Peneliti Ideas Minta Bodetabek Tak Ragu Tetapkan PSBB Ketat Tiru DKI
Fajri mengapresiasi langkah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dan menilainya sebagai kebijakan yang tepat. Ia menduga tidak ada banyak pilihan selain menarik kebijakan rem. Kendati demikian, menurutnya Ibu Kota perlu dukungan dari pemerintah daerah di sekitarnya untuk mengendalikan mobilitas penduduk.
Nasional & Dunia
JAKARTA – Peneliti Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Fajri Azhari, mengharapkan pemerintah daerah tidak ragu menerapkan kebijakan rem darurat seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Fajri mengapresiasi langkah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dan menilainya sebagai kebijakan yang tepat. Ia menduga tidak ada banyak pilihan selain menarik kebijakan rem. Kendati demikian, menurutnya Ibu Kota perlu dukungan dari pemerintah daerah di sekitarnya untuk mengendalikan mobilitas penduduk.
“Kami mendorong kepada pemerintah daerah khususnya Bodetabek untuk mengeluarkan kebijakan emergency brake guna mengendalikan penyebaran wabah, terutama mobilitas penduduk. Karena wilayah Jabodetabek saling terkait satu sama lainnya,” ujar fajri dalam keterangan resmi yang di terima TrenAsia.com, Sabtu 12 September 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Ia bilang bentuk kebijakan emergency brake bisa disesuaikan dengan kondisi penularan wabah. Semakin tinggi tingkat risiko dan semakin memburuk kondisi epidemiologi suatu daerah, Fajri menilai semakin ketat pembatasan sosial yang diterapkan kembali. Pihaknya merekomendasikan beberapa bentuk kebijakan rem darurat yang berbeda-beda menurut tingkat kegawat-daruratannya.
“Suatu daerah dapat dikategorikan rendah apabila indikatornya berpotensi terjadi penemuan kasus dari luar daerah. Intervensinya melakukan pembatasan mobilitas penduduk skala RT dan RW,” ungkap Fajri.
Dia melanjutkan jika kasusnya ditemukan secara sporadis, maka ini masuk ke level moderat dengan intervensi pembatasan mobilitas penduduk skala kelurahan atau desa dan ketentuan school from home serta work from home diberlakukan.
Dia melanjutkan jika penularannya terjadi pada satu kluster, maka pembatasan mobilitas penduduknya dilakukan dalam skala kecamatan dan restriksi perjalanan domestik. Jika lebih parah, maka intervensinya meningkat ke pembatasan mobilitas penduduk berskala kabupaten atau kota dan pembatasan kegiatan keagamaan di rumah ibadah.
“Sedang pada level kritis atau penularan di antara komunitas masyarakat memerlukan pembatasan mobilitas penduduk dengan skala provinsi atau antar provinsi yang disertakan dengan ketentuan tetap di rumah,” tegasnya. (SKO)