Pendanaan Jadi Tantangan Terbesar Transisi Menuju Nol Karbon
- ADB memproyeksikan untuk negara-negara berkembang di Asia, diperlukan investasi tahunan sekitar US$1,7 triliun atau sekitar Rp26.606,70 triliun (kurs Rp15.651) hingga tahun 2030 untuk infrastruktur transisi yang dibutuhkan.
Nasional
JAKARTA - Peneliti Ekonomi Lingkungan dan Pendiri Think Policy, Andhyta Firselly Utami menyebutkan salah satu tantangan terbesar dalam proses transisi menuju nol karbon adalah pendanaan.
Indonesia sendiri telah bergabung dengan komitmen global menuju nol emisi karbon pada tahun 2050. Artinya Indonesia memiliki kewajiban untuk berusaha dengan serius untuk mengurangi emisi karbon serta jika terdapat sisa emisi, Indonesia harus melakukan kompensasi melalui sejumlah langkah seperti penanaman hutan atau teknologi karbon negatif.
Andhyta menjelaskan transisi tersebut membutuhkan biaya yang besar dan seringkali dianggap sebagai faktor eksternal atau terpisah dari proses produksi dan konsumsi. Sebagai contoh, Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan untuk negara-negara berkembang di Asia, diperlukan investasi tahunan sekitar US$1,7 triliun atau sekitar Rp26.606,70 triliun (kurs Rp15.651) hingga tahun 2030 untuk infrastruktur transisi yang dibutuhkan.
Penting untuk dipastikan, pengeluaran tersebut tidak mengalihkan dana dari sektor lain seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang bisa mempengaruhi masyarakat.
- Sektor Energi Penyumbang Emisi Karbon Tertinggi, Transisi Perlu Digalakkan
- Menkeu Korea Bela Larangan Short-Selling Saham
- Banyak Tantangan Hambat Penyaluran Kredit di Sektor Hijau
Hal itulah yang menyebabkan sektor jasa keuangan memiliki peran penting dalam mendukung transisi ini melalui penyediaan pembiayaan. Terutama di Asia, di mana lebih dari 50% sumber energinya berasal dari batu bara, penting untuk memastikan transisi tersebut adil dan inklusif dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial sesuai dengan kondisi lokal dan kebutuhan pembangunan.
Indonesia sendiri disebut memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam pembiayaan berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.
"Pembiayaan berkelanjutan adalah tentang memberdayakan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka," tambah Andhyta.
Dengan pemahaman yang lebih mendalam mengenai konsep pembiayaan berkelanjutan dan peran yang dimainkan oleh perbankan serta melalui kerjasama yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Indonesia diproyeksikan memiliki potensi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, menjaga lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan sosial.
Andhyta percaya melalui komitmen yang kuat terhadap transisi menuju emisi nol karbon, Indonesia bisa menjadi teladan positif dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.