Pendapatan Energi Turun, Mata Uang Rusia Anjlok
- Mata uang Rusia kembali mengalami penurunan nilai tukar terhadap dolar AS
Dunia
Moskow- Mata uang Rusia kembali mengalami penurunan nilai tukar terhadap dolar AS. Hal ini terjadi di tengah mahal dan jatuhnya pendapatan energi Rusia sejak terjadinya perang.
Mengutip Insider Kamis, 2 Maret 2023, rubel Rusia mengalami depresiasi sebesar 20% sejak Desember. Ini merupakan kejatuhan Rubel di level terendah dalam 10 bulan terakhir.
Saat ini, nilai Rubel diperdagangkan pada angka 75 rubel terhadap dolar AS atau turun 50 poin pada akhir Juli lalu. Kala itu, nilai Rubel menguat mendekati level yang terlihat sebelum Presiden Vladimir Putin meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina Februari tahun lalu.
Meski begitu, nilai Rubel saat ini masih di atas level terendah yakni 140 poin segera setelah invasi karena sanksi Barat yang sebagian memutus Rusia dari sistem keuangan global.
- Trina Solar Lirik Potensi Pasar Energi Surya yang ada di Indonesia
- INFO BMKG: Gempa Guncang Pesisir Selatan di Darat 36 km Tenggara 5.6 Magnitudo
- Cara Auto Scroll di TikTok Agar Anda Tidak Perlu Scrolling Secara Manual
- Lakukan Rebranding, Ini Arah Baru Bisnis Nokia Sekarang
Meski demikian, kenaikan tajam bank sentral Rusia dan kontrol modal telah membantu menopang rubel sejak saat itu. Namun, sanksi baru kembali dikenakan atas perdagangan energi pada Desember dan membebani mata uang Rusia.
Sekadar informasi, pendapatan minyak dan gas Rusia anjlok hampir 40% pada Januari. Meskipun Rusia telah berupaya mengalihkan ekspor energi ke pasar lain seperti China dan India, penjualan tersebut dilakukan dengan diskon besar.
Sementara itu, pengeluaran pemerintah melonjak. Rusia mengumumkan anggaran pertahanan 2023 sekitar US$84 miliar atau Rp1,2 Kuadriliun (asumsi kurs Rp15.200 per dolar AS), kenaikan lebih dari 40% dibandingkan proyeksi awal yang diumumkan pada 2021.
Mengutip data Kementerian Keuangan Rusia, pada akhir bulan lalu, Rusia telah menghabiskan 17% dari anggaran 2023 tetapi hanya menerima 5,3% dari pendapatan yang diharapkan.
Perlu diketahui, defisit telah memaksa Kremlin untuk memanfaatkan persediaan mata uang asingnya yang sekarang sebagian besar terdiri dari yuan China untuk menutup kekurangan tersebut.
Rusia menjual 54,5 miliar rubel dan mengkonversinya ke dalam yuan pada Januari. Negara itu berencana melipatgandakan jumlah itu pada Februari menjadi 160,2 miliar rubel.