaching menjadi penting karena terumbu karang merupakan ekosistem yang vital bagi kehidupan laut dan manusia.

Terumbu karang tidak hanya menjadi habitat bagi berbagai spesies laut, tetapi juga menyediakan sumber daya makanan, melindungi pantai, dan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir.

Coral bleaching dapat menyebabkan kerusakan luas pada ekosistem. Oleh karena itu, KKP harus memberikan perhatian khusus dan bertindak cepat dalam menanggapi fenomena pemutihan karang.

“Fonemena ini merugikan bagi kehidupan laut serta sumber daya manusia yang bergantung pada ekosistem karang jika tidak dilakukan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi,” kata Victor dalam keterangan tertulisnya, pada Jumat.

Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur Konservasi Ekosistem dan Biota Perairan, Firdaus Agung. Dia menyatakan para ilmuwan memprediksi bahwa kejadian pemutihan karang akan menjadi semakin sering dan meluas seiring dengan meningkatnya suhu permukaan laut sebagai akibat dari perubahan iklim.

Ia menyatakan KKP bersama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yayasan Reef Check Indonesia, dan mitra lainnya, telah merancang strategi yang mencakup lokasi, waktu, dan jenis kegiatan pemantauan pemutihan karang. Mereka juga telah menyusun panduan pemantauan yang sesuai dengan prediksi kenaikan suhu permukaan laut, dengan fokus utama pada kawasan konservasi.

“Hasil monitoring ini kemudian akan dianalisis dan disebarluaskan untuk meningkatan kesadaran dan memberikan edukasi ke masyarakat,” jelas Firdaus.

Selain itu, KKP akan mengembangkan regulasi dan kebijakan berdasarkan hasil analisis ini, yang nantinya akan digunakan untuk memperkuat jaringan pemantauan pemutihan karang.