logo
Vale Indonesia
Korporasi

Pendapatan dan Laba Vale (INCO) 2024 Kompak Tergerus Harga Nikel

  • Meski dari sisi operasional Vale menghadapi tekanan, dari sisi neraca keuangan perseroan tetap kuat. Total aset Vale naik dari US$2,93 miliar menjadi US$3,18 miliar per akhir 2024, didorong oleh peningkatan aset tetap dan pengembangan proyek jangka panjang.

Korporasi

Alvin Bagaskara

JAKARTA - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menghadapi tekanan signifikan sepanjang tahun 2024. Emiten nikel terkemuka ini mencatatkan kinerja keuangan yang melemah tajam, ditandai dengan penurunan pendapatan dan laba bersih secara tahunan. 

Pelemahan harga nikel global serta kenaikan beban menjadi dua faktor utama yang membebani performa keuangan Vale. Berdasarkan laporan keuangan konsolidasian 2024, pendapatan Vale tercatat sebesar US$950,39 juta, merosot sekitar 22,9% dari tahun sebelumnya yang mencapai US$1,23 miliar.

Penurunan tersebut sepenuhnya berasal dari lini penjualan nickel matte, produk utama Vale, yang seluruhnya dijual kepada dua pelanggan besar: Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. (SMM). 

Sebagai catatan, penjualan Vale ke VCL tercatat turun menjadi US$760,20 juta dari US$997,87 juta, atau turun 23,8% secara tahunan. Sementara itu, penjualan ke SMM menurun dari US$234,40 juta menjadi US$190,19 juta, setara dengan penurunan 18,9%.

Kondisi ini menegaskan kuatnya ketergantungan kinerja keuangan Vale terhadap fluktuasi harga nikel. Diketahui, harga rata-rata nikel global menurut CarbonCredits, pada 2024 tercatat hanya sebesar US$15.328 per metrik ton, turun 7,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Tak hanya dari sisi top line, laba bersih Vale juga terkoreksi drastis hingga 78,9%, dari US$274,33 juta pada 2023 menjadi hanya US$57,76 juta pada 2024. Marjin keuntungan yang menyusut disebabkan oleh turunnya laba kotor yang hanya mencapai US$108,23 juta, jauh dari pencapaian tahun sebelumnya senilai US$347,02 juta.

Sementara beban pokok pendapatan hanya sedikit turun menjadi US$842,16 juta dari US$885,24 juta, Vale tetap dibayangi oleh kenaikan beban usaha, beban lain-lain, serta biaya keuangan, yang totalnya mencapai lebih dari US$55 juta.

Meski dari sisi operasional Vale menghadapi tekanan, dari sisi neraca keuangan perseroan tetap kuat. Total aset Vale naik dari US$2,93 miliar menjadi US$3,18 miliar per akhir 2024, didorong oleh peningkatan aset tetap dan pengembangan proyek jangka panjang.

Sementara itu, total liabilitas meningkat 22,8% menjadi US$443,75 juta dari tahun sebelumnya yang sebesar US$361,46 juta. Kenaikan ini terutama berasal dari peningkatan provisi atas penghentian pengoperasian aset serta liabilitas jangka pendek lainnya.

Di sisi lain, ekuitas Vale juga meningkat menjadi US$2,73 miliar, naik dari US$2,56 miliar pada akhir 2023. Kenaikan ekuitas didorong oleh aksi korporasi berupa right issue senilai lebih dari US$112 juta dan akumulasi saldo laba ditahan meski laba tahun ini lebih kecil. 

Aksi korporasi ini juga mengubah komposisi pemegang saham, di mana MIND ID kini menjadi pemegang saham terbesar dengan kepemilikan 34%, disusul oleh VCL (33,88%) dan SMM (11,48%). Untuk memperkuat fundamental jangka panjang, Vale terus mengembangkan fasilitas hilirisasi nikel di Indonesia. 

Hingga akhir 2024, perseroan tengah membangun proyek smelter HPAL di Sorowako, Morowali, dan Pomalaa, yang telah masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Pemerintah juga telah menetapkan perpanjangan Kontrak Karya Vale menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hingga 2035, dengan opsi perpanjangan tambahan selama 10 tahun. 

Skema IUPK ini mewajibkan perseroan membangun fasilitas pemurnian serta menyetorkan 10% laba bersih ke negara sebagai bagian dari bagi hasil sumber daya alam. 

Artinya, kendati keuangan Vale mengalami kontraksi di 2024, langkah-langkah strategis seperti hilirisasi, transformasi tata kelola, serta kemitraan global memberi harapan bahwa perseroan tengah menyiapkan fondasi pertumbuhan jangka panjang di tengah fluktuasi pasar komoditas.