<p>Ketua Dewan Pimpinan Pusat Generasi Anti Narkoba Indonesia (GANI), Djoddy Prasetio Widyawan (kedua kanan), Ketua KABAR dan Pengamat Hukum, Ariyo Bimmo (kedua kiri), Sekretaris Umum Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita (kiri) dan Anggota APVI, Rhomedal (kanan) memasang stiker himbauan di toko Vapepackers, Jakarta, Rabu, 9 September 2020. Kegiatan ini merupakan sosialisasi mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba pada produk tembakau alternatif atau rokok elektrik melalui gerakan sosial bertajuk “Gerakan Pencegahan Penyalahgunaan Rokok Elektrik (GEPPREK)” yang juga telah dilakukan di Denpasar, Bali, dan Bandung, Jawa Barat. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Gaya Hidup

Pendekatan Ini Bisa Jadi Solusi Mengatasi Adiksi Rokok

  • JAKARTA – Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan menelaah kembali kebijakan tentang penurunan prevalensi merokok di Indonesia. Beragam strategi dianggap bisa diberdayakan untuk menekan laju pertumbuhan perokok. Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Tribowo Tuahta Ginting menjelaskan, pemerintah dapat menerapkan strategi preventif dalam mencegah bertambahnya angka perokok. Ini dilakukan untuk mendorong efektivitas dari […]

Gaya Hidup

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Pemerintah perlu melakukan evaluasi dan menelaah kembali kebijakan tentang penurunan prevalensi merokok di Indonesia. Beragam strategi dianggap bisa diberdayakan untuk menekan laju pertumbuhan perokok.

Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Tribowo Tuahta Ginting menjelaskan, pemerintah dapat menerapkan strategi preventif dalam mencegah bertambahnya angka perokok.

Ini dilakukan untuk mendorong efektivitas dari kebijakan rokok yang sudah ada. “Saat ini, tantangan di Indonesia adalah mengatasi masalah rokok dengan promosi preventif. Bisa dengan melakukan penyuluhan dan pendekatan personal untuk pencegahan,” ujarnya saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Namun, apabila sudah merokok, kata Tribowo, penanganannya bisa melalui cara kuratif dan rehabilitatif. “Kuratif bisa secara farmakologi dan nonfarmakologi. Untuk farmakologi, perlu dikenalkan dengan alternatif. Selain itu memperkuat nonfarmakologi bisa melalui konseling, psikoterapi, dan lainnya,” jelasnya.

Menurutnya, mendorong perokok untuk berhenti secara langsung tidaklah mudah. Sebab, efek yang ditimbulkan dari mengonsumsi rokok adalah adiksi. “Efek yang timbul dari adiksi nikotin adalah menyenangkan. Dan, apabila seorang perokok mencoba berhenti secara langsung, maka akan menciptakan efek withdrawal,” ungkapnya.

Efek Withdrawal

Merujuk pengertian World Health Organization (WHO), efek withdrawal merupakan serangkaian gejala dengan tingkat keparahan yang terjadi pada penghentian atau pengurangan zat psikoaktif. Zat ini biasanya sudah dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama disertai dosis tinggi. Kemunculan efek ini dibarengi dengan tanda-tanda gangguan fisiologis dan psikologis.

Tribowo menjelaskan, strategi penanganan adiksi bertujuan untuk mendorong perokok berhenti sepenuhnya atau abstinence. Namun, jika tidak berhasil, maka diperlukan strategi lainnya.

“Untuk situasi dan kondisi tertentu, kadang tidak bisa mencapai abstinence sehingga konsep pengurangan risiko atau harm reduction dapat menjadi pilihan dan alternatif,” kata dia.

Adapun pengurangan risiko tersebut telah diterapkan melalui produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, snus, dan kantung tembakau.

Alternatif yang sudah ada ini, dikembangkan sebagai solusi terhadap adiksi yang menyebabkan sulitnya perokok untuk berhenti, dengan tingkat bahaya yang jauh lebih rendah bagi penggunanya.

Berdasarkan sejumlah kajian ilmiah internasional, salah satunya Public Health England, menyebut bahwa produk tembakau alternatif mampu menurunkan risiko hingga 90% jika dibandingkan dengan rokok konvensional.

Oleh karena itu, Inggris mendorong penggunaan produk ini sebagai alternatif untuk menurunkan angka perokok. Jumlah perokok di Indonesia sendiri mencapai 65,7 juta jiwa atau sekitar 33,8%. Pemerintah pun menargetkan bisa mengurangi hingga lima juta perokok di Indonesia demi menciptakan masyarakat dengan kualitas hidup yang lebih baik. Tujuannya untuk menekan biaya penanganan penyakit yang berhubungan dengan konsumsi rokok.

“Jadi pemerintah perlu melihat banyak hal karena masalah rokok menyangkut banyak faktor yang perlu ditelaah,” kata Tribowo.